Memandang perempuan sebelah mata dan menganggap perempuan hanya mampu bekerja di ranah domestik (rumah tangga) tentu kurang tepat. Sikap seperti ini tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Pancasila. Hakikatnya Pancasila menghargai keberadaan perempuan. Dalam sejarah panjang Indonesia, perempuan tercatat memiliki kontribusi besar dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila.
Merunut dari sejarah, perempuan ikut memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam sejarah berdirinya Indonesia. Salah satunya adalah Raden Ajeng Kartini, sebagai tokoh perempuan revolusioner yang berhasil mengguratkan tinta emas dalam sejarah Republik Indonesia karena kegigihannya memimpin pasukan dan melawan penjajah. Sampai sekarang namanya tetap dikenal sebagai ikon perempuan teladan di Indonesia.
Para perempuan mempelopori terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia untuk pertama kalinya di Yogyakarta tanggal 22 Desember 1928. Sejarah juga mencatat perempuan berperan dalam proses perumusan Pancasila yang dilakukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ketika mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ada dua figur perempuan tangguh yang ikut berperan merumuskan Pancasila di BPUPKI yakni, Ayu Maria Ulfa Santoso dan Raden Nganten Siti Sukaptina Sunaryo.
Keduanya memberikan kontribusi nyata dalam perjuangan merumuskan dasar negara, dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan Ayu Maria Ulfa Santoso dipercaya untuk menjadi Menteri Sosial Republik Indonesia, hal ini merupakan salah satu prestasi besar yang berhasil ditorehkan oleh kaum perempuan.
Tidak berhenti sampai disitu, perempuan dapat menjadi pemimpin tertinggi negara. Seperti Megawati Soekarno Putri sebagai perempuan pertama yang berhasil menjadi pemimpin negara. Kebijakan yang dihasilkan juga tak kalah saing, yakni berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila secara lebih luas dalam kehidupan berbangsa. Amerika Serikat, negara yang pertama kali mencetuskan sistem demokrasi, sudah lebih 200 tahun tidak pernah dipimpin perempuan. Namun di Indonesia, perempuan mendapat penghormatan lebih dan diberikan kesempatan menjadi pemimpin negara.
Di era globalisasi seperti sekarang, perempuan semakin mendapat pengakuan dalam kehidupan sosial. Pancasila jelas menghargai keberadaan dan eksistensi perempuan. Pancasila mengandung nilai-nilai moral meliputi: nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Jika telisik lebih dalam, keseluruhannya memberikan apresiasi terhadap perempuan. Setidaknya, terdapat tiga sektor penting yang dapat dijadikan fokus kontribusi perempuan dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Ketiga sektor itu sebagai berikut:
Pertama sektor domestik (keluarga), disini perempuan mempunyai peran sangat penting yakni sebagai istri dan mitra bagi suami dalam membina keluarga, dan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Di era Revolusi Industri seperti sekarang, memungkinkan terjadi komunikasi batas antar negara. Para ibu dituntut untuk arif, cerdas, kreatif, mampu mendistribusikan, dan menanamkan nilai-nilai moral Pancasila pada anak-anaknya sejak dini.
Dalam keluarga, ibu berfungsi sebagai madrasah pertama bagi putra-putrinya. Ibu dapat mengajarkan Pancasila kepada anak-anaknya dengan cara yang baik, lemah lembut, dengan bahasa sederhana yang dimengerti. Ini dilakukan agar proses internalisasi Pancasila pada diri anak dapat lebih maksimal dan menjadi kepribadian anak-anak. Dengan mendidik anak-anak dengan nilai luhur Pancasila, menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang terpuji, religius, dan memiliki rasa cinta pada negerinya. Ini juga dimaksudkan agar anak-anak terhindar dari pengaruh negatif dari globalisasi dan perkembangan teknologi.
Kedua sektor fasilitator. Dalam keluarga, perempuan dituntut untuk menjadi mediator serta fasilitator bagi putra-putrinya. Perkembangan teknologi di era revolusi industri selain membawa dampak positif, juga dapat mendatangkan dampak negatif. Hal ini berbahaya bagi anak-anak karena masih dalam proses pertumbuhan dan penerimaan sosialisasi nilai. Seorang Ibu harus mampu menjaga dan memfilter putra-putrinya dari dampak negatif perkembangan zaman. Selain itu perempuan diharapkan mampu menghadirkan suasana menyenangkan bagi anak untuk belajar serta dapat membantu pengembangan diri (intelektual).
Ketiga sektor publik. Keterlibatan perempuan dalam sektor publik sangat penting. Dengan terlibat langsung di sektor publik, memungkinkan perempuan untuk mengamalkan Pancasila secara lebih terstruktur, massif dan hegemonik. Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk tampil didepan publik. Di era revolusi industri, perempuan semakin menunjukkan kontribusi yang nyata. Perempuan mendapat kepercayaan dalam ranah publik untuk menjadi pemimpin. Banyak kepala daerah diisi oleh perempuan, Tri Rismaharani (Walikota Surabaya), Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur).
Dalam pemerintahan sekarang di Kabinet Indonesia Maju Jokowi Ma’ruf, dari 38 Kementerian dan lembaga tinggi negara, 5 diantaranya diisi perempuan, yaitu: Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Menteri Luar negeri Retno Marsudi.
Presiden Jokowi juga mengangkat Staf Khusus untuk menjadi teman diskusi, memberi masukan-masukan, dan menjadi jembatan presiden dengan diaspora-diaspora muda seluruh Indonesia, dan membantu dalam merealisasikan program-program pemerintah. Dari 13 Staf, 4 diantaranya adalah perempuan. yaitu Angkie Yudistia, Dini Shanti Purono, Ayu Kartika Dewi, dan Putri Indah Sari Tanjung. Putri Tanjung bahkan masih berusia 21 tahun, merupakan salah satu pencapaian terbaik perempuan sejak era reformasi.
Dan yang terbaru, Miss Indonesia 2020 Ayu Maulida dan para finalis Miss Indonesia lainnya dipercaya untuk menjadi Duta 4 Pilar MPR RI (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD NRI 1945), dan ikut mensosialisasikan 4 konsensus kebangsaan kepada masyarakat. Ini sekaligus menegaskan betapa pentingnya peran perempuan dalam menjaga dan mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat semakin menghargai keberadaan perempuan, karena perempuan mempunyai kredibilitas serta kualitas yang tidak kalah dengan laki-laki. Perempuan hadir bukan sebagai pelengkap lagi-laki semata, tetapi menjadi mitra strategis laki-laki, ini sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Keduanya sama-sama mempunyai kesempatan untuk tampil di depan publik dan memberikan kontribusi terbaiknya. Perempuan telah membuktikan kontribusinya dalam menjaga dan mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sosial. Pancasila bukan hanya milik kaum laki-laki, bukan pula milik kaum perempuan semata, tapi Pancasila adalah milik kita semua, Pancasila adalah kita.
Penulis: Nur Kholis (Duta Damai Jawa Timur)