Keragaman merupakan suatu keniscayaan yang Tuhan ciptakan. Keberadaan itu bukan untuk disaling-benturkan satu sama lain. Hal yang berbeda tidah hanya menyoal agama, melainkan seluruh unsur didalam kehidupan manusia. Kemanusiaan adalah satu makna yang harus dijaga pada setiap keberadaannya. Karena kemanusiaan tidak hanya berbatas pada etimologis kelompok tertentu, melainkan jauh lebih luas dari hanya seputar komunalitas tertentu. Sampai kemudian perlindungan terhadap kemanusiaan dilindungi dalam asasi-asasi yang beradab dan etik tertentu sebagai poros keadilan yang setara. Tidak ada lagi diskriminasi, marjinalisasi hingga pada konfrontasi dalil-dalil agama.
Indonesia misalnya, salah satu bangsa yang memiliki keragaman agama, budaya, etnik, bahasa hingga tradisi yang terus dijaga akan kelestariannya (genuine). Namun, seringkali terjadi gesekan di antara satu umat dengan umat lain yang beda pemaknaan atas keragaman. Hadirnya Islam sebagai agama mayoritas yang dianut di Indonesia, tidak ada satu pun keinginan untuk menggeser popularitas-peradaban keindonesiaan yang jauh lebih dulu hadir di tanah air ini. Karena ada satu dan lain hal perubahan dan perkembangan zaman, abad 14-15 Masehi, Indonesia atau Hindia, telah dikunjungi oleh sekian etnik umat manusia dari bangsa Barat maupun Timur. Perjumpaan itulah yang dikemudian hari menghadirkan tata sosial-budaya baru bagi bangsa Indonesia.
Kelas sosial terbentuk atas dasar ekonomi, budaya hingga agama. Makna kemanusiaan tidak lagi hadir ditengah-tengah pergumulan antara manusia Barat dan Timur yang bukan lagi tujuan solidaritas melainkan ketika ada tujuan koloni hingga imperialis di tanah air ini. Korespondensi tidak terjalin lagi sebagai proses sosial kemanusiaan yang berjalan apa adanya, akan tetapi terjadi karena proses pemaksaan karena faktor ekonomi dan kepentingan politik belaka.
Sampai tujuan gospel, mereka mampu mencari celah di mana mereka harus berdakwah bagi agamanya. Pun, juga terjadi di masa sebelum koloni Barat merajalela di Hindia, yaitu ketika para penguasa tanah (Raja dan Sultan) berkuasa atas pengaruh Hindu-Budha (India) maupun Islam di tanah air ini kepentingan politik tidak bisa ditutupi hingga fase kamanusiaan memiliki kelas-kelas sosial tersendiri sebagai bangsa. Hanya saja, perlakuan yang berbeda di antara para manusia-manusia yang hadir ditengah-tengah mereka, termasuk kehadiran koloni pra-Barat terhadap pribumi maupun koloni Barat yang hadir di Hindia.
Dalam perkembangannya, Islam bersentuhan dengan keberadaan kerajaan-kerajaan pra-Islam hingga proses Islamisasi sampai pada Islam bersentuhan dengan kolonial Barat dan Timur sebagai respon realitas kedatangan mereka di tanah Hindia. Fase sosial-politik, ekonomi, agama hingga pendidikan menjadi isu menarik di antara perkembangan Islam di Indonesia yang bersentuhan dengan era penjajahan kolonial Belanda di Hindia—sebutan Indonesia di masa penjajahan Belanda. Meski pada akhirnya Islam mampu menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan menjadi mayoritas di Indonesia.
Keberadaan Islam di Indonesia tidak sendirian, melainkan masih banyak agama-agama yang lebih dulu hadir dan lahir di Indonesia sebagai agama leluhur. Tidak hanya agama, etnis di Indonesia juga bagian dari keragaman yang sama-sama dilihat sebagai manusia yang memiliki hak setara. Selain itu, Islam di Indonesia telah melahirkan beragam gerakan, baik gerakan yang berhaluan Sunni, Syiah, Alawi hingga gerakan semi Wahabi muncul dengan dinamikanya di Indonesia.
Wajah Islam sendiri begitu beragam yang mengejawantah makna Islam dalam banyak perspektif, misalnya Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Al-Washiliyah, Tarbiyah, Persis, Nahdlatul Wathan, hingga gerakan mesiah yang kita kenal Ahmadiyah juga turut menghiasi keragama umat Islam di Indonesia. Dalam perjalanan panjang hingga membentuk kesatuan bangsa yang legal, gerakan-gerakan tersebut turut serta memperjuangan dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dalam banyak hal. Gerakan kemerdekaan tersebut tidak hanya kelompok Islam atau umat Islam saja, melainkan dari individu-individu maupun agama lain juga menjadi bagian dari para pejuang bangsa yang tidak bisa terpisahkan.
Sisi kemanusiaan pada setiap perjalanan sejarah bangsa Indonesia maupun dalam parsial yang luas bahwa setiap manusia memiliki hak untuk berekspresi dalam segala hal. Kemanusiaan merupakan tujuan utama dan terpenting dalam keragaman bukan karena latar belakang apapun di belakangnya. Sisi kemanusiaan dipandang memiliki kekuatan untuk membangun segenap bangsa. Sejarah bangsa Indonesia tidak hanya dilihat dari sisi kebesaran peristiwanya, akan tetapi perlu dilihat kembali peran penting masing-masing individu atau kelompok yang turut serta dalam membentuk keharmonisan bangsa. Hal tersebut penting, karena sisi kemanusiaan perlu disorot sebagai bagian dari perjuangan yang memiliki kesetaraan dan tidak ada lagi melebihkan gerakan etnik-etnik dan agama tertentu.
Proses di mana pemaknaan terhadap sisi kemanusiaan dalam sejarah begitu amat sangat penting. Hal tersebut di karenakan posisi pelaku sejarah agar melihat netralitas dalam gerak sejarah yang sesungguhnya. Misalnya gerakan perempuan sebagai titik imbang dari gerakan kelompok laki-laki pada umumnya, etnisitas bahwa tidak ada lagi narasi yang harus memberikan perbedaan di antara etnik-etnik lain di Indonesia bahkan dunia semua adalah sama, dan semua agama memiliki makna ketuhanan masing-masing sebagai intisari pada setiap spiritualitas tanpa diskriminasi kebenaran masing-masing agama, akan tetapi mengakui dan menghargai keberadaan mereka ialah persatuan dalam membangun keharmonisan bangsa. Semua dimulai dari sisi kemanusiaan untuk menciptakan kerukunan.
Penulis: Ahmad Zainuri (Duta Damai BNPT-RI Regional Jawa Timur)