Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) 2024-2029. Prabowo-Gibran melanjutkan estafet kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf. Pemimpin baru harapan baru, dan perjuangan yang tak pernah usai.
Proses demokrasi telah kita lalui dengan penuh ketegangan, beradu ide dan rancangan pemajuan untuk Indonesia. Pemilu telah berlalu, Indonesia memiliki pemimpin baru. Tidak hanya presiden dan wakil presiden, tetapi DPR hingga Menteri-menteri.
Transisi kepemimpinan ini menjadi sorotan banyak pihak. Ada yang getir membayangkan, ada pula yang bersorak kegirangan. Euforia pemilu masihlah dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia. Maka, kekecewaan dan kegembiraan dari kalah menang pesta adalah hal yang biasa.
Sorak-sorak akan berlalu, yang datang kemudian adalah kepemimpinan dan kebijakan baru. Pemimpin baru mendapat tugas dari pemimpin sebelumnya. Berbagai kerjaan lama menanti di meja Prabowo-Gibran dan segenap lini pemerintahan lainnya.
Indonesia adalah negara dan bangsa yang besar, sangatlah dibutuhkan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang efektif. Dalam rangka apa? Dalam rangka mengelola sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada.
Kerja-kerja pemerintahan hari ini adalah lanjutan dari kerja pemerintahan sebelumnya. Janganlah kerja pemerintahan hari ini terpisah dan bertolak dari kerja pemerintahan sebelumnya. Jika memang bertolak, Indonesia tak ubahnya negara yang baru merdeka.
Ego kuasa atau gengsi dalam melanjutkan program baik yang pernah berjalan periode sebelumnya merupakan momok pemerintahan. Prabowo dan Gibran harus sadar betul, bahwa di bukan memulai dari nol. Mereka memulai dari 7 atau bahkan 8.
Sebenarnya ada pepatah ulama yang masihlah relevan dalam keberlangsungan kepemimpinan, atau transisi kepemimpinan seperti yang terjadi hari ini. Pepatah itu berpesan agar dalam kerja-kerja keberlangsungan perlu-pentinglah mempertahankan yang lama yang sudah baik, dan tetap berinovasi menciptakan hal baru yang lebih baik.
Baik dalam kepemimpinan itu seperti apa? Baik menurut penulis adalah kepemimpinan yang berdiri di atas kepentingan rakyat. berpedoman pada etika lingkungan yang berkeadilan. Mengingat-ingat bahwa keserakahan dan kerakusan adalah penyakit kronis kekuasaan.
Penyakit kekuasaan yang paling mewabah ya keserakahan itu. Ketika orang-orang yang berada di lingkar kekuasaan itu gampang bertindak tidak adil, korup, dan sewenang-wenang, maka celakalah kepemimpinan itu. Kepemimpinan di era 4.0 ini membutuhkan ketulusan yang sungguh, ketulusan saja tak cukup tanpa kesungguhan. Yah, ketulusan yang sungguh merupakan ketulusan yang dipraktikkan dengan kerja-kerja nyata untuk seluruh rakyat Indonesia.
Kondisi keberagaman dan kebangsaan kita cenderung lebih baik, di mana semakin banyak orang yang mulai terbuka, toleran, dan rukun. Akan tetapi, di sisi lain banyak hal yang luput dari perhatian, misal saja kebebasan dan kemerdekaan beragama masih menjadi PR. Perlulah kebijakan beragama yang dikemas dengan adil untuk semua.
Isu lain yang tak kalah diabaikan ialah lingkungan hidup. Potensi alam Indonesia semakin hari semakin dikeruk habis-habisan. Hutan-hutan banyak digunduli untuk mendapat keuntungan besar bagi segelintir orang.
Alam Indonesia adalah milik rakyat, sehingga haramlah jika dinikmati hanya oleh mereka yang berkuasa. Sumber daya alam ini harusnya dikelola dengan bijak dan adil. Bijak dalam beretika dengan lingkungan dan adil dalam pengelolaan-pemanfaatannya. Dari sana, maka alam dan manusia tetaplah terhubung pada benang keharmonisan.
Selain itu, hal baik lainnya perlulah tetap dirawat. Kebebasan berpendapat dan berkumpul haruslah tetap dijunjung. Hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya. Hukum merupakan piranti vital negara, jika hukum yang dibuat dengan gampangnya diotak-atik atau dilanggar, maka haramlah mereka yang berkuasa untuk mendapat gaji dari rakyat itu. Kebaikan harus berlanjut, kemungkaran matilah sudah.
Penulis Al Muiz Liddinillah : Duta Damai Jawa Timur. Peneliti di Oase Institute. Editor Buku di Penerbit Kota Tua. GUSDURian. Pendiri Komunitas Literasi Gubuk Tulis. Tinggal di Malang. IG: @almuizld.