Oleh: Dewi Ariyanti Soffi
Hari itu warga mendadak ramai mendatang rumah Pak RT, entah apa yang terjadi. Mereka terdengar jelas membicarakan sosok yang misterius yang datang pada tengah malam. Tentu saja aku tidak langsung percaya. “Mana ada di jaman modern makhluk astral seperti itu” gumamku. Tapi ada satu hal yang membuatku tertarik.
Setelah kejadian itu warga menghubungkan dengan lonjakan kasus Covid-19 saat ini. Mereka menganggap bahwa makhluk yang datang membawa virus. Konon katanya jika mereka mendengar sosok yang mengetuk pintu rumah, mereka tidak boleh membukanya. Karena jika dibuka, diyakini tidak ada wujudnya dan menyebabkan kematian.
Aku bertanya pada Toni, dia adalah temanku dan kebetulan usia kami sepantaran. “Ton, kenapa para warga memasang boneka depan rumahnya? Mirip orang-orangan sawah lagi, emang ngefek ya?” tanyaku sambal penasaran.
“Kalau dipikir secara logis nggak yaa. Tapi setelah aku baca di beberapa berita ternyata tidak daerah kita saja yang begini. Banyak daerah lain yang mengalami kejadian yang sama. Nah, boneka itu digunakan sebagai penolak bala mungkin biar virusnya takut kali haha.” jawab Toni
“Ahh yang benar aja, kan virus benda tak terlihat. Mana bisa takut sama boneka. Berarti lebih takut sama boneka dong daripada masa PPKM Jawa-Bali Level 4.” jawabku sambil tertawa.
“Hahaha benar juga. Tapi kejadian ini umumnya terjadi di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur. Kalau nggak salah mereka meyebutnya Lampor. Jadi itu makhluk astral yang datangnya tengah malam dan mengetuk pintu rumah warga biasanya.” tegas Toni
“Ohh gitu, berarti udah ada warga yang sebagai korban dong. Apalagi kemarin warga ngumpul di rumah Pak RT. Mungkin ini sebagai peringatan juga biar warga tidak berkerumum atau berkegiatan apalagi sampai tengah malam.” jawabku.
Ditengah-tengah pembicaraanku dan Toni, ternyata ibu mendengar percakapan kami dari belakang. Beliau langsung ikut nimbrung dalam pembicaraan kami “Ohh jadi ini yang kalian bicarakan, sebenarnya itu hantu sudah lama. Bahkan semenjak ibu kecil, Cuma sekarang baru viral lagi.” tutur Ibu dari ruang tengah.
“Aku kira hantu baru, siapa tau dia bisa kita ospek kayak mahasiswa baru bu hehe. Tapi kalau dipikir-pikir ini juga ada dampak positifnya. Kita jadi takut buat keluar malam, apalagi batas jam PPKM sampai jam 8 malam. Jadi kan petugas nggak perlu capek keliling razia, bocah nakal kayak Toni.” jawabku dengan nada bercanda.
Toni hanya melirikku dengan sinis mungkin ia juga bergumam dibenaknya. Tidak ada yang menyangka dengan kejadian ini. Dengan adanya mitos yang bagian dari bentuk kerifan lokal ini, masyarakat menjadi patuh dan membawa perdamaian. Toni yang biasanya mengajakku nonton bareng hingga badminton tengah malam, kini tak berani lagi. Bahkan ia mengajakku untuk menginap dirumahnya, karena ia takut sendirian.
**
Dari pembicaraan di ruang tamu rumahku ini, memunculkan sedikit pertanyaan dibenakku. Apa jangan-jangan ini sebuah bentuk pengalihan isu dari lonjakan kasus COVID-19 yang tinggi? Entahlah, yang jelas kita hanya bisa menaati peraturan yang ada dan menjaga diri sebaik mungkin.
Hal ini juga mirip dengan apa yang terjadi pada masyarakat Vietnam setelah terjadinya Perang Vietnam Utara dan Selatan. Masyarakat memasang boneka depan rumahnya agar menangkal arwah yang diyakini akan membuat bom yang belum meledak, bisa saja meledak sewaktu-waktu. Bedanya boneka yang digunakan oleh warga disini memakai kerudung, sebagai simbol dari umat islam. Rupanya, ini bagian dari kepercayaan yang hendaknya harus kita hormati. Ada dan tidaknya Lampor kita memang seharusnya dirumah saja agar tidak memperbesar lonjakan COVID-19.
“Kalau gitu, lebih baik kalian bergegas mandi dan makan. Lalu melanjutkan tugas akademik kalian yang masih numpuk. Agar lebih semangat, ibu buatkan pisang goreng” Jawab ibu sambil berjalan kearah dapur.