Mantra berbahaya milik Indonesia. Ideologi bangsa yang kini sedang krisis-krisisnya. Lahir pada 1 Juni 1945 dan membawa pesan nilai luhur, pancasila sebutannya. Dasar yang seharusnya semakin kuat, tetapi saat ini justru bertambah gawat. Ragam isu mengenai hilangnya ideologi pancasila semakin kencang ketika dunia politik terus bertransformasi dan berperang dingin. Kekuasaan diperebutkan hingga lupa dengan harga diri masing-masing. Bahkan, sudah tidak lagi peduli dengan semakin bebasnya cara berpikir yang pada akhirnya mampu menghilangkan jati diri anak negeri.
Kondisi “terngeri” Indonesia saat ini ialah generasi muda dan masyarakat luas yang mengalami proses deideologisasi. Ibarat kata perlu penanaman kembali ideologi pancasila. Beserta butir-butir yang dulu pernah hadir, namun sekarang sudah tidak lagi. Zaman Orde Baru yang terkesan otoriter, mengenalkan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Diatur dalam Tap MPR Nomor II Tahun 1978. Pada era Orde Baru juga terdapat lembaga khusus yang bertugas untuk melakukan sosialisasi serta pemantapan ideologi bangsa. Akan tetapi, sangat disayangkan. Akibat penyalahgunaan dan digunakan untuk melegitimasi kekuasaan, P4 beserta lembaganya yaitu Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), dibubarkan.
Hal itu juga disertai dengan jatuhnya kekuasaan Orde Baru. Atas dasar itulah, butir-butir Pancasila yang sebenarnya memegang peran penting dalam berideologi nasionalis, dihanyutkan, hilang begitu saja. Sehingga wajar, setelah zaman reformasi terbit, muncullah berbagai macam ideologi-ideologi pelik dan berani melawan Pancasila. Teror-teror naik kepermukaan, pejuang khalifah-isme mulai memberanikan suaranya, bahkan isu komunisme pun kembali menggema. Bahkan di kaum elit politik.
Miskinnya masyarakat dengan ideologi sendiri, menjadi kemirisan dan ancaman untuk bangsa ini. Generasi muda yang sudah tidak lagi mengenalnya, bahkan untuk warganegara Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Pengalaman pribadi tentang melihat hilangnya Pancasila di generasi nol, sungguh membuat hati teriris. Adik-adik kecil yang lebih hafal dasar negara milik orang lain daripada milik negara sendiri. Sungguh miris.
Menurut Yudian Wahyudi, kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) mengatakan, di era reformasi seperti ini, salah satu solusi untuk mencegah transnasional ideologi ialah dengan memperkuat tiga dimensi. Yaitu, realitas, idealitas dan fleksibilitas.
Realitas bermaksud upaya untuk meyakinkan masyarakat tentang apa itu Pancasila, sumber-sumbernya yang mana dikutip dari nilai kehidupan bermasyarakat. Idealisme, negara harus mampu menunjukkan sikap tentang nilai dasar ideologi. Sehingga tidak hanya berupa layaknya sebuah anganan, tapi juga mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, fleksibilitas. Kepala BPIP berkata, “Negara harus mampu mengkontekstualisasikan nilai Pancasila. Falsafah dasar negara tidak boleh berubah dan harus tetap berpedoman pada maksud pembetukan Pancasila yang disepakati pada 1 Juni 1945.”
Tiga dimensi ini diharapkan mampu mengembalikan kembali keadaan krisis ideologi masa kini. Pluralnya budaya yang mulai masuk, jangan sampai mengubah jati diri anak negeri. Generasi nol sudahlah harus mulai diisi. Hypnodoctrin pancasila, mungkin mampu menjadi salah satu solusi apabila P4 sudah tidak lagi dijadikan dudukan cara mempraktikkan ideologi.
Berbicara tentang P4 di periode ini, nyatanya sempat jadi perbincangan hangat di kalangan elit politik. Mereka sadar bahwa harus ada lagi badan khusus untuk menumpas ideologi-ideoogi liar. Hampir sama dengan konsep di era orde baru Soeharto, tetapi hanya nama dan teknis yang mungkin sedikit berbeda.
Indonesia memiliki Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dikepalai oleh bapak Yudian Wahyudi. Berdasarkan bpip.go.id, BPIP adalah lembaga yang berada di bawah tanggung jawab Presiden dan bertugas untuk membantu presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pembinaan ideologi, secara menyeluruh dan berkelanjutan. BPIP ini merupakan revitalisasi dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPIP). Kepala BPIP, memastikan, bahwa mereka sedang mempersiapkan pembentukan Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila (GBHIP) yang mana sesuai dengan amanat peraturan presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2018.
Kesiapan pemerintah nampaknya sudah mulai terbuka. Semoga hasilnya juga tidak hanya sekedar wacana yang hanya digunakan untuk mengambil hati media massa. Pentingnya konstestasi ideologi di ruang publik yang ditambah dengan berkembangnya era pasar digital saat ini, menjadi tantangan sendri untuk negeri dan generasi ibu pertiwi.
Era P4, tidak menghasilkan ideologi-ideologi pelik. Begitu kuat hingga tidak pernah terdengar kisruh maslah ideologi liar hadir di antara masyarakat. Ketika reformasi tiba, beragam ideologi berani muncul kepermukaan.
Apakah kita menyalahkan hadirnya reformasi? Tentu saja tidak. Masa lalu, seharusnya dijadikan sebuah pembelajaran. Layaknya sebuah kalimat klise. Ambil yang baik dan buang yang buruk. Maka, apabila sistem P4 di era orde baru memberikan dampak yang baik untuk ideologi anak negeri, tidak ada salahnya untuk kembali mengulangi konsep P4 dengan sistem yang jauh lebih modern dan milenial.
Ilustrasi: Muhammad
Penulis: Aysha Vio.F.H.C.Islamwell (Duta Damai Jawa Timur)