Review ini berasal dari buku Tania Murray Li yang berjudul “The Will To Improve: Perencaan, Kekuasaan dan Pembangunan di Indonesia” dengan bagian sub bab teknikalisasi permasalahan. Pembangunan merupakan program yang direncanakan sebagai sebuah solusi atas permasalahan atau ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam studi kasus pada jurnal ini, penulis menjelaskan, bahwa pembangunan malah menjadi intervensi bagi masyarakat serta potensi atau sumber daya lokal-nya.
Masalah baru yang muncul dari proyek pembangunan memunculkan kritik serta gerakan pemberontakan sebagai reaksi penolakan atau ketidaksesuaian hasil program pembangunan. Seperti contoh proyek ADB (Asian Development Bank) yang lahir dari inisiatif lembaga pembangunan untuk meng-konservasi sumber kekayaan hayati di Indonesia demi terciptanya sumber cadangan oksigen yang cukup akibat maraknya perindustrian di negara maju seperti Eropa dan Amerika. Dengan dalih masyarakat mendapat ganti rugi atas tanah mereka yang dijadikan sebagai kawasan taman nasional, yaitu pemberian pupuk dan bibit tanaman yang akan ditanam dalam kawasan konservasi tersebut.
Akibat dari mengenyampingkan sebuah data sehingga ketepatan sasaran dengan realita menjadi mustahil adanya. Iming-iming pengembangan infrastruktur dan peningakatan eknomi, menjadi senjata ampuh untuk menaklukan hati dan keinginan masyarakat. Sehingga ternak warga banyak yang mati dan warga bergantung kepada hasil pertanian yang ada dalam taman nasional, pembatasan jenis tanaman yang harus ditanam membuat warga geram pasalnya pendapatan yang akan mereka peroleh stagnan jika variasi tanaman yang dihasilkan tidak ada. Berdasarkan studi kasus pertama, penulis menjelaskan bahwa perlunya evaluasi dan monitoring (pemantauan) proyek pembangunan sangat perlu dilakukan untuk menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat.
Meskipun proyek pembangunan yang dilakukan gagal, pemerintah tetap saja menerima proyek pembangunan lagi dari lembaga donor, namun kali ini berfokus pada peningkatan hasil pertanian atau intensifikasi pertanian yaitu proyek CARE. Melihat aliran atau kucuran dana yang ada pada proyek pembangunan, membuat pemerintah selaku aktor pembangunan tergiur dan memegang sirkulasi dana tersebut. Seperti program pembangunan sebelumnya, proyek ini tidak berjalan lancar dan terkendala, akibat tidak semua masyarakat memiliki lahan dan masyarakat sulit menjalankannya secara berkelanjutan.
Proyek ini berakhir dengan bantuan yang diberikan tidak lagi ditujukan kepada masyarakat melainkan digunakan oleh aktor pembangunan daerah, begitupun dengan dana atau gaji yang seharusnya diterima oleh pegawai pembangunan. Setelah proyek ini mengalami kegagalan, pemerintah tetap saja menerima proyek pembangunan dari lembaga internasional, sama seperti proyek di awal yang berkonsentrasi pada konservasi hutan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam yang bernama TNC yang membatasi hasil produktivitas tanaman rotan sebagai mata pencaharian utama masyarakat. Proyek ini sama saja mengalami kegagalan dan melahirkan gerakan pemberontakan dalam masyarakat.
Penulis memaparkan bahwa berbagai proyek pembangunan gagal dalam upayanya untuk menyejahterakan masyarakat, dengan dalih yang baik namun kepentingan yang lain masih tercium.
Kurangnya pengetahuan masyarakat dengan proyek yang akan dijalankan, membuat masyarakat kecewa setelah realisasi proyek yang tidak sesuai ekspektasi dan tidak tepat sasaran. Reaksi yang dihasilkan atas kegagalan proyek pembangunan, khususnya masyarakat Sulawesi yaitu: meningkatnya pengusiran dengan kekerasan, pembakaran tanaman dan pupuk, meningkatnya ketersediaan lahan dan peminggiran masyarakat di zona perbatasan, terbukanya kebebasan dan menuntut hak akibat kebijkan pembangunan dalam orde baru.
Masyarakat yang tidak lagi tinggal diam, menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan seperti gerakan perlawanan pada Kasus Katu. Namun gerakan dan kritik ini semakin dipojokkan oleh pemerintah, sehingga menganggap masyarakat sebagai masyarakat yang terbelakang dan mengalami kemunduran.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemerintah atau aktor pembangunan merupakan aktor terselubung, dengan artian mereka menutupi unsur kepentingan tersebut dengan niatan yang baik dan seolah membantu. Namun setelah dampak buruk terjadi mereka lepas tangan hingga memunculkan asumsi keuntungan yang bersifat sepihak.
Ditulis oleh : Dewi Ariyanti Soffi
Uwahhh terimakasih😍