Akhir ini, bangsa Indonesia memasuki era demokrasi gegap gempita pesta rakyat yang akan digelar Februari nanti. Banyak orang sudah mulai riuh di warkop, trotoar, kolong jembatan, bahkan media sosial. Debat Capres-Cawapres seakan menjadi tayangan yang ditunggu-tunggu dari pada Dangdut Academy, Ganteng-ganteng Singo, atau Serial FTV/ Sinetron Romansa lainnya.
Obrolan politik semakin menggaung dari telinga ke telinga, mulut ke mulut, dan menyebar di udara bak korona. Pemberitaan tentang politik pun menyesaki layar televisi hingga kanal Youtube. Sebenarnya, politik dalam bernegara atau berdemokrasi di Indonesia harus bagaimanakah, sehingga dari konstalasi politik mampu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan tentu bahagia. Anehnya, di Indonesia masih kontes saja ramainya tidak kepalang.
Politik bukan lah hitam putih, benar salah, atau baik buruk, politik setidaknya bagi penulis merupakan formula atau strategi mewujudkan Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Dalam hal ini politik, Pemilu, atau bahkan Partai Politik itu sudah menjadi kesatuan bagi negara demokrasi.
Membincang politik di Indonesia sangatlah seru dan menarik, karena di dalamnya terdapat keberagaman pandangan politik, sosial kemasyarakatan, dan kebudayaan. Tidak bisa model demokrasi di Indonesia dibandingkan dengan Amerika Serikat, Cina, atau Arab. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi pencarian, yah, demokrasi tanpa bentuk, maka wajahnya sebagaimana yang kita saksikan saat ini.
Banyak dari kita terbawa arus euforia demokrasi berbentuk Pemilu ini dengan sesat pikir. Banyak juga dari kita yang membela mati-matian Pasangan Calon (Paslon)nya hingga rela jotos-jotosan sama teman atau tetangganya. Padahal, kalau kita sadar dengan fanatik mendukung Paslon itu tidak ada untungnya bagi bangsa ini, malah banyak ruginya. Perjuangan bangsa ini bukan dukung-mendukung Paslon, tapi lebih jauh dari itu adalah mencari dan menemukan demokrasi itu sendiri.
Tujuan kita berdemokrasi saat ini adalah menemukan demokrasi itu sendiri. Pemilu hanyalah tahapan awal membangun demokrasi. Pemilu hanya bagian dari demokrasi, lalu demokrasi apa yang hendak dicari oleh bangsa ini?
Demokrasi yang kita cari adalah demokrasi yang menebar rahmat kepada semua makhluk, demokrasi rahmatan lil alamin. Dari gambaran debat-debat yang telah berlangsung sudahkah kita menemukan gagasan yang mendekatkan diri dari rahmat itu sendiri? Atau debat-debat dengan kualitas rendah itu malah menjauhkan kita dari rahmat? Tentu kita bisa saling memberi skor bagi demokrasi kita hari ini.
Ajang debat sebenarnya sebuah langkah efektif dalam menggali gagasan masing-masing Paslon, tapi apa yang terjadi pada setiap debat? Saling olok, saling serang, dan saling menghujat. Gagasan-gagasan para Paslon masih sebatas menjatuhkan harkat martabat, dan debat pun terlaksana tanpa landasan ucapan dan perilaku yang baik.
Sekali lagi, gambaran Pemilu kali ini belum merepresentasikan kedewasaan politik kita. Bahkan payahnya, menjelang Pemilu 2024, sudah terjadi penodaan konstitusi oleh salah satu Paslon. Usai itu, akhir-akhir ini juga marak intimidasi, politik uang, dan pengerahan perangkat negara untuk mendukung salah satu Paslon.
Kusut demokrasi hari ini menjadi tugas bersama kita ke depan. Kesadaran politik masyarakat perlu dibangkitkan dengan kesadaran demokratik, bukan sekedar elektoral saja. Kesadaran politik merupakan kesadaran mengambil peran sentral dalam mewujudkan demokrasi yang beradab dan yang bisa menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh bangsa.
Demokrasi beradab inilah yang terintegrasi pada demokrasi rahmatan lil alamin, demokrasi yang memberi rahmat kepada seluruh alam semesta. Demokrasi rahmatan lil alamin sekurangnya berpegang pada nilai kesetaraan, keadilan, perdamaian, dan kemanusiaan. Selain itu, demokrasi rahmatan lil alamin membutuhkan sikap proaktif dari setiap elemen masyarakat. Masyarakat perlu menyadari bahwa dirinya bagian dari baik-buruknya demokrasi ke depan, jika pandangan dan sikap demokrasinya lemah, maka akan menentukan bentuk demokrasi ke depannya.
Masyarakat proaktif berdemokrasi berarti masyarakatlah yang menjadi pemain utama dalam laga demokrasi, seperti halnya Pemilu. Selebihnya masyarakat juga yang perlu mengawal terlaksananya demokrasi; keadilan sosial, pemerataan hak, perlindungan HAM, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan hukum. Masyarakat atau rakyat berkuasa atas segalanya.
Demokrasi rahmatan lil alamin mencitakan kehidupan masyarakat yang aman, tentram, dan sejahtera. Selain itu, hal ini juga bersikap egaliter dan menjunjung keadilan dan anti diskriminasi. Demokrasi rahmatan lil alamin juga menciptakan kebijakan dan mewujudkan berkeadilan dan berkelanjutan pada relasi antar manusia, lingkungan hidup dan tak hidup, serta makrokosmos lainnya.
Penulis : Al Muiz Liddinillah
Editor : Akbar Trio Mashuri