Arah zaman mulai bergeser menikmati canggihnya teknologi. penyampaian pendidikan, pekerjaan, belajar agama, dan selainnya mulai beraktivitas dengan ponsel masing-masing. Hal ini perlu adanya pendampingan bagi anak-anak di bawah umur, karena adanya sensitifitas terkait pemahaman yang dapat merusak etika bersikap kepada orang lain. Tidak luput edukasi pemahaman keagamaan kepada orang dewasa agar mendidik anak mengarah hal kebaikan, bukan sebaliknya.
Melihat kasus pengeboman dan penyebaran narasi memprovokasi untuk jihad. Semua itu notabene disalah artikan sebagai berjuang dengan cara berperang atau memusuhi yang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Al-qur’an dan sunnah Nabi dalam Islam, maupun Agama lainnya.
Beberapa penanggulangan dan pencegahan yang bisa dilakukan meminimalisir penularan paham radikal dikalangan masyarakat secara luas. Meskipun pemerintah sudah melakukan pencegahan paham radikal dan aksi terorisme oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan perpanjangan tangannya langsung ke masyarakat, tetapi belum cukup untuk mengimbangi narasi-narasi atau pergerakan kelompok radikal. Perlu adanya peran dari setiap elemen masyarakat ikut serta mencegahan paham tersebut, dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat.
Akar Penyebab Radikalisme dan Terorisme
Penafsiran dalam Al-qur’an secara mentah-mentah berbunyi, ’Perangilah orang-orang kafir’ diaktualisasikan dalam bentuk ujaran kebencian kepada orang selain penganut agama Islam, dan adanya ajakan untuk memerangi. Waktu dulu terkenal dengan kejayaan umat Islam, mereka beranggapan dengan dijadikannya negara khilafah bisa menyelesaikan akar permasalahan yang ada di negara Indonesia, maka memerangi pemerintahan thogut ialah halal.
Dari ketidakadilan yang dialami oleh umat Islam, di sini kelompok radikal memberikan iming-iming berupa kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi umat Islam. Janji manis menuju surga sering diutarakan membuat orang terpengaruh dan hasilnya ikut dalam pergerakan mereka.
Narasi alternatif untuk memberikan narasi-narasi positif baik dalam lingkungan masyarakat dan di media online. Peace value (Nilai Perdamaian) menjadi narasi alternatif untuk dalam pencegahan paham radikal baik dari kalangan remaja hingga dewasa. Sehingga paham-paham radikal yang akan menyebar akan bisa mengidentifikasi sekaligus menolak paham tersebut, karena Peace value memberikan gambaran bagaimana bentuk semua ajaran agama adalah kasih sayang dan hidup berdampingan dengan orang yang berbeda.
Mengatasi Konflik Tanpa Kekerasan
Bentuk kejadian paham radikal dan aksi teror salah satunya terjadi dengan adanya prasangka, bahwasanya yang tidak menerima negara khilafah adalah thogut, yang tidak mengikuti sunnah nabi itu bid’ah dan sebagainya.
Mengatasi konflik tanpa kekerasan menjadi salah satu solusi dalam sebuah masalah yang masih atau akan terjadi kedepannya. Apapun bentuk pemahaman radikal atau aksi teror pasti disebabkan adanya konflik di dalam dirinya dan meluapkan sebuah bentuk permasalahan dengan mengguakan kekerasan, bukan lewat pikiran yang dingin dan mencari solusi untuk hidup berdampingan.
Ajaran agama tidak mengajarkan bentuk kekerasan, melainkan sebuah ajaran kasih dan sayang kepada manusia tanpa terkecuali. Konflik yang diselesaikan dengan kekerasan tidak malah menyelesaikan, justru menambah masalah tersebut menjadi lebih besar. Namun, jika menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, masalah akan cepat meredam dan bisa kembali normal atau justru bisa memberikan hubungan lebih erat dalam pertemanan.
Dialog Interfaith (Dialog Lintas Iman)
Dialog interfaith dilakukan bukan mencari kebenaran dari salah satu kelompok, melainkan saling memahami satu dengan yang lain, menanyakan prasangka di dalam diri untuk mengetahui apakah benar atau tidak dari prasangka tersebut. Dengan catatan, saat melakukan dialog tidak ada rasa ingin menjatuhkan atau mengutarakan kebencian. Semua murni atas dasar saling ingin mengetahui kebenaran.
Sifat paham radikal yang cenderung membenci dan melakukan aksi teror. Setelah dilakukan dialog saling memahami tentang ajaran yang sesungguhnya, diharapkan prasangka yang ada sudah tidak ada lagi. Perubahan prilaku yang cenderung saling melindungi dan mengasihi.
Merayakan Keberagaman
Berbeda harus dirayakan, bukan merayakan pesta seperti pada umumnya. Dimaksud merayakan keberagaman, kita semua mulai berpikir untuk terbuka kepada kelompok yang berbeda, mulai membuat kegiatan yang melibatkan semua elemen masyarakat untuk membentuk sebuah kerukunan. Hal ini berlaku bagi anak muda, dewasa, dan orang tua.
Analoginya seperti anak kecil yang bermain dengan temannya, tentu mereka tidak melihat dari golongan, ras, warna kulit, dan apa yang diimani. Anak-anak bermain dengan riang dengan teman yang dipilih, tentu tidak memikirkan hal negatif.
Dengan merayakan keberagaman, akan mengenal lebih dekat kelompok-kelompok yang berbeda. Ketika paham radikal mencoba untuk masuk, akan ada protect diri untuk membendung adanya pemahaman tersebut. Karena sebelumnya sudah melaukan dialog dan mengetahui secara langsung bagaimana sikap dan perilau dari kelompok yang berbeda. Bahwa kelompok yang berbeda tidak seperti apa yang dibicarakan oleh oknum yang sengaja merusak.
Memaafkan
Mengutarakan maaf sering kali dianggap remeh oleh kebanyakan orang. Memaafkan tidak hanya berbuat kesalahan saja, melainkan dari diri kita sendiri, atau bahkan masa lalu ketika melakukan kesalahan baik yang disengaja atau tidak.
Tujuan memaafkan ini melatih diri kita berdamai dengan diri dan keadaan di lingkungan sekitar. Setelah memaafkan tersebut, perasaan dan hati akan lebih tenang untuk melakukan asktivitas selanjutnya. Rasa kebencian yang timbul dan bisa berpotensi aksi kekerasan, justru yang ingin dibuang dengan cara meaafkan apa yang mereka lakukan, sebagai bentuk persatuan dan menjaga perdamaian.
Menyebar Konten Perdamaian di Media Sosial
Urgensi setelahnya, yakni membuat konten atau narasi membangun bagi anak-anak muda untuk menyuarakan perdamaian. Bisa melalui gambar, narasi tulisan, atau video untuk membuat masyarakat tertarik mengenal lebih dalam orang yang berbeda.
Perlu adanya kolaborasi anak-anak muda yang aktif menyebar konten di akun media sosial masing-masing. Menyuarakan nilai-nilai keberagaman dan saling menghargai dengan orang yang berbeda. Menunjukkan wajah agama dalam bentuk cinta kasih, bukan menghakimi apalagi melukai.
Bisa ditunjukkan dengan ayat-ayat yang ada di dalam kitab masing-masing agama, atau dalam bentuk kejadian orang yang saling tolong-menolong padahal mereka berbeda iman, dan bahkan sampai ada orang yang bersaudara kembar yang berbeda iman tetapi saling menyayangi. Potret itulah yang dinampakkan ke dalam khalayak dan disebar luaskan di masing-masing akun media sosial milik pribadi
Kekerasan tidak akan selesai jika dilawan dengan kekerasan, melainkan dengan kasih sayang dan tidak membalas perbuatan mereka. Mengkrontra narasi bukan jalan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang ada di media sosial, memberikan narasi alternatif inilah untuk mengimbangi narasi-narasi yang membangun dan menyatukan. Melalui peace value menyebarkan narasi di masyarkat secara langsung dan media sosial menjadi jalan jihad millenial untuk mendamaikan Indonesia. Menyampaikan ajaran alquran dan sunnah untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya. Diakhir ditutup dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, “Tidak seorang pun diantara kalian memiliki iman, sampai kamu mengasihi saudaramu sebagaimana kamu mengasihi diri kamu sendiri.”
Penulis: Akbar Trio Mashuri
Sumber gambar: sumber : http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/