Abdurahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur merupakan Bapak Bangsa yang memiliki keunikan tersendiri di mata masyarakat. Beberapa perkataannya yang menjadi kenyataan membuat Gus Dur dijuluki sebagai Wali ke sepuluh. Tidak hanya itu, ketika menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia ke Empat banyak kebijakan Gus Dur yang cukup Kontroversial seperti Pencabutan TAP MPR No 25 Tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia.
Selasa, 14 Januari 2025 Duta Damai Jawa Timur berkolaborasi dengan Gubuk Tulis dan Oase Institute mengadakan acara haul Gus Dur ke -15 yang bertempat di Oase Cafe & Literacy, Jl. Merjosari kecamatan Lowokwaru kota Malang, dengan tema Gusdur dan Demokrasi.
Dalam sambutannya Moh. Yajid Fauzi selaku ketua pelaksana menyampaikan beribu-ribu terima kasih kepada seluruh tamu undangan lintas iman yang telah hadir, berbagai pihak yang mendukung acara terutama kedua narasumber Savic Ali selaku Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Virdika Rizky Utama (Penulis Menjerat Gus Dur) yang jauh-jauh datang dari Jakarta.
‘’Melihat kondisi demokrasi yang akhir-akhir ini dikorupsi, mendorong kami untuk merefleksikan nilai-nilai Gus Dur tentang demokrasi. Kami ingin kembali belajar terkait demokrasi dari kacamata Gus Dur, yang telah beliau telandankan kepada bangsa Indonesia sebelum dan sesudah Gus Dur menjadi Presiden,” pungkas Fauzi.
Diawali dengan pengenalan tentang pribadi Gus Dur, Savic Ali selalu Ketua PBNU dan founder islami.co, menuturkan bahwa Gus Dur adalah pribadi yang sangat humoris, sehingga beliau tidak pernah berdiskusi tanpa adanya humor. Namun, tidak hanya sebagai tokoh demokrasi yang dikenal humoris, Gus Dur secara pribadi adalah sebagai tokoh besar Nahdlatul Ulama, Indonesia, bahkan dunia. Seorang cendekiawan yang sangat spritual dan filosofis.
Sebagaimana Virdika yang mengatakan bahwa ketertarikannya menulis buku tentang Gus Dur berawal dari pandangan Gus Dur tentang umat beragama yang di mana manusia lebih senang hal-hal simbolis, bukan pada teladan yang masih aktif menerjakan kebaikan.
Dalam diskusi ini dilanjutkan dengan pertanyaan terkait pandangan Gus Dur tentang Demokrasi, Savic Ali menuturkan bahwa Gus Dur adalah orang yang sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, Gus Dur dapat menghargai seluruh pendapat dan aktivitas berekspresi, meskipun Gus Dur tidak setuju.
Hal tersebut menjadi alasan mengapa Gus Dur banyak disegani oleh segala kalangan bukan hanya sebagai tokoh bangsa, namun secara nilai pribadi yang sangat toleran dan memanusiakan manusia.
Savic Ali menambahkan tentang bagaimana cara Gus Dur mengatur berbagai banyak pendapat, “Gus Dur tidak memiliki kepentingan dalam mengatur pikiran orang,” tambah ketua PBNU itu. Artinya, Gus Dur sangat mengedepankan keadilan dan penghargaan atas setiap nilai dalam diri manusia, sehingga individu dapat memiliki hak yang sama dalam berekspresi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Virdika menekankan bahwa demokrasi dapat tetap hidup dan implementasinya tidak luntur ketika masyarakat sipil terdidik, dan salah satu cara untuk merawat demokrasi adalah dengan tetap berisik dan kritis untuk menyuarakan kebebasan dalam berpendapat utamanya di media sosial.
Oleh karenanya, diskusi pada acara peringatan Haul Gus Dur ke -15 dengan narasumber Savic Ali dan Virdika sangat menarik peserta dari berbagai kalangan untuk hadir seperti jaringan Gusdurian, dan kalangan pecinta Gus Dur yang ikut berdiskusi interaktif dalam menyelami nilai-nilai pemikiran Gus Dur sebagai Kiai, Cendekiawan, dan Tokoh Bangsa.
Selain diskusi, kegiatan Haul Gus Dur ke-15 di Oase Cafe & Literacy itu juga digenapi dengan pembacaan tahlil dan doa bersama yang dihadiahkan terkhusus untuk KH. Abdurrahman Wahid, Gus Dur.