Dalam beberapa ‘diskusi hangat’ para ahli hingga masyarakat menyebut mengenai ramalan Jangka Jayabaya yang dipercaya mampu menjadi penentu keadaan masa depan Indonesia. Namun, benarkan masa depan Indonesia ditentukan melalui sebuah ramalan?
Usut demi usut, ramalan Jangka Jayabaya merupakan ramalan yang melekat pada benak masyarakat dan dipercaya ditulis langsung oleh Prabu Joyoboyo yang merupakan salah satu Raja dari Kerajaan Kediri, isi dari ramalan Jangka Joyoboyo pun dikemas dalam sebuah kitab dan berisi berbagai ramalan terkait Pulau Jawa di masa depan, beberapa contoh ramalan yang cukup terkenal ialah sebagai berikut:
- Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran, yang merujuk pada alat transportasi bermesin
- Tanah Jawa kalungan wesi, merujuk pada rel kereta api
- Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang, merujuk pada pesawat terbang
- Sekilan bumi dipajeki, merujuk pada pajak tanah per meternya
- Kejajah saumur jagung karo wong cebol, merujuk pada masa penjajahan Jepang di Indonesia
- Pitik tarung sak kandang, merujuk pada pertengkaran sebangsa sendiri yang erat dikaitkan dengan gerakan G 30 S PKI
Hingga ramalan terkait sosok pemimpin Indonesia konon memiliki nama yang berhubungan dengan kata Notonegoro, ramalan ini dipercaya ditulis langsung oleh Sunan Giri pada abad ke-16 dalam mengkaji karya yang ditulis oleh Prabu Joyoboyo.
sumber: rumah literasi, 2023
Para Ahli Sejarah
Telisik yang dilakukan oleh ahli sejarah justru menunjukkan bahwa ramalan tersebut tidak beralaskan sumber yang pasti, baik pada prasasti dan sumber sekunder lainnya. Pun, dalam sejarahnya, keberadaan ramalan Jangka Joyoboyo yang ditulis oleh Prabu Joyoboyo dinilai sebagai karya yang ditulis oleh Pujangga Jawa Modern, yang pada masa tersebut tengah menganalisis perkembangan zaman yang ada.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Sasmita, dkk (2018) dalam Serta Jangka Jayabaya Relasi Sastra, Sejarah dan Nasionalisme menyebutkan bahwa Jangka Jayabaya yang berada pada Museum Radyapustaka merupakan karya sastra keraton berdasarkan tulisan tangan Padmasusastra yang merupakan naskah tendhak atau salinan, Sasmita turut menyuarakan bahwa “Jangka” diartikan sebagai petunjuk yang kemudian oleh masyarakat awam diartikan sebagai sebuah ramalan, sementara “Jaya” memiliki arti berhasil atau menang dan “baya”memiliki arti kekacauan.
Sejarah Jangka Jayabaya
Para Ahli turut mengemukakan bahwa munculnya jangka jayabaya berawal dari Kitab Musarar, yang mana kitab ini ditulis pada tahun 1618 dan Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kadiri berdiri dari abad 1044 hingga 1222 Masehi. Sementara, pada Prasasti Ngantang yang ditulis 1135 menyebutkan tentang kemenangan Panjalu akan Jenggala yang dilakukan oleh Raja Jayabaya.
Berdasarkan sumber tersebut, penulisan antara Kitab Murasar dan masa hidup Raja Jayabaya berkisar antara 400-600 tahun, dari hal tersebut sosok Prabu Joyoboyo yang serat akan ramalannya dan diklaim sebagai Raja Kadiri, Jayabaya terbilang tidak berdasar pada bukti kuat.
Pun, dalam kitab Babad Tanah Jawi ditulis oleh Carik Adilangu II dan disusun oleh W.L Olthof pada tahun 1941 justru menyebutkan Prabu Joyoboyo sebagai salah satu keturunan Pandawa yang memiliki anak bernama Joyowijoyo, sementara dalam Babad Kadhiri, Prabu Joyoboyo hanyalah seorang Barata Wisnu yang menjelma untuk menyelamatkan umat manusia.
Peninggalan sejarah Kerajaan Kadiri, berupa Prasasti Hantang, Prasasti Talun dan Prasasti Jepun pun tidak menyebutkan mengenai serat jangka jayabaya, di dalam Prasasti justru disebutkan kemampuan Raja Jayabaya dalam menulis sastra. Hal ini turut diperkuat pula dengan pengakuan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dalam Kitab Kakawin yang menurutnya, Raja Jayabaya membimbing langsung para rakawi dalam membuat sebuah tembang.
Pun, klaim akan Raja Jayabaya sebagai Prabu Joyoboyo akan ramalannya dinilai tidak beralaskan bukti sejarah yang kuat, sehingga Raja Jayabaya dan Prabu Joyoboyo merupakan dua entitas yang berbeda.
Kritik akan Keabsahan Ramalan Jangka Jayabaya
Ulasan mengenai sumber sejarah yang dilakukan oleh para ahli secara tersirat menunjukkan bahwa sejarah di Indonesia erat akan mitos dan legenda, dan hal tersebut telah beredar di kalangan masyarakat selama berpuluh-puluh tahun. Image Raja Jayabaya sang ahli ramal pun kerap ditemui pada berbagai kurikulum pendidikan terkait sejarah di Indonesia.
Akankah masa depan bangsa Indonesia akan digantungkan pada sebuah ramalan yang ditulis pada masa 1618 Masehi?
Tentunya, masa depan Indonesia tergantung pada bagaimana Sumber Daya yang ada. Kita, sebagai insan yang memiliki kecerdasan berpikir diharapkan mampu mengembangkan negara dalam berbagai aspek, menyeimbangkan pola berpikir kita dengan alam, membentangkan analisis akan suatu kebenaran sehingga tercipta keseimbangan yang ada.
Penulis: Gita Zulfie R (CPDS, Indonesia)
Editor: (Dewi Ariyanti Soffi)