Menyoal banyaknya kasus terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan, tercatat dari kompas.com ada 4000 pelanggaran terjadi di Indonesia mulai januari hingga September 2021. Ironi sekali melihat kejadian tersebut banyak terulang, katanya dinegara Indonesia terkenal sopan dan santun?
Etika baik mencerminkan orang berilmu, ketika orang berilmu tau apa yang harus diperbuat dengan akal pikirannya, memilah mana baik dan salah untuk dilakukan. Baik dalam artian tidak mengganggu batas toleransi dari orang lain. Setiap pribadi memiliki batas sendiri terhadap toleansi seseorang bersikap kepada orang lainnya.
Akar masalah kekerasan seksual terjadi muncul akibat hasrat sesksual atau kebiasaan menggangu perempuan yang sering dibiarkan karena dianggap benar. Bukan masalah pakaian yang perempuan pakai dan harus dibenahi, melainkan pikiran laki-laki perlu dibenahi.
Kecenderungan laki-laki memandang perempuan dari fisik. Bisa menjadi kemungkinan akan terjadinya kekerasan seksual. Kejadian ini tidak hanya terjadi hanya pada orang dewasa, bisa saja anak-anak mengalami hal ini. Langkah yang tepat untuk meminimalisir fenomena ini, menciptakan ruang aman bagi perempuan untuk memiliki kebebasan berpendapat, berproses, dan menjalani hidup Bahagia.
Tidak cukup akan itu saja, setiap pribadi laki-laki pasti berbeda setiap orang, ada menyukai perempuan dari fisik, penampilan, nyaman diajak berbicara, dijodohkan, dan sebagainya. Tidaklah setuju ketika ada perempuan yang bilang ‘Semua laki-laki sama saja’ logikanya jika laki-laki sama saja, berarti ayah kamu juga seperti itu? Sama halnya kata semua orang jawa berkulit sawo matang, faktanya orang jawa ada yang putih, hitam sawo matang, dan kuning langsat.
Adanya peran masing-masing dalam hubungan, memang benar adanya sebuah hubungan melibatkan dua orang, tidaklah mungkin berhubungan tetapi sendirian. Perempuan mempunyai keninginan A dan laki-laki mempunyai keinginan B, pemikiran keduanya bukan sebagai bentuk pertikaian, tentu diperlukan perbincangan agar terciptanya sebuah solusi dimana keduanya setuju untuk melakukan hal tersebut.
Seandainya ada pertanyaan, bagaimana dengan pasangan saya yang mengatur sana dan sini? Itu urusan kalian dan pasangan kalian, bicarakan saja berdua.
Kodrat perampuan ialah hamil, menyusui, dan menstruasi. Menyetujui pandangan ini, menjadi ibu rumah tangga, di rumah saja tanpa keluar, patuh sama suami, dan stigma lainnya beranggapan perempuan geraknya terbatas. Hal tersebut bukanlah menjadi kewajiban seorang perempuan semata, laki-laki juga harus turut mengurusi hal tersebut. Membangun hubungan rumah tangga itu berdua, adanya anak juga atas dasar kesepakatan berdua, tentu mengurus seharusnya berdua.
Seringnya sebagian lelaki menganggap benar apa yang dilakukan seperti menjustifikasi dan menganggap perempuan sebagai objek seksualitas. tentu masalah yang serius dan budaya yang harus dirubah, tidaklah mungkin kita mengubah budaya tanpa membuat budaya yang baru. Budaya baru menghormati perempuan dan berpandangan sama bahwa setiap diri kita (perempuan dan laki-laki) memiliki peran masing-masing untuk dilakukan.
laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada perempuan. Pandangan ini seringkali dipakai melemahkan argumentasi perempuan, agama menjadi legitimasi untuk mendukung argumen tersrbut “Laki-laki sebagai imam dan kepala rumah tangga. Surga istri ada pada suami.” kata ini menjadi momok menakutkan bagi perempuan. Memang perlu adanya legitimasi untuk mendukung adanya peran perempuan dan laki-laki sesuai konteks yang ada.
Mendukung keputusan yang berhubungan dengan perkembangan perempuan, sebagai contoh untuk tidak memposisikan perempuan sebagai objek, melainkan memposisikan sebagai subyek atau patner dalam hubungan releationship.
Butuh pembiasaan untuk melakukan hal yang baru dalam hidup masing-masing orang, dari cara pandangan, sikap, dan bertutur kata tidaklah sama. Ketidaksamaan inilah menjadi sebuah hal unik untuk membentuk hubungan yang diinginkan masing-masing pasangan.
Sama-sama mencari kebahagiaan dalam hubungan tentu perlu ada yang dikorbankan. Bukan kata-kata bijak untuk dianut. Percaya diri dengan apa yang ada di dalam diri masing-masing, berproses sesuai jalan yang diinginkan.
laki-laki memandangan perempuan cenderung fisik, bukankah kita akan menjadi prilaku ketika membiarkan kasus kekerasan seksual atau patriarki terjadi di masyakrat. Mencontoh yang baik boleh, baik bagimu belum tentu baik bagi mereka.
penulis : Akbar Trio Mashuri
Sumber gambar : pinterest.com