Di sebuah gedung kampus berwarna kuning, likak-likuk tangga yang begitu memutar. Seperti sebuah kehidupan yang memutar pada masanya, namun tangga ini hanya sampai pada lantai ke-tiga. Sedangkan anak tangga kehidupan tidak ada yang mengetahuinya dia akan menghubungkan dasar anak tangga hingga pada lantai ke berapa. Jalan yang tak beraspal selalu meyapa pagi para mahasiswa yang melintas, tampak begitu terjal. Namun tak seterjal bagaimana kehidupan mempermainkan manusia yang menghuni dunia. Berbatu namun tak berdebu, daun yang berguguran namun tak menyampahi jalan. Karena warna kuningnya semakin mewarnai jalanan agar tampak serasi dengan warna gedung kampus itu. Ketika musim hujan menyambut, lubang-lubang di jalan tampak cocok untuk dijadikan empang. Tampak jalanan menjadi muara dangkal yang terbentuk seketika.
“Jalan?”
“Naik pesawat, tidak tampakkah kakiku menapak pada tanah secara langsung,” ujar gadis itu sambil lalu tanpa menatap seseorang yang menyapanya.
“Butuh tumpangan? Sekalian ….”
Seseorang itu belum menyelesaikan perkataannya, tetapi gadis itu menoleh dengan matanya yang tajam padanya. Seolah matanya lebih tajam daripada lidahnya. Namun dengan senyuman seseorang itu membalasnya. Tanpa sepatah katapun gadis bermata tajam itu naik di belakang seseorang yang menawarinya.
“Kenapa? Apa ada masalah? Wajahmu tampak begitu mendung hari ini? tak secerah mentari pagi ini.”
“Tidak ada apa-apa. Mungkin hanya kelelahan.”
“Itulah kesalahanmu, kamu buat dirimu lelah. Hingga mata tajam yang kukenal hari-hari lalu, kini tidak bisa langsung membunuh.”
“Ka, kamu baik?” seseorang itu memanggilnya dengan Rika. Gadis bermata tajam yang enggan tersenyum.
“Cuma sedikit flu, Ti. Sudahlah, percepat saja kendaraanmu itu. Sebentar lagi kelas kita mulai.”
“Siap, bos!” kata Yati tegas, teman dekat yang menjulukinya dengan gadis bermata tajam.
Terkadang Rika heran menatap Yati yang memiliki perangaian santai, meskipun waktu tampak mengancamnya. Seolah jika seseorang hendak menjeburkan Yati ke dalam jurang, namun Yati hanya diam. Yati adalah salah satu misteri dalam hidup ini. Perempuan adalah makhluk paling misterius di bumi ini, begitupun Rika. Misteri yang tak mampu dengan mudah dipecahkan oleh para ilmuwan. Bunga merekah saat embun menyangsang, namun layu pada senja dini hari.
Kelas dimulai dengan dingin, lebih dingin dari AC kelas saat itu. Hening, namun bukan kepastian yang membimbing mereka. Ramai, bukan pasal materi yang mereka perdebatkan. Dosen mengomel sesuka mereka tanpa memerhatikan lesu muka para mahasiswanya.
“Yati, kamu mengantuk?” tanya Rika memandang Yati yang menyandarkan kepalanya pada tembok. Dia tampak tak bergairah pagi ini.
“Enggak, cuma enggan aku mendengarkan ceramah. Hatiku terasa perih hari ini,” ujarnya dengan muka datar.
Rika memalingkan dan berusaha memusatkan perhatiannya pada dosen yang dengan semangatnya menerangkan materi pada hari itu. Seusai mendengarkan ceramah hari ini Rika menuju kamar kos nan sunyi, dia duduk tertegun memperhatikan sang rembulan yang telah memancarkan sinarnya ke bumi ibu pertiwi, tapi tak tampak pula karena tempok tiada bercelah. Namun dia membayangkan dimana saat itu sang rembulanlah yang menjadi teman setianya dalam suasana keheningan malam.
Rika si gadis bermata tajam itu juga gadis biasa, yang masih bisa merasakan kepedihan. Gadis mana yang tak luka dan tak kecewa jika rasa cinta yang meskipun hanya menjadi imajinasinya itu berakhir duka. Jika dia diibaratkan bak Cinderella itu juga tidak benar, dia tak pernah merasa terkekang di atas loteng sama sekali.
Dia juga tidak dimanfaatkan oleh ibunya bak anak tiri dalam kisah sinetron yang selalu disia-siakan. Bukan pula gadis remaja yang tak pernah belajar mencintai lawan jenis, itu semua hanya butuh waktu untuk merealisasikannya. Terkadang terasa malu dalam diri ini, ketika yang seharusnya kepala harus berhijab, ditutup rapat tetapi pikiran dan anggota tubuh yang lain masih mengundang syahwat.
KEHIDUPAN
Engkau dibisiki bahwa hidup adalah
kegelapan
Dan dengan penuh ketakutan
Engkau sebarkan apa yang telah
dituturkan padamu
penuh kebimbangan
Kuwartakan padamu bahwa hidup
adalah kegelapan
jika tidak diselimuti oleh kehendak
Dan segala kehendak akan buta bila
tidak diselimuti pengetahuan
Dan segala macam pengetahuan akan
kosong
bila tidak diiringi kerja
Dan segala kerja hanyalah kehampaan
kecuali disertai cinta
Maka bila engkau bekerja dengan cinta
Engkau sesungguhnya tengah
menambatkan dirimu
Dengan wujudnya kamu, wujud manusia
lain
Dan wujud Tuhan.
#Khalil Gibran
Seterjal bagaimanapun kehidupan mempermainkan manusia yang menghuni dunia ini. Berbatu namun tak berdebu, daun yang berguguran namun tak menyampahi jalan. Ketakutan yang menjadi bagian cerita kehidupan, kebahagian yang menjadi bagian cerita kehidupan, tangisan yang menjadi bagian cerita kehidupan, tawa yang menjadi bagian cerita kehidupan, cinta yang menjadi bagian cerita kehidupan, persahabatan yang menjadi bagian cerita kehidupan, filsafat yang menjadi bagian cerita kehidupan, keyakinan pada-Nya yang menjadi bagian cerita kehidupan, manusialah yang memiliki bagian cerita kehidupan.
Jika ada yang membisikan bahwa hidup adalah kegelapan, maka dari sudut pandang berbeda akan ada yang meneriakkan bahwa hidup tidak demikian. Apabila dengan penuh ketakutan ada yang menyebarkan yang tengah dituturkannya kepadamu penuh kebimbangan, dengar. Lalu berlalu.
Penulis: Diana Safinatul Ummi Muzzayyanah (Duta Damai Jawa Timur)