Oleh: Ahmad Zainuri
Islam memberikan serangkaian makna kebebasan untuk umat dalam pengembangan diri. Ada sebuah dimensi-dimensi kebebasan dalam Islam. Zuhairi melaporkan bahwa ada sebuah dimensi dalam makna kebebasan dalam Islam, antara lain kebebasan dalam beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berpolitik, kebebasan bekerja, kebebasan masyarakat sipil dan kebebasan hidup. (Misrawi, 2004, hal. 89).
Makna membawa sebuah rajutan untuk terus bisa ada dalam sebuah koridor Islam yang progresif. Terutama bawaannya Islam dalam arus politik memang ada sebuah konsensus dalam memberikan sejumlah kiprah yang arif dan berbudi. Karena membicarakan Islam bukan hanya sebuah wilayah fiqih, akidah atau tasawuf, akan tetapi ada sebuah jangkauan yang merupakan sebuah representasi dari makna ketiga konsepsi dalam Islam tersebut. Ini menandakan bahwa sebuah perkembang biakan dalam posisi Islamis-sosial maupun Islamis-humanis termanifestasikan.
Islam bukan hanya sekadar sistem teologis, melainkan juga sebuah jalan hidup (way of life) yang memiliki standar etika dan moral serta prinsip-prinsip dan norma-norma dasar dalam kehidupan masyarakat maupun negara. Ajaran Islam yang sebenarnya bukan hanya sebuah keilmuwan tapi juga sebuah amalan. Rasulullah Saw. mempraktikan ajaran Islam dalam keseharian, baik Islam dalam sosial, ekonomi, budaya dan politik. Ini yang kemudian menjadi sebuah bangunan besar dalam kubu umat Islam untuk bisa merepresentasikan ajaran Islam dalam keseharian. Terutama praktikum dalam politik, bahwa dalam Islam pun politik menjadi sebuah garapan yang bisa mengantarkan dalam kehidupan maslahat umat Islam. Dengan memberlakukan politik dengan benar dan bijak, salah satunya dalam partisipasi menjadi bagian dari pelaku politikus. (Abdillah, 2011, hal. 101).
Islam pun dalam ranah politik memberikan serangkaian teori dari pandangan beberapa intelektual Islam. Hubungan keduanya, antara politik dan Islam sebenarnya terdapat sebuah keterkaitan. Hubungan tersebut bukan kemudian menjadikan Islam sebagai kuda untuk berpolitik, akan tetapi dengan nilai dan ruh Islam sebagai prilaku dan adab dalam berpolitik. Tujuan utama daripada memberikan sumbangsih pemikiran dan tenaga terhadap kemajuan negara dan umat jangan kemudian menggunakan politik dan tanpa memperhatikan kemaslahatan umat.
Sebagai arus utama ialah ciptakan sebuah iklim yang damai dengan seruan untuk membangkitkan proteksi diri agar tidak mudah untuk lupa dengan janji. Pada dasarnya Islam memberikan sebuah kebebasan dalam berpolitik sebagai salah satu jalan untuk menuju pemikiran yang bebas dan sebuah jalan membangun kemaslahatan umat dengan merepresentasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan berpolitik, yaitu berbangsa dan bernegara.
Di Indonesia partisipasi politik dengan manusianya yang beragam, ternyata memiliki makna yang beragam pula. Ada yang tidak mau berpolitik, karena alasannya rumit. Justeru sebenarnya dengan umat Islam yang turut serta dalam kursi politik, memungkinkan sumbangsih terhadap agamanya pun bertambah. Namun, bukan gerakan/barisan Islam yang keras dan kaku, melainkan umat Islam yang memiliki pandangan ke depan yang cerah terhadap kemajuan dan tidak menanggalkan arti penting kemanusiaan. Karena Islam di Indonesia menjelma banyak tafsiran model keislaman sekaligus beragamnya kelompok/organisasi Islamnya. Ini penandaan bahwa peradaban Islam di Indonesia sudah pada tahap yang lebih maju, terutama ketika peran-peran bersama bisa berjalan bersama dalam membangun kedaulatan dan persatuan yang harmoni. Maka, keterpaduan di antara tujuan politis, juga terpenuhi tujuan humanis.
Dan tidak usah lagi direspon ketika terdapat gerakan-gerakan atas nama khilafah tapi membuat kerusuhan, dan ujung-ujungnya politik, sama saja. Bahkan tujuan mereka mengabaikan umat agama lain di Indonesia dengan dalih bahwa umat Islam ialah mayoritas. Justeru dengan mayoritas, umat Islam harus menjadi pengayom perdamaian, bukan menyulut api perpecahan. Kehidupan bernegara bukan sewenangnya, atau hanya nafsu saja. Justeru ajaran Islam itu harus diimplementasikan bahwa keberadaan umat agama lain merupakan bentuk keniscayaan yang patut di syukuri. Apalagi dengan menjaga dan merawat kemajemukan tersebut. Sehingga, dengan memulai kebijakan yang digagas, jangan saling untuk menyudutkan atau mendiskreditkan satu agama atau agama lain yang dianggap minoritas. Sebenarnya Indonesia sendiri sudah menjadi sebuah implementasi atau representasi makna sebagai negara Islam (Muslim) dengan haluan yang demokratik-humanis.
Qomaruddin Khan dalam Asghar melaporkan bahwa tujuan al-Quran bukanlah menciptakan negara, melainkan sebuah masyarakat. Tidak ada bentuk negara yang baku dalam Islam membawa hikmah tersendiri, karena itu apapun bentuk serta wujud suatu negara jika di dalamnya terbentuk masyarakat Qurani, maka itu pun sudah menjadi tanda-tanda negara Islam. (Engineer, 2000, hal. 59).
Legalisir yang resmi bukan sistem politik bermain untuk menumpaskan hak dan kewajiban umat lain yang juga ada di negeri ini, bukan. Namun, sebuah politik yang membangun dan mengerti akan sebuah realitas dan mengejeawantahkan bersama membangun prioritas maslahat untuk seluruh umat dan bangsa di negeri ini, termasuk Islam harus bisa menjadi pengayom terhadap agama-agama lain yang ada di Indonesia.