Pada bulan Juli ini kita memasuki masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Kurang lebih setengah bulan fasilitas umum atau ruang publik dikosongkan dan dipaksa tutup. Hal ini diakibatkan oleh lonjakan kasus Covid-19, masyarakat diwajibkan untuk mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Meskipun demikian ada banyak hal agar kita bisa tetap beribadah, menjaga diri dan iman.
Beribadah juga termasuk dalam menjaga diri sekaligus stabilitas mental. Untuk itu, agar tetap bisa beribadah kita bisa mengikuti kegiatannya secara online. Kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan oleh lembaga agama masing-masing, baik ibadah mingguan maupun kajian secara berkala. Dalam suasana saat ini kita masih bisa bersilahturahmi dan bertatap muka meskipun via online.
Tidak hanya kesehatan secara jasmani namun juga rohani yang patut dipelihara. Pandemi pada dasarnya merupakan ajang untuk berefleksi dan merenungkan atas tindakan serta langkah apa yang harus kita ambil selanjutnya. Pencapaian dan jati diri juga harus kembali bangkit dengan beragam upaya serta polemik didalamnya. Penguatan diri menjadi aspek yang penting agar sehat secara jasmani dan rohani.
Agama merupakan alat pengendali untuk menenangkan hati manusia yang dilanda kegundahan, Meskipun agama tidak menawarkan solusi konkrit, tetapi agama dapat mengubah kondisi batin ataupun psikis seseorang menjadi lebih baik. Hubungan Tuhan dengan manusia pun bersifat vertikal. Pada situasi pandemi saat ini yang bisa kita lakukan adalah mematuhi protokol kesehatan dan tak lupa untuk beribadah. Sehingga yang kita lakukan adalah ikhtiar, baik secara duniawi maupun pada Yang Maha Esa.
Seperti pada masa lockdown atau pembatasan saat ini, dalam Islam ada hadits yang meriwayatkan saat terjadi wabah. “Jika kalian mendengar kabar tentang merebaknya wabah tha’un di sebuah wilayah, janganlah kamu memasukinya. Dan jika kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kamu keluar darinya” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu stay at home menjadi kondisi yang paling tepat.
Tidak hanya dalam agama Islam, agama lain pun demikian. Seperti pada kegiatan Misa Natal tahun 2020 yang dilaksanakan secara online pada gereja masing-masing wilayah. Hal tersebut tidak mengurangi rasa khidmat dalam prosesi hari suci tersebut, karena yang terpenting bisa berkumpul dan bertemu dengan keluarga tercinta.
Agama memberikan akses yang fleksibel bagi umatnya untuk beribadah dan memperkuat diri secara spiritual. Ketika unsur spiritual terpenuhi, maka kondisi mental atau psikis akan baik dan berdampak pada kesehatan secara jasmani. Oleh karena itu usahakan untuk tidak melanggar protokol kesehatan apalagi dengan dalih agama.
Pada era ini banyak kalangan masyarakat bahkan tokoh setempat menggunakan dalih agama untuk tetap melakukan kegiatan secara offline dengan tidak mematuhi protokol kesehatan. Urusan kematian memang ada di tangan Tuhan, namun alangkah baiknya kita tidak mempertentangkan atau mengaitkan antara pandemi dan ketetapan Tuhan. Karena keduanya jelaslah berbeda, mematuhi protokol kesehatan merupakan sebuah upaya pencegahan, sedangkan kematian telah tertulis pada garis manusia sebelum dilahirkan.
Jika dalam islam terdapat dua jenis takdir manusia, yakni takdir mubram dan takdir muallaq. Takdir mubram yakni takdir yang sudah ada atau ditetapkan, sehingga ketetapannya tidak bisa diubah lagi, seperti: jodoh dan kematian. Lalu, takdir muallaq sebagai takdir yang ketetapannya masih bisa diubah atau diusahakan oleh umat manusia melalui segala cara, seperti: rejeki, kesehatan dan solusi untuk keluar dari sebuah masalah. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa diambil hikmah bahwa pandemi tidak menghalangi kita dalam berkegiatan, salah satunya ibadah. Mematuhi protokol kesehatan adalah bentuk menjaga diri yang termasuk dalam takdir muallaq, sehingga agama bisa diakses secara flexibel tanpa mengurangi esensi yang ada. Oleh karena itu, jangan lupa untuk stay healty dan safety teman-teman.
Penulis: Dewi Ariyanti Soffi (Duta Damai Jawa Timur)