Penulis : Dewi Ariyanti Soffi
Malang – Moderasi beragama merupakan sebuah topik yang selalu menarik untuk diusut dan digaungkan. Topik ini selalu menjadi perbincangan hangat bagi semua kalangan, terutama di era menuju politik tahun 2024. Oleh karena itu semangat moderasi beragama harus tetap di semarakkan terutama pada momen Ramadhan ini.
Momentum Ramadhan ini menjadi reminder bagi kita semua untuk tetap bersikap toleran antar satu sama lain, baik dalam perbedaan golongan, ras maupun agama. Untuk menebarkan semangat moderasi beragama Duta Damai Jawa Timur melaksanakan Kongkow Ramadhan yang dilaksanakan pada tanggal 04 April 2023 pada pukul 16.00 WIB – 15.00 WIB.
Acara ini dilaksanakan melalui live Instagram yakni ngabuburit menjelang buka puasa melalui diskusi santai tentunya dengan topik toleransi dan moderasi beragama. Live Instagram tersebut dipandu oleh Achmad Reza Rafsanjani selaku moderator dan M. Bakhru Thohir, S.SI, M.SC.
Dalam diskusi tersebut, dijelaskan bahwa untuk mengimplementasikan sikap moderat, dilansir dari website kemenag.go.id terdapat empat ciri sikap moderat, yaitu: 1. Berbangsa dan bernegara; 2. Bersikap toleransi; 3. Menerima kearifan lokal; dan 4. Anti kekerasan. Oleh karena itu untuk menerima akulturasi dan masyarakat yang multikultural diperlukan sebuah sikap toleran untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.
Moderasi beragama merupakan sikap cerminan toleran yang dilakukan oleh K.H Abdurrahman Wahid yang kerap dipanggil Gus Dur. Seperti yang diterangkan oleh Bakhru Thohir selaku pemateri, tips atau cara untuk bersikap toleran diperlukan beberapa langkah, yakni:
Perlu sadar bahwa ini merupakan tahun konstetasi politik. “Jangan baper kalau agama kita digojeki, perlu sadar bahwa akan terdapat banyak kepentingan. Membaca banyak hal, bersikap pro aktif. Ketika mendapat stimulus kita mendapat reaksi, berpikir sejenak menggunakan akal pikir kita. Kita punya imajinasi, ada proses berpikir dan menelaah”- Ujar Bakhru.
Begitu juga dengan merespon segala macam permasalahan terutama yang berkaitan dengan SARA. Langkah yang perlu dilakukan yakni “perlu menahan diri agar tidak buru-buru dalam merespon, kita baca semuanya lalu direspon. Bisa dikontrol dan dikendalikan, hal tersebut sama yang dilakukan oleh Gus Dur. Gus Dur memorinya banyak, beliau paham konteks politik di Mesir, Eropa. Kita perlu membaca banyak referensi. Langkah yang harus kita lakukan yakni: stimulus, berpikir, merespon”- terangnya.
Kemudian moderator juga menanyakan terkait gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah dalam FIFA U-20, dikarenakan polemik partisipasi Israel. Dalam merespon Israel, apakah tokoh di Indonesia pro aktif atau reaktif. Pada dasarnya sepak bola tidak memberikan ruang pada mereka yang tidak menerima diri.
“Kita harus fair semuanya ada benarnya. Awalnya dikarenakan tragedi kanjuruhan, ya tidak bisa begitu. Semuanya rumit dan kompleks. Tidak ada ruang untuk mereka yang rasis berarti bisa dikatakan bahwa itu salah. Tidak semua kebutuhan sama, tidak bisa kita memberikan stempel dengan serampangan karena membutuhkan penyelidikan. Terlalu terburu-buru, termasuk reaktif”-Ujar Pemateri.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa moderat dan toleran diciptakan dari hal saling menerima dan adil. Seperti kalimat penutup dari pemateri, “apakah terorisme termasuk dalam hal yang moderat. Ujungnya rahmatan lil-alamin, apakah masuk akal dan bisa diterapkan saat ini.” Oleh karena itu bersikap sewajarnya merupakan kunci, meskipun wajar ada ukurannya dan kebenaran bisa dipercaya secara subjektif.