Indonesia tanah air yang merdeka dengan kehidupan yang serba harmoni dan gotong-royong. Selaras dengan berbagai macam agama, suku dan budaya yang ada dibangsa ini. Salah satu agama yang kuantitasnya tersebar di pelosok dan paling banyak di seluruh dunia adalah Islam Tradisional yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama. Islam dikenal ramah dari pelanjut para wali bukan sekedar agama namun juga eksistensi corak tanah air bangsa Indonesia. Berputarnya waktu dan pesatnya perkembangan zaman Islam yang dahulu sebagai pengayom bangsa dengan (ikhtibar) Rasulullah semboyan Rahmatan Lil Alamin, berubah karena adanya manusia beragama dengan marah rasis dan pengokobar kekerasan.
Kekerasan yang dilakukan atas nama agama merupakan permasalahan akut yang dialami umat Islam masa ini. Kelompok radikal yang melakukan kekerasan atas nama agama sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan umat Islam seluruh dunia. Namun gerakan ini menjadi boomerang dengan menghadirkan ancaman besar terhadap kedamaian di dunia. Kelompok ini mengklaim bahwa mereka memiliki preseden dari masa lalu.
Sejarah Islam telah mencatat bahwa Nabi Muhammad dan sahabat – sahabat beliau selama di Madinah, dengan gigih memerangi orang kafir untuk menegakkan agama Islam. Mereka tidak membajak atau menyalahgunakan ajaran-ajaran agama islam untuk kepentingan pribadi. Seperti yang dituduhkan kelompok-kelompok apologetik dan proagama, tetapi realitasnya hanya berusaha mengitimasi apa yang telah dipratikkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat – sahabat beliau empat belas abad silam. Pembacaan secara sepengkal dan penerimaan tradisi secara mentah menunjukkan betapa berbahayanya kejahilian terhadap sejarah dan teologi. Hal tersebut juga menunjukkan rendahnya kesadaran historis dan literasi kuno yang dimiliki umat islam.
Rekonstruksi terhadap sejarah islam awal khususnya masa kehidupan Nabi Muhammad Saw di Makkah dan di Madinah. Dengan analisis kritis merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh umat islam sekarang ini. Sayangnya, umat islam sendiri sepertinya tidak terlalu tertarik melakukan rekonstruksi tersebut. Ketika menulis sebuah karya sejarah, sejarawan muslim kontemporer sudah merasa cukup dengan menelan mentah materi yang disuguhkan oleh sumber – Sumber klasik. Karya sejarah yang mereka hasilkan, karenanya sangat tidak kritis, bercorak apologetik dan terkesan hanya merupakan salinan dari sumber primer dan verbal.
Selain itu, upaya rekonstruksi sejarah islam awal memang tidak mudah. Permasalahan terbesar berasal dari Sumber – Sumber sejarah itu sendiri. Sumber sejarah sejarah islam untuk era nabi Muhammad Saw, Al Khularasyidin dan dinasti umayyah sama sekali tidak sezaman. Klaim bahwa orang Islam telah mulai menulis sejarah mereka dari awal. Yaitu dari masa para at tabi’in belum bisa dibuktikan. Sumber sejarah Islam paling awal sampai pada kita berasal dari zaman dinasti abasiyyah.
Masalah ketidak sezaman ini pada gilirannya diperburuk oleh kecenderungan para sejarawan muslim awal untuk membiarkan bias tribalisme, politik dan ideologi keagamaan mewarnai narasi sejarah mereka. Hasilnya adalah literatur sejarah yang subjektif, kontradiktif dan jauh dari kata objektif. Meskipun begitu rentang waktu selama setengah abad ini harus terus dikaji dan direinterprestasi karena masa ini merupakan periode terpenting dalam sejarah Islam.
Teruntuk generasi muda yang sekarang menghinggapi zaman teknologi banyak terbawa opini yang menjebloskan mereka pada satu sudut pandang yang subjektif. Mereka menelan narasi kekerasan mengatas-namakan agama adalah bagian dari jihad. Narasi jihad yang di suguhkan di sosial media tidak jauh dari beberapa kepentingan, seperti politik dan ekonomi. Sebagai generasi millenial diperhitungkan untuk lebih melek dengan literasi historis dan melihat Islam sebagai agama damai. Jika tidak maka banyak korban yang jatuh karena fenomena baru dalam dunia maya.
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang madani yang sangat harmoni dengan bermacam-macam warna. Terutama dari para pendahulu Kh Hasyim As’ari yang tidak serampangan mendirikan Islam Indonesia yang dapat melebur di setiap aspek kehidupan keagamaan dibangsa ini. Sebagai pemuda jangan mudah terbawa faham islam instan.
Wallhua’llam.
Penulis: Ilmi Najib