Bulan Ramadhan tidak hanya mengabadikan momen spiritualitas umat, tapi dalam lintasan sejarah terdapat beberapa peristiwa dan kisah yang memberikan pelajaran penting. Pelajaran penting ini harus kita tanamkan dalam kehidupan pribadi maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara bahkan beragama. Ramadhan dan kasih sayang, sepertinya menjadi salah satu cara bagaimana ramadhan senantiasa tetap menjadi bulan terus memberikan kebahagian, keberkahan, kebermanfaatan dan kebermaknaan. Setiap umat yang ikut serta dalam pelaksanaannya memberikan dampak positif bagi kemaslahatan umat dan bangsa.
Kemaslahatan bangsa itu jauh lebih penting daripada kebenaran bangsa. Membangun religiusitas harus bisa berimbang pada sisi sosiologisnya, agar diantara dua variabel tersebut bisa saling mengisi dimana kekosongan akan ruang-ruang dalam kehidupan. Salah satunya di bulan ramadhan ini, momen menarik dan besar seharusnya bisa dimanfaatkan sebahagia dan sebaik mungkin dalam mem-branding sedemikian produk kegiatan yang menjadi sebuah perhelatan dengan memberi kesan dan pesan akan keharmonisan bangsa yang majemuk.
Berkumpul membentuk sebuah perhelatan besar dan membangun kebersamaan demi kemerdekaan, itu sebuah cara yang dapat dilakukan bagi umat dalam membangun perdamaian. Misalnya di bulan ramadhan ini, dalam menyatukan bangsa dengan umat yang berbeda. Apalagi kondisi bangsa yang sedang tegang baik sisi agama, ekonomi, sosial maupun politik, ramadhan ini sepertinya menjadi kunci bagi kedamaian dan keharmonisan berbagai komponen yang ada di bangsa ini.
Melalui konsolidasi bersama, seperti buka bersama dengan beberapa kelompok yang berbeda, sepertinya bisa membangun umat Madani dari sisi sosioreligius yang disatukan dalam perhelatan bersama. Sebagai bangsa yang memiliki mayoritas Muslim terbesar di dunia, wajib melaksanakan titah Tuhan dalam membangun keharmonisan.
Harusnya, Indonesia bisa menjadi contoh bagi umat dunia sebagai negara yang memiliki kemajemukan agama, budaya, etnis, namun mayoritas Muslim. Akan tetapi keberadaan mereka saling mengakui dan menghargai, akan apanya? Mengakui dan menghargai akan keberadaan, kondisi sosial- keagamaan, politik hingga gagasan mereka, yang patut menjadi rumus bersama bagi keberadaan kelompok Muslim yang Wasathiyah, mengedepankan ukhuwah Insaniyah dan
Wathaniyah.
Ini juga tercermin dalam konsolidasi bagi umat bangsa ini yang hendak merebut kemerdekaan negara Indonesia. Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 semenjak sekutu menjatuhkan hadiah di Nagasaki dan Hiroshima. Akhirnya Jepang pulang dan Indonesia pun mendesak untuk merdeka, dengan pemikiran dan
pertimbangan yang matang, tepat pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 M/9 Ramadhan
1334 H teks proklamasi dikumandangkan dengan lantang dan tegas.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, terutama kemerdekaan bangsa ini, tepat terjadi pada bulan ramadhan. Sebelum proklamasi dikumandangkan, ada beberapa rentetan peristiwa sebagai salah satu cara disegerakannya kemerdekaan bangsa Indonesia. Misalnya, sejak 15 Agustus 1945/7 ramadhan 1334 H hingga 16 Agustus 1945/8 ramadhan 1334 H, banyak tragedi yang dilewati, mulai dari Jepang menyerah dari Sekutu yang menurunkan bom di kota Nagasaki dan Hiroshima, kemudian pemuda mendesak kepada Ir. Soekarno untuk segera mengumandangkan kemerdekaan pada 7 Ramadhan 1334 H pukul 22.00 yang dipimpin oleh Wikana sebagai anggota golongan muda. Esok paginya, 8 ramadhan 1334 H/16 Agustus 1945 M, golongan muda menculik Ir. Soekarno ke Rengasdengklok (Karawang).
Di pilih Soekarno pada hari Jumat, 17 Agustus 1945, kenapa? Karena ia meyakini bahwa angka 17 merupakan angka keramat, terlebih bagi umat Islam. Misalnya, Al-Quran diturunkan pada 17 Ramadhan, Shalat seharinya terdiri dari 17 rakaat, dan bertepatan pada waktu itu ialah hari Jumat yang merupakan hari mulia bagi umat Islam. Dari peristiwa itulah, Soekarno memilih tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari untuk mengumandangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, terlepas itu kebetulan atau memang sudah direncanakan. Inilah bunyi teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Ibrah yang dapat kita petik sebagai lesson learn ialah, jangan menjadi manusia yang bermalas-malasan terhadap situasi dan kondisi apapun. Para perumus kemerdekaan bangsa ini saja mereka berpuasa dalam menyusun kemerdekaan Indonesia, kita seharusnya lebih dari itu dalam memperjuangkan kemerdekaan masa depan.
Kedua, bangun dalam perihal musyawarah, karena itu penting. Misalnya tadi, sebelum proklamasi kemerdekaan dikumadangkan, baik golongan tua maupun muda mereka bermusyawarah dahulu dalam penyusunan teks kemerdekaan hingga hari pengumandangan teks proklamasi kemerdekaan.
Ketiga, bertawakal kepada Allah yang senantiasa kita curahkan setiap saat. Antara ikhtiar dan tawakal harus berimbang, itupun yang dilakukan Soekarno dan Hatta maupun penggagas lainnya, hingga kemudian dipilihnya tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan. Kontruksilah bulan ramadhan ini sebagai bulan kemerdekaan dalam membangun jiwa yang harmonis dan pengendalian diri dari keburukan, kebencian, ketegangan yang membuat resah dan konflik akan selisih pemahaman. Jadi bangun cinta, kasih sayang, kemanusiaan, meski engkau berbeda dengan kenyataan kehidupan, sehingga ramadhan dan kemerdekaan ialah satu kesatuan sebagai konsepsi keharmonian, kerukunan dan perdamaian dalam membangun kemajemukan akan keberagamaan bangsa yang multikultural ini
Penulis : Ahmad Zainuri
Sumber Gambar : NU Online