Sejarah Indonesia kaya akan kisah-kisah pahlawan yang tidak hanya mempertahankan kekuasaan, tetapi juga mengupayakan perdamaian di tengah konflik yang melanda. Salah satu contohnya terdapat dalam Serat Pararaton, sebuah naskah kuno yang tidak hanya mencatat peristiwa-peristiwa penting Kerajaan Singhasari dan Majapahit, tetapi juga memperlihatkan bagaimana cinta damai dan toleransi berperan dalam menyelesaikan konflik.
Serat Pararaton mengisahkan masa-masa sulit di Kerajaan Singhasari, di mana pemberontakan dan konflik tidak jarang terjadi. Para bangsawan dan kelompok-kelompok tertentu sering kali menentang pemerintahan raja yang sedang berkuasa. Konflik internal ini tidak hanya mengancam stabilitas politik, tetapi juga menciptakan ketegangan dalam masyarakat.
Tidak hanya dari dalam, Singhasari juga menghadapi ancaman dari luar. Kerajaan-kerajaan tetangga seperti Janggala turut serta dalam menguji kekuatan Singhasari. Konflik ini menciptakan kondisi sulit bagi pemerintahan, yang harus menemukan cara untuk menghadapi tantangan tanpa mengorbankan kestabilan dan perdamaian di dalam negeri.
Di tengah dinamika konflik yang memuncak, muncullah sosok Kertanegara, salah satu raja besar dalam sejarah Jawa. Maharajadiraja Kertanegara dikenal sebagai pemimpin yang kuat dan cerdas dalam mengelola kerajaan dan menghadapi tantangan yang mengancam kestabilan. Ia tidak hanya menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaannya, tetapi juga bijaksana dalam menjalin diplomasi dan membangun perdamaian.
Kertanegara berhasil meredam pemberontakan-pemberontakan yang mengancam kerajaannya. Ia juga mampu menanggulangi ancaman dari luar, termasuk serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga yang berambisi untuk menaklukkan Singhasari. Keberhasilan Kertanegara dalam mengelola konflik tidak hanya memperkuat kekuasaannya, tetapi juga menciptakan fondasi untuk perdamaian yang berkelanjutan di wilayahnya.
Kepemimpinan Maharajadiharja Kertanegara mencerminkan nilai-nilai cinta damai dan toleransi. Meskipun dihadapkan pada konflik-konflik yang seringkali disertai dengan sikap intoleransi dan ketidaktoleranan, Kertanegara tetap berpegang pada prinsip perdamaian. Ia tidak hanya melihat musuh-musuhnya sebagai lawan yang harus dikalahkan, tetapi juga sebagai pihak yang dapat diajak berdamai dan bekerja sama untuk kepentingan bersama.
Maharajadiraja Kertanegara membangun jembatan antara berbagai suku dan kelompok dalam kerajaannya, menggalang persatuan di tengah perbedaan. Sikap inklusifnya dalam mengelola kerajaan tidak hanya memperkuat kekuasaannya, tetapi juga menciptakan lingkungan yang harmonis bagi rakyatnya. Ini membuktikan bahwa cinta damai dan toleransi bukanlah hal yang lemah, tetapi justru merupakan kekuatan yang mampu mempersatukan bangsa.
Kesuksesan Kertanegara dalam menghadapi konflik-konflik yang melanda Singhasari pada akhirnya menghasilkan perdamaian yang stabil. Dengan kebijaksanaannya, ia mampu menciptakan kondisi di mana berbagai kelompok dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Pada titik ini, tema “cinta damai, cinta sesama” dalam sejarah Kertanegara sangat relevan, karena nilai-nilai ini tidak hanya menjadi landasan moral dalam kepemimpinannya, tetapi juga mengilhami kebijakan-kebijakan yang mendorong persatuan dan kesatuan di antara rakyatnya.
Serat Pararaton menunjukkan bahwa cinta damai dan toleransi memiliki peran yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab. Kertanegara adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin dapat mengubah konflik menjadi peluang untuk memperkuat persatuan dan mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Melalui kepemimpinannya, kita dapat belajar bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk mengelola perbedaan dengan bijaksana dan membangun hubungan yang harmonis di antara sesama manusia.
Penulis : Satria Ramadhan Dimastrory
Tema : Cinta Damai