Kalimantan Timur yang terdapat kearifan lokal berupa alat musik tradisional sejenis gitar yang bernama Sape. Suara yang dihasilkan dari alat musik ini sungguh sangat merdu. Namun sayangnya, hampir semua generasi muda di Kaltim tidak bisa dan tidak ingin memainkan alat musik ini. Pemuda Kaltim lebih tertarik memainkan alat musik modern seperti gitar dan hanya pemuda yang berada di suku pedalaman yang masih memainkannya.
Keunikan Sape dan Musik Tradisional Kalimantan
Sebagai drummer jazz dan seorang guru kursus musik, saya sangat setuju bahwa Sape harus terus dimainkan oleh generasi muda agar dapat terlestarikan. Hal ini karena Sape memiliki teknik bermain yang cukup mudah dan asyik. Lalu, Sape juga mempunyai tangga nada dan kunci dasar yang cukup unik dan khas. Sape biasanya menggunakan tangga nada pentatonik, yang terdiri dari lima nada dalam satu oktaf. Tangga nada pentatonik ini berbeda dari tangga nada dalam musik populer dan musik Barat yang biasanya terdiri dari tujuh nada. Nada-nada ini cenderung menciptakan melodi yang bersifat sederhana dan memiliki karakteristik suara yang khas. Karakteristik yang khas dan keunikan tangga nada inilah yang akhirnya menghasilkan teknik bermain yang khas juga, yaitu Sapuan. Kemudian dari teknik Sapuan inilah akhirnya lahir permainan musik ansambel gabungan Dau We’nya dan Dau Naknya seperti halnya Keroncong dan Gamelan dari Jawa. Dengan demikian kunci dasar, teknik, dan ansambel gabungan dari Sape dapat dijadikan sebagai warisan budaya Indonesia yang melambangkan identitas nasional alamiah.
Mengapa Harus Dilestarikan Sebagai Identitas Nasional?
Walaupun secara umum Sape dimainkan di dalam Dau We’nya dan Dau Naknya, Sape juga bisa dijadikan pengiring pada genre populer dan folk seperti halnya dalam lagu “Asmalibrasi” yang diciptakan oleh Soegi Bornean. Lalu, Dau We’nya dan Dau Naknya yang dihasilkan dari pola ritmis Sape rupanya juga dapat dinikmati oleh semua kalangan. Buktinya, musisi Soegi Bornean dan soloist Uyau Moris yang memainkan Sape dengan nuansa musik Dayak yang sampai sekarang videonya masih ditonton hingga jutaan orang di platform Youtube. Begitu juga dengan Nadin Amizah dengan lagunya yang berjudul “Rayuan Perempuan Gila”. Lagu ini hampir bisa didengar di manapun dan begitu melekat di telinga anak muda. Namun jika dilihat, “Rayuan Perempuan Gila” bergenre folk (tradisional) Keroncong dan bukan termasuk pop Barat. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin jika Sape dan musik tradisional Dayak juga bisa populer di masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, generasi muda Kalimantan Timur seharusnya tidak malu dan harus berani memainkan Sape dan musik tradisional daerahnya. Karena semisal Sape dan musik Dayak sudah menjadi warisan budaya BPPN atau bahkan UNESCO, pewarisan ini juga akan tidak berguna jika masyarakat dan generasi mudanya tidak ingin memainkan musik daerahnya. Dan apabila ini terjadi terus menerus, maka dapat terjadi krisis identitas di NKRI dan perlahan Indonesia akan kehilangan salah satu identitas nasionalnya.
Penulis: Rangga Anda Rahman