Malang:- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) bersama Duta Damai Jawa Timur menyelenggarakan dialog kebangsaan di kalangan pemuda di Universitas Brawijaya bertajuk Deen Assalam, Senin, (17/4).
Deen Assalam yang memiliki makna agama dan perdamaian, diharapkan para peserta dapat memperkuat keimanan dalam beragama serta memperkuat ikatan dan persatuan. Selain itu, tema kegiatan ini juga dapat mendorong para peserta untuk lebih menghargai dan menghormati perbedaan agama dan budaya, sehingga dapat memperkuat kerukunan dan persatuan dalam masyarakat khusunya di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelum acara dimulai, kegiatan disambut oleh Direktur Pencegahan BNPT Prof. Irfan Idris yang mengatakan bahwa setiap zaman memiliki generasi. Orang tua pernah muda akan tetapi orang muda belum pernah tua. Oleh karenanya, ia menganjurkan untuk anak muda menuntut ilmu dengan penuh semangat.
“Tuntutlah ilmu dari lahir sampai ke liang lahat. NKRI harga mati, NKRI sampai mati.” Pungkas Prof. Irfan Idris.
Dalam sesi selanjutnya, acara pun dipandu oleh Wakil Koordinator Divisi Public Relations Duta Damai Jawa Timur, Aysha Vio Islamwell F.H.C.I.,B.B.A (Hons). Lalu disusul oleh pemaparan materi Kolonel Sus. Drs. Solihuddin Nasution, M.Si selaku Kasubdit Kontra Propaganda BNPT dan Dr. Mohammad Anas, M.Phil selaku Kepala UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya.
Pada pemateri kedua disampaikan terkait “Wawasan Kebangsaan” yang memiliki tujuan untuk mengajak pemuda agar lebih menghargai dan menghormati perbedaan agama satu sama lain.
“Lebih dari 30% Napi teroris di Indonesia terpapar dan diakibatkan kurangnya wawasan kebangsaan. Indonesia merupakan negara agama, tapi merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdapat dasar negaranya. Allah tidak menghendaki negara kita sebagai negara agama. Harus bangga menjadi warga yang tumbuh dan dibesarkan di Indonesia yang memiliki total 1300 suku. Jika kita dibandingkan dengan Afganistan dengan 7 suku yang dimilikinya namun suasana peperangan cukup sering terjadi dan tidak pernah aman,” ujar Kolonel Solihuddin.
Salah satu nilai-nilai toleransi dan perdamaian yang mampu dikampanyekan dalam tataran masyarakat yakni mengangkat “Local Wisdom”. Sebagai contoh dengan adanya tradisi dan kuliner di Kota Malang yang menjadi daya tarik sebagai wujud dari persatuan. Pada materi berikutnya kemudian disampaikan oleh Dr. Mohammad Anas, M.Phil, dengan topik “Agama dan Perdamaian; Jalan Tengah Moderasi Beragama.”
Beliau menjelaskan bahwa moderasi secara diskursus seringkali dipersepsikan negatif oleh kelompok yang secara populer disebut dengan populisme agama.
“Apakah demikian moderasi beragama? Ketika negara memilih paham integralisme, ada pengakuan hak-hak manusia. Paham Integralisme yang digagas oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo dimana menyeimbangkan antara kebebasan berpendapat dan ekonomi kesejahteraan untuk masyarakat Indonesia,” tegas Pak Mohammad Anas.
Beliau menambahkan terkait benih-benih radikalisme yang muncul diakibatkan tidak adanya keadilan sosial, padahal dalam setiap agama mengajarkan nilai-nilai perdamaian dan toleransi sehingga setiap agama memiliki nilai-nilai universal sebagai contohnya: 1) Kristen, hidup bersama dalam kasih; 2) Katolik, Konsili Vatikan; 3) Hindu, Susila; 4) Buddha, Metta; dan 5) Konghucu, Yin Yang.
Peserta pun sangat antusias dalam mengikuti serangkaian kegiatan, tak terkecuali peserta asal Duta Damai Santri Jawa Timur yang menanyakan bagaimana fenomena intoleransi yang banyak terjadi dalam rentang waktu yang cepat di awal tahun 2023 ini.
“Ada 4 indikator yang dinilai oleh APIK dalam melihat radikalisme, yakni sikap intoleran dalam berkeyakinan, sikap kurang rasa tanggung jawab, memaksakan keyakinan pada orang lain hingga berpikiran sempit dalam berkeyakinan”, ucap Prof. Irfan.
Dari penjelasan itu, tentulah menjadi rekomendasi ke depan bahwa perlu diadakan silaturahmi oleh Duta Damai Jawa Timur maupun Duta Santri Jawa Timur dengan Pemerintah Kab./Kota dan Bangkesbangpol daerah untuk bekerja sama dalam rangka mengkampanyekan toleransi dan perdamaian.
Kegiatan silaturahmi dan dialog kebangsaan di Universitas Brawijaya ini ditutup dengan kegiatan santunan kepada anak yatim dan piatu sebagai bentuk inkarnasi Deen Assalam serta momentum dari Ramadan yang mulia. Kesimpulan yang diberikan yakni bagaimana nilai toleransi minimal hadir pada level ko-eksistensi, sehingga semua pihak harus berkolaborasi mulai dari Duta Damai Jawa Timur, Pemerintah Kab./Kota, dan Kementerian.