Pada hari Rabu, 13 November 2024 Duta Damai BNPT RI Regional Jawa Timur, Gubuk Tulis, dan Oase Institut kembali mengadakan kegiatan Jagongan Buku untuk memperingati hari pahlawan 10 November. Jagongan buku kali ini membahas,membedah dan mengulik buku yang berjudul “Jejak Penggerak Literasi Bangsa” karya Janwan Tarigan.
Janwan menulis buku “Jejak Penggerak Literasi Bangsa” karena berawal dari banyaknya pernyataan mengenai “Indonesia merdeka karena bambu runcing”. Hal ini cukup mengganjal pikiran beliau karena setelah beliau membaca beberapa buku bahwa sebenarnya Indonesia merdeka tidak hanya menggunakan bambu runcing akan tetapi juga”pikiran runcing”.
Arti kata “pikiran runcing” disini adalah menulis dan membaca. Semua pendiri republik ini adalah pembaca yang luhung. Menurut beliau pejuang kemerdekaan yang kita kenal adalah orang-orang yang punya karya. Karena alasan tersebut beliau mulai menelusuri lebih jauh apa saja karya para pendiri bangsa dan sumbangsih terhadap kemerdekaan Indonesia dengan menulis buku ini.
Buku ini mencakup berbagai aspek penting, mulai dari sejarah perkembangan literasi di Indonesia hingga peran penting pendidikan dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan berdaya saing. Penulis menyampaikan kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh yang gigih berjuang untuk meningkatkan minat membaca dan menulis di kalangan masyarakat Indonesia.
Selain itu, buku ini juga menyoroti berbagai program literasi yang telah diluncurkan di tingkat lokal hingga nasional, serta evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalannya. Lalu pemaknaan literasi yang dituangkan pada buku “Jejak Penggerak Literasi Bangsa” itu memiliki makna luas.
Tidak hanya sekedar membaca dan menulis. Literasi tidak berhenti dengan kita membaca saja tetapi juga bagaimana kita mengabadikan dan mendeminasikan gagasan yang kita baca sehingga dapat dikatakan tujuan utama buku ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih mengenai pentingnya literasi bagi kemajuan bangsa.
Menurut Janwan, salah satu kekurangan kita setelah kita belajar dari penggiat literasi pasca kemerdekaan adalah kita adalah masyarakat yang malas untuk menulis.
Dilihat dari survey bahwa Indonesia adalah negara dengan tingkat literasi yang rendah yakni peringkat 60 di dunia. Selain itu menurut data jumlah terbitan pada tahun ini hanya 30.000 judul buku mengingat jumlah penduduk Indonesia 280 juta. Sehingga dapat dikatakan bahwa banyak sarjana dan ada banyak pengajar seperti dosen yang tidak memproduksi ilmu pengetahuan.
Kisah yang dapat dijadikan contoh terkait literasi adalah perjalanan Multatuli. Karya Multatuli yang berjudul “Max Havelaar” mengangkat penindasan di Lebak Banten itu kemudian bergulir menjadi bola salju yang akhirnya pecah dan mendorong adanya suatu gerakan menuntut penjajah untuk membuat kebijakan yang lebih menusiawi. Dari hal ini kita harus membaca sejarah tanpa melihat latar belakang penulis dari segi orangnya,ras nya tetapi berdasarkan nilai.
Sehingga perdebatan ada manfaatnya untuk dijadikan pembelajaran ke depan. Selain itu kisah lainnya terkait gerakan literasi kita dapat belajar dari ibu Kartini mengenai emansipasi perempuan. Walaupun sebenarnya ada banyak tokoh perempuan yang memperjuangkan emansipasi perempuan. Tetapi bedanya ibu Kartini menulis buku.
Hal inilah yang patut kita contoh sebagai generasi muda Indonesia untuk mau menuangkan pikiran dan gagasan kita melalui tulisan sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh tokoh tokoh penggerak literasi Indonesia.
Selamat Hari Pahlawan 10 November
(PENULIS: ARDYA UDYANA GAYATRI~Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Malang)