Sejak ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) peraturan terkait kampanye Pemilu 2024, yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 pada 21 Januari-10 Februari 2024 menjadi masa-masa kampanye oleh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) Republik Indonesia tahun 2024–2028 yang meliputi rapat umum, iklan di media massa cetak, media massa elektronik, dan media daring. Melihat sebentar lagi masa kampanye akan berakhir dan menjelang pemilihan umum (Pemilu). Untuk itu membaca kembali tulisan “Survei LIPI: Jelang Pemilu, Aspek Bebas dari Diskriminasi Masih Buruk” yang diterbitkan oleh BRIN tahun 2018 ketika menjelang Pemilu 2019, ditakutkan pemilu 2024 akan semakin buruk.
Bukan tidak beralasan ketika menelisik kembali sebanyak 89% ahli menjawab, politik uang adalah masalah yang berpotensi paling tinggi di pemilu 2019. Selain itu, ada sengketa hasil pemilu (76,6%), ketidaknetralan birokrasi (66,2%), tidak menggunakan hak suara (53,1%), serta penggunaan kekerasan dalam pemilu 2019 (32,4%). Hal ini ditegaskan kembali oleh Peneliti Politik Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Esty Ekawati menyatakan, kalau dari aspek bebas dari diskriminasi sebesar 46 persen responden ahli menilai masih buruk.
Sudah sekitar delapan kali terjadi Pemilu Capres dan Cawapres di Indonesia, pada Pemilu 1955, 1971, 1977-1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Setiap menjelang Pemilu selalu rawan terjadinya diskriminasi lintas permasalahan, lebih-lebih menyangkut agama, suku, etnik dan lain sebagainya. Padahal sudah berkali-kali terlaksananya Pemilu, saat itu juga terjadinya diskriminasi, khususnya kelompok minoritas masih menjadi sasaran ujaran kebencian menjelang pemilu 2024. Lebih-lebih harus menyimpang dari definisi dan nilai-nilai demokrasi dalam praktek di Indonesia.
Dalam Jurnal Konstitusi, Cora Elly Noviati mengemukakan, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh warga negara, untuk warga negara, dan bersama-sama oleh warga negara. Dalam sistem ini, setiap individu memiliki kesempatan untuk ikut serta pengambilan keputusan yang akan memengaruhi kehidupannya. Demokrasi juga menekankan kesetaraan hak dan kewajiban, serta perlakuan adil bagi semua warga negara.
Sistem demokrasi dapat terwujud berbagai bentuk, seperti demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan, artinya keterlibatan aktif rakyat dalam pembuatan keputusan politik. Di Indonesia, demokrasi didasarkan pada asas kedaulatan rakyat yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag., Rektor UINSU Medan, toleransi adalah keberatan dan kemampuan untuk menghormati dan mengakui perbedaan, baik itu perbedaan pemikiran, budaya, atau pilihankan. Dalam konteks politik, toleransi merupakan keberatan dan kemampuan untuk menghormati dan mengakui perbedaan pemilih yang berbeda dalam pemilihannya. Toleransi adalah nilai penting dalam demokrasi, karena memungkinkan semua warga negara untuk mengambil bagian dalam pembuatan keputusan politik tanpa perlu menghina atau menghina pemilih yang berbeda.
Sebagaimana tahun politik, sistem demokrasi sangat rentan dimanipulasi oleh berbagai orang terutama orang yang memiliki kepentingan, alih-alih akan terciptanya perpecahan di berbagai lini kehidupan. Mungkin beberapa pandangan kalau demokrasi diatas toleransi, toleransi diatas demokrasi, atau toleransi bagian yang tidak terpisahkan dalam berdemokrasi.
Poin toleransi diatas demokrasi, merupakan pemikiran sederhana ketika melihat beberapa fakta tahun-tahun lalu atau tahun ini melupakan toleransi. Puncak tertinggi dalam demokrasi yaitu saat mampu bertoleransi terhadap pilihan masing-masing demi kemajuan dan masa depan Indonesia, lebih-lebih menjadi satu rangkaian dalam menyiapkan atau menciptakan Indonesia emas.
Sepertinya tugas aktivis perdamain harus terus menyuarakan narasi perdamaian dan nilai-nilai toleransi dalam berdemokrasi, khususnya di dunia digital. Bukan tidak beralasan kalau diskriminasi di dunia digital dalam berdemokrasi masih banyak dialami, karena memposting pilihannya. selayaknya nilai-nilai toleransi hadir di dunia virtual, tidak seenaknya menghakimi seseorang hanya karena berbeda pilihan.
Penulis: Abu Aman (Duta Damai Jawa Timur)
Editor: Akbar Trio Mashuri