Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat islam. Di Indonesia bulan ramadhan dikenal dengan bulan puasa. Bulan dimana umat islam menjalankan ibadah yang tak nampak. Menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu puasa adalah proses dimana manusia dilatih untuk menahan nafsu, amarah dan keegoisan duniawi. Terjadi banyak hal yang istimewa dalam bulan ramadhan seperti halnya malam lailatul qodr,nuzulul qur’an, bahkan kemerdekaan bangsa Indonesia terjadi pada bulan Ramadhan.
Pada ramadhan ke 1440 hijriah sangat disayangkan di Indonesia moment ramadhan diciderai dengan aksi sekelompok orang di Jakarta yang berakhir ricuh. Bahkan sampai-sampai aksi yang awalnya dilakukan dengan damai tersebut kemudian memakan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 21 Mei sampai dengan 22 Mei tersebut ditengarahi karena tidak terimanya hasil pemilu yang menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu menang atas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor dua. Meski belum tentu kebenarannya atas apa penyebab terjadinya kerusuhan tersebut, tetapi semoga kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
Nafsu, amarah dan keegoisan duniawi adalah penyakit manusia yang sulit disembuhkan. Penyakit ini bisa kambuh kapan saja, dan yang membahayakan dari penyakit ini adalah dapat menghilangkan jati diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang suci. Ketika jati diri manusia hilang, akan menghilangkan juga nilai-nilai kemanusiaan. Hilangnya nilai-nilai kemanusian akan berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Hidup rukun, guyub sesuai dengan asas pancasila adalah cerminan dari nilai-nilai humanity.
Ramadhan adalah bulan pensucian dosa bagi manusia. Dosa yang berlalu diganti dengan pahala yang dilipat gandakan, bahkan tidurnya orang berpuasa dinilai sebagai ibadah. Jangan sampai kita melakukan dosa yang sama setelah Id’ I-fitr, karena itu sangat merugikan bagi kita. Semua yang kita peroleh di bulan ramadhan akan sia-sia.
Sebagai manusia hendaklah kita selalu memawas diri. ‘’Man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu’’ siapa mengenal dirinya sendiri ia mengenal Tuhannya, adalah kunci untuk membuka pintu ‘’ awwalu ‘d-diin ma’rifatullah, awal beragama adalah mengenal Allah. Untuk mendapatkan kunci tersebut kita perlu bertafakur. Tafakur bukanlah kegiatan berfikir semata. Tafakur justru adalah kegiatan menyingkirkan ide-ide, gagasan-gagasan, pikiran-pikiran dan konsep-konsep, termasuk di dalamnya adalah kehendak, hasrat, rencana, dan target, sehingga yang tampak hanyalah kemurnian hati-nurani dan kejernihan akal-budi. Dari tafakur itulah, manusia dapat meluruskan niat menjernihkan pikiran, membeningkan sanubari, dan mendengarkan kata hati.
Ikhlas adalah kesadaran untuk melepas segala sesuatu selain Allah. Ridha adalah kesadaran untuk berpegang hanya kepada Allah. Sementara untuk menempuh perjalanan pulang kembali ke dalam diri dari titik berangkat insan kamil (manusia sempurna) menuju alam insan, ke alam ajsam, ke alam mitsal, ke alam arwah, memasuki keadaan martabat wahidiyah, dan mengalami kesadaran martabat ahadiyyah, yang delapan itu, maka delapan penjuru kannah,zuhud, tawadhu, wara’, rida, ikhlas, ihsan, iman, dan Islam, harus berputar melawan arah jarum jam kehidupan untuk kembali ke fitrah (Id’l-fitr).
Di akhir bulan ramadhan penuh berkah ini hendaknya kita mempererat rasa silaturahmi, toleransi, persaudaraan, nasionalisme sebagai pondansi berbangsa dan bernegara. Fitrah kebangsaan tercermin dari perilaku kita sehari-hari seperti membantu sesama, gotong royong dan hidup berdampingan secara damai dengan orang yang berbeda agama, suku, ras dan status sosial.
Penulis: Moh Yajid Fauzi