Sejarah manusia mengekspresikan jati diri dan tabiat mereka, bahwa terdapat elemen yang kompleks di dalamnya (keharmonisan, perdamaian, cerita perang, konflik, dll). Ir. Soekarno menyebutnya, “Jas Merah” yang mana mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Sebuah pesan besar untuk memandang sejarah sebagai pecutan pesat menuju masa depan terhadap peristiwa, baik (dialog peradaban) dan peristiwa kurang baik (benturan peradaban).
Spektrum berpikir seperti itu menciptakan kenyataan bahwa setiap bangsa memiliki kesamaan sejarah yang didominasi oleh perdamaian dan keharmonisan, minimal-satu bangsa lain. Alhasil, sejarah dapat menjadi salah satu faktor yang berpotensi untuk membangun komunikasi dan pendekatan, serta mempertemukan keduanya.
Sayangnya, ada saja orang yang mencari dan menyulut api ketegangan, intimidasi, atau bahkan perang saudara. Jika ditelisik, semua itu mencerminkan keganjalan di sepanjang sejarah yang umumnya harmonis dalam bangsa itu. Para penyeru “Benturan Peradaban” dalam banyak kesempatan, tidak cukup melakukan seleksi sejarah saja, melainkan dengan menambahi atau mengurangi penjelasan dan penafsirannya.
Salah satu asumsi yang tidak diperdebatkan di setiap bangsa dan pemerintahan ialah keberadaan orang-orang adil dan zalim. Artinya, diantara informasi sejarah ada beberapa hal yang mengandung kebenaran dan kebohongan. Itulah mengapa bagi penelaah yang mencermati kesamaan sejarah antarbangsa dan antaragama memperoleh data-data yang saling menyalahkan satu sama lain.
Peran Sejarah dalam Mendekatkan Antarbangsa
Ada tiga tingkatan bagi sejarah dalam melakukan pendekatan antarbangsa dan antarumat manusia. Pertama, ketika adanya keharmonisan sejarah, maka kartu ini dapat dimainkan untuk menjamin terbentuknya komunikasi antarbangsa. Kedua, ketika tidak adanya kesamaan sejarah, maka ketiadaan konflik historis memberikan ruang lebih besar dengan kesamaan umum dan khusus manusia lainnya untuk membangun komunikasi antarbangsa. Ketiga, ketika ada konflik historis antara kedua negara, maka mereka yang mampu membangun komunikasi dan dialog antarbangsa dapat melupakan poin ini.
Kesempatan lain yang tercipta dari kesamaan sejarah, diharapkan mempererat kedekatan dan hubungan komunikatif antargenerasi bangsa. Dengan demikian, hal ini menjadi modal tambahan untuk mempererat hubungan dan membangun kesamaan umum ataupun khusus manusia. Inilah bagaimana sudut pandang seorang pakar hukum “Abdurrazzaq As-Sanhuri” berkata.
Tak Ada Sejarah Permusuhan
Sejarah permusuhan bangsa-bangsa pada masa kontemporer terbatas pada sedikit bangsa saja. Sedangkan pada bangsa lainnya, sejarah komunikatif di antara mereka merupakan sejarah yang baik dan produktif, atau tidak memiliki kesamaan sejarah sama sekali. Artinya, sebagian besar hubungan antarbangsa di dunia merupakan hubungan yang bertumpu pada sejarah yang jauh dari permusuhan.
Seperti, hubungan antarbangsa yang secara geografi. Terjadi ketegangan, benturan, perebutan wilayah, dan sumber daya.
Malihat hubungan antara Mesir dan Armenia. Jika melihat hubungan sejarah diantara keduanya, kita mendapati bahwa hubungan tersebut sudah terbangun sejak abad kedua Masehi. Tepatnya, saat orang-orang Armenia bermigrasi ke Mesir secara besar-besaran lalu dibangunkanlah gereja bagi bangsa Armenia di Mesir untuk pertama kalinya pada abad kesepuluh Masehi. Alhasil, terciptalah hubungan erat dalam bidang budaya, seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, pariwisata, dan selainnya.
Sejarah Keharmonisan
Kesamaan sejarah antarbangsa sangat memungkinkan untuk dijadikan kartu emas untuk menggelar meja perundingan dan dialog, seperti adanya kesamaan ras, bahasa, dan kesamaan kepentingan. Dalam hal ini masih banyak tali persamaan yang bisa diambil oleh antarbangsa dalam menjalin kedekatan dengan baik secara komunikatif.
Seperti, hubungan Mesir dan Pakistan yang dibangun berdasarkan dua poin penting, yaitu agama yang membentuk kesamaan sejarah dan steril dari permusuhan.
Mesir merupakan salah satu negara yang segera mengakui kemerdekaan Pakistan. Keduanya kemudian mempererat hubungan diplomatik dengan bersama mewujudkan perdamaian dengan dukungan penarikan pasukan militer Inggris dari Pakistan dan melahirkan Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 1956 M.
Sejarah Permusuhan
Bahasan terakhir, apabila sejarah antara dua negara secara garis besar merupakan sejarah permusuhan, maka seyogianya kedua pihak memutuskan untuk berdialog dengan tujuan menghapus lembaran buram tersebut dengan meja perundingan dan berupaya melupakannya. Sebab, apabila lembaran tersebut masih diperbincangkan, tentunya akan memantik konflik-konflik baru seperti pengalaman pemerintah Turki dan Armenia, mereka bersama-sama mengupayakan penghapusan dan melupakan berbagai masalah sejarahnya.
Armenia menghendaki agar Turki menjadi rekan dagangnya yang kuat dan menjadi jalan untuk dapat bergaul dengan Eropa Barat serta dukungan dalam konflik regional. Begitu juga dengan Turki yang melihat adanya kepentingan strategis dalam mengakhiri permusuhan sejarahnya bersama Armenia, Cyprus dan Kurdistan di Irak, serta menghindari berbagai intervensi asing dalam menyelesaikan berbagai permasalahan mereka sendiri
Penulis : Ajeng Adinda Putri (Duta Damai Jawa Timur)