Pelaksanaan program Kotaku ini sudah menjalar ke beberapa kampung di awal gagasannya di tahun 2015. Akhirnya, pada tahun 2018 tepatnya pada 6 Februari 2018 diresmikan langsung oleh walikota pada masa itu, Mochammad Anton didirikannya kampung tematik yaitu Kampung Biru AREMA. Ide membawa identitas AREMA ini dianggap berangkat dari berbagai alasan. AREMA FC, salah satu klub sepakbola yang ada di Malang menjadi sebuah ikon bahkan menjadi identitas yang tertanam dalam diri masing-masing individu masyarakat.
Pada awal sejarahnya, AREMA didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987 oleh H. Acub Zaenal dan Ir. Lucky Zaenal. Dari awalnya AREMA merupakan klub swasta. Pada waktu AREMA berdiri Liga Indonesia dibagi dua: liga untuk klub semi-profesional bernama Galatama dan Liga Klub Perserikatan. Klub-klub Perserikatan tergantung pemerintah daerah untuk dana. Sementara klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Pada tahun 1994 klub semi-profesional digabungkan dengan klub Perserikatan menjadi Ligina. Walaupun AREMA belum pernah juara selama zaman Ligina, AREMA juara Galatama pada tahun 1993.
Pada perjalanan sejarahnya, AREMA menjadi sebuah identitas baru bagi masyarakat Malang. AREMA, atau disingkat Arek Malang memiliki basis suporter yang solid bahkan salah satu yang terkuat di Indonesia. Hal ini menjadi kekuatan yang dimiliki oleh aliansi suporter AREMA di penjuru Indonesia, bahkan dunia. Pada proses menjadi sekarang ini, tentu AREMA mengalami pasang surut yang membuat akhirnya dalam tubuh manajemen AREMA memiliki perubahan. Dari logo, nama, pengurus, bahkan terjadi dualisme yang menyebabkan polemik khusus bagi suporter terlebih masyarakat Malang secara umum.
Dalam foto tersebut terdapat beberapa logo AREMA dari tahun ke tahun menggambarkan sebuah dinamika yang hadir pada proses panjang AREMA FC ini berdiri. Jika menelaah dari konflik yang hadir sekitar tahun 2011-2012 berawal dari munculnya perpecahan di lingkup PSSI sehingga hadir KPSI sebagai tandingan kepada PSSI. Dari sana, munculah Liga yang dinaungi oleh masing-masing lembaga tersebut yaitu Liga Primer Indonesia dan Indonesia Super League. Hal ini yang akhirnya menimbulkan dualisme di kubu AREMA dengan manajemen yang saling bertukar legalitas. Setelah itu munculah dua klub AREMA pada saat itu yaitu AREMA IPL yang berlaga di Liga Primer Indonesia dan AREMA Cronus yang berlaga di ISL. Hal ini akhirnya juga berdampak kepada suporter yang berada pada kondisi yang membingungkan untuk mendukung AREMA yang mana karena masing-masing keukeuh dengan legalitasnya. Sehingga hal inilah yang akhirnya memicu perpecahan pula pada tubuh suporter AREMAnia.
Visualisasi Konsep Sejarah Pada Kampung Biru AREMA
Sebelum berangkat ke visualisasi, saya akan menjelaskan sedikit dinamik yang hadir dalam tubuh AREMAnia entah dari relasinya dengan suporter lain atau awal berdirinya AREMAnia. Dahulu, suporter AREMA menjadi terkenal atas brutalisme antara waktu AREMA berdiri dan pertengahan tahun 1990-an. Ada kekerasan antara suporter walaupun AREMA menang atau kalah. Pada waktu itu beberapa geng pemuda merupakan suporter AREMA. Setiap kampung memiliki gengnya sendiri.
Geng-geng ini membuat suasana menakutkan di stadion. Tempat pertandingan menjadi kesempatan untuk geng-geng tersebut membuktikan siapa yang paling keras. Persaingan keras antara geng-geng tersebut terjadi walaupun semuanya mendukung AREMA. Jadi semua upaya untuk membuat suporter AREMA rukun dan kompak dihalangi, tawuran terjadi antara suporter Malang dan suporter dari luar tetapi juga di antara para suporter AREMA sendiri. Bentrokan tidak terjadi karena provokasi tetapi disebabkan oleh suasana brutalisme ditimbulkan oleh suporter Malang. Masih diingatkan oleh suporter AREMA bahwa suporter Malang brutal sebelum suporter Surabaya menjadi brutal. Akhirnya waktu antara 1987 dan pertengahan tahun 1990-an suporter AREMA membuktikan bahwa mereka bisa mengimbangi egoisme Hooligan Inggris.
Suporter Malang menjadi terkenal sebagai Hooligan Indonesia. Selama akhir 1980-an dan awal 1990-an sering ada tawuran antara suporter Surabaya dan Malang. Sayangnya persaingan keras itu antara Bonek dan suporter AREMA sulit dibatasi. Dari dinamika diatas, Kampung Biru AREMA ini ingin mengadopsi identitas kemalang dalam hal ini AREMA sebagai sebuah entitas masyarakat yang bisa menyatukan terlepas beberapa torehan sejarah polemik yang diukir. Dari dualisme sampai konflik dengan suporter lain menjadi fokus konsep perdamaian yang hadir di Kampung Biru AREMA ini. Monumen sampai mural menandakan simbol-simbol kejayaan atau dominasi dari AREMA itu sendiri.
Simbol singa yang tertera pada foto di atas tidak hanya sekedar lambang namun memiliki nilai historis nya sendiri, yaitu secara resmi pernah menjadi simbol kota Malang sejak Saat Gemeenteraad Kota Malang menetapkannya pada 7 Juni 1937. Namun, versi lain juga mengatakan bahwa simbol singa ini berasal dari Kerajaan Singasari. Singhasari atau Singosari merupakan salah satu kerajaan terbesar yang ada di Nusantara. Bahkan singosari ini merupakan salah satu embrio dari kerajaan Majapahit yang kelak kekuasaannya sangat luas. Digunakannya kata ‘Singha’ yang merupakan awal dari singa menjadikan hewan ini memang sangat identik dengan kerajaan tersebut.
Pada masa Majapahit, sosok singa yang identik dengan wilayah Malang ini juga kembali dilanggengkan dan diteruskan. Pada dua candi yang berada di wilayah Malang dan dibangun pada masa Majapahit yaitu candi Jago dan Kidal juga terdapat patung sosok singa. Walaupun sedikit berubah, di relief candi Jago juga terdapat cerita mengenai singa sebagai lawan dari banteng. Sosok singa yang ditampilkan pada candi ini biasa diasosiasikan sebagai penjaga dari sebuah kota atau kerajaan. Hewan ini diharap mampu menjadi simbol pelindung sebuah kota atau negara dari serbuan lawan serta menghalau serangan berbagai makhluk halus.
Sosok pelindung inilah yang kemudian diteruskan pada masa Hindia Belanda. Pada masa itu lambang kota Malang adalah sepasang singa yang memegang tameng dengan gambar singa lainnya. Di bawah kedua singa tersebut terdapat tulisan “Malang Nominor Sursum Moveor” yang memiliki arti Malang Namaku, Maju Tujuanku.
Lambang kota bergambar singa ini digunakan mulai tahun 1937 hingga akhirnya berubah pada tahun 1951. Pada tahun 1964 untuk peringatan 50 tahun kota Malang, lambang sempat kembali lagi kepada sosok yang menonjolkan singa. Kemudian lambang Malang berubah menjadi Tugu seperti yang kita kenal saat ini pada tahun 1970.
Singa kembali menjadi lambang yang dikenal di Malang sejak digunakan oleh AREMA sebagai lambang dari mereka. AREMA yang memiliki sebutan sebagai singo edan, lahir di Malang pada 11 Agustus 1987. Penggunaan lambang singa juga sebenarnya juga dengan alasan yang cukup sepele karena tanggal lahir dari AREMA yang dinaungi rasi bintang Leo. Namun berkat hal itu justru sosok singa semakin melekat dengan Malang.
Penjelasan mengenai versi ini menjadi simbol yang kuat dan sebagai wujud dominasi yang muncul pada proses berjalannya AREMA ini. Singo Edan, sebagai julukan AREMA FC menjadi momok bagi lawan walaupun diksi “edan” dalam bahasa jawa memiliki arti tidak waras atau gila. Namun, disini pemaknaan yang diambil adalah Singo Edan berarti singa yang tidak takut melawan siapapun dan tidak mempunya rasa menyerah dalam hal apapun. Hal ini akhirnya menumbuhkan semangat identitas yang hadir pada tiap individu masyarakat Malang akan keberadaan AREMA.
Makna Lukisan Mural Sebagai Simbol Persahabatan dan Perdamaian
Selanjutnya, pembahasan mengenai mural-mural yang berada di tembok-tembok rumah masyarakat. Saya mengambil satu foto yang menggambarkan pesan perdamaian antar suporter yang sebelumnya sudah dibahas mengenai bagaimana suporter Malang khususnya AREMA terlibat dalam kerusuhan baik dalam internal maupun dengan suporter luar. Namun, hal itu sudah terminimalisir dengan keadaan-keadaan yang membuat sampai saat ini bisa diberikan pengertian edukasi tentang fanatisme.
Sebagaimana yang terlihat jelas dalam foto diatas, konsep perdamaian yang dicanangkan bukan tertuju hanya pada dualisme klub AREMA itu sendiri. Namun juga terhadap konflik suporter juga. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa terkhusus Aremania AREMAnia memiliki konflik dengan Bonek (Suporter PERSEBAYA). Sebelum berbicara mengenai akar masalah, Menurut Jeil Jenson, kelompok penggemar dihantui oleh citra penyimpangan. Penggemar selalu dicirikan (mengacu pada asal-usul istilahnya) sebagai suatu kefanatikan yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan (Storey, 2008 :157).
Namun disisi lain, suporter adalah aset yang luar biasa bagi sebuah klub. Dalam kompetisi sepakbola, ketika sebuah klub mempunyai basis suporter militan maka di setiap pertandingan stadion akan terisi penuh, artinya hal tersebut bisa menjadi pemasukan bagi sebuah klub. Contohnya bagaimana ribuan Bobotoh selalu memenuhi tribun stadion ketika Persib bermain, atau Aremania yang selalu memadati stadion Kanjuruhan ketika AREMA bertanding.
Deretan konflik menjadi sejarah terbentuknya konflik antara Bonek dan AREMA. Melihat data yang dikemas oleh Portal berita online Halo Malang terlihat runtutan sejarah konflik suporter Bonekmania dan Aremania antara lain :
1. Tawuran saat konser di Tambaksari.
2. Pemberitaan media yang dianggap tidak adil.
3. Pendahulu Persebaya yang sangat meremehkan Malang.
4. Pemberitaan yang terkesan mengadu domba.
Terlepas dari konflik antara Bonek dan AREMA, di samping mural ini juga terdapat simbol persahabatan antara kelompok suporter Persija yaitu The Jak Mania dengan kelompok suporter AREMA yaitu AREMAnia. Pada mural tersebut terlihat jelas mimik dari masing-masing simbol terlihat sejajar tanpa adanya ketimpangan seperti merayakan sebuah gol indah atau persahabatan yang sudah lama terjalin dengan hangat. Hal ini menumbuhkan semangat identitas AREMA baik kepada wisatawan yang berkunjung ataupun masyarakat Malang secara umum. Indahnya persahabatan tanpa diwarnai kekerasan merupakan impian bagi semua orang, semoga perdamaian ini akan terus tercipta dan bisa menjadi sebuah memori yang indah bagi dunia sepak bola Indonesia.
Penulis: Dewi Ariyanti Soffi