Al Farabi dalam teori al-Madinatul al-Fadlilahnya mengatakan bahwa masyarakat utama adalah masyarakat yang mampu mengatur dirinya sendiri. Mengatur dirinya karena kesadaran etik atau teologis.
Pandemi kali ini menjadi tantangan kemasyarakatan kita. Sejauh mana masyarakat bisa bergotong royong menghadapi pandemi. Konsep masyarakat seperti apakah yang bisa mendorong kerja sosial kemasyarakatan kita dengan baik, sehingga mampu menangani pandemi ini.
Siapa yang tidak panik dengan Covid-19? Saya yakin semuanya panik dengan pandemi yang tersebar di seluruh negeri ini. Baik masyarakat atau pemerintahan.
Beberapa pemberitaan mengabarkan tingginya angka kasus positif Covid-19. Bahkan, sebagian masyarakat memilih kabur dari rumah sakit, karena tidak menerima kenyataan bahwa dirinya terjangkit covid-19. Hingga, beberapa daerah menjadi zona merah kembali.
Keterpaparan masyarakat oleh Covid-19 semakin meningkat. Sebaran zona merah pun semakin bertambah. Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan PPKM Darurat dalam rangka menekan laju gelombang kedua pandemi ini.
Sejalan dengan itu ormas keagamaan juga telah merespon dengan memberikan pedoman bagi masyarakat agar beribadah dengan beradaptasi dengan aturan demi menekan laju pandemi. Namun, kebijakan itu tidak lantas diindahkan oleh sebagian masyarakat. Bahkan, beberapa ormas keagamaan tetap ngeyel dengan membuka tempat ibadah tanpa protokol kesehatan.
Kedewasaan masyarakat dan umat beragama menjadi penting. Sejauh mana umat beragama ini meyakini Covid-19 dan ancamannya bagi kesehatan, keselamatan, dan keamanan bangsa ini. Aturan yang telah dibuat dilanggar oleh sebagian masyarakat.
Dari beragam fenomena yang ada, ketakutan, pembangkangan, dan ketidakpedulian terhadap sesama menjadi perhatian penting untuk mendefinisikan ulang masyarakat. Masyarakat yang dari asal kata ummah menurut KH. Ahmad Dahlan ialah mereka yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan negara menjadi bagiannya.
Masyarakat dengan kualitas itu menurut Hegel adalah masyarakat sipil. Masyarakat sipil adalah masyarakat ekonomi yang berbeda dengan masyarakat politik (negara). Masyarakat sipil merupakan arena dalam berbagi kebutuhan dengan misi kemasyarakatannya sendiri.
Masyarakat sipil menurut al-Qur’an adalah masyarakat yang memiliki etika, atau masyarakat etis. Masyarakat etis adalah masyarakat yang berproses menuju dan memiliki kecenderungan pada nilai-nilai keutamaan yang berlandaskan iman dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Al-Qur’an menyebut masyarakat sipil atau dalam bahasanya al-Farabi adalah masyarakat utama dengan tiga ciri. Pertama ialah Khayr Ummah, masyarakat terbaik. Kedua, Ummah Wasath, masyarakat yang seimbang. Ketiga, Ummah Muqtashidah, masyarakat moderat.
Hal yang tidak kalah penting tentang masyarakat sipil ialah masyarakat yang mampu mengatur dirinya sendiri. Sipil yang mampu mengatur dirinya sendiri, tanpa paksaan eksternal.
Masyarakat sipil atau etis memiliki kesadaran nilai dan tanggung jawab yang tinggi terhadap nilai keutamaan. Sehingga, masyarakat etis meyakini bahwa manusia juga bisa berbuat salah, melakukan kerusakan, dan kekerasan. Sehingga memerlukan aturan negara, sehingga masyarakat bisa mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.
Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi, “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu.”
Dari sanalah, konsepsi masyarakat memiliki tanggung jawab atas kepemimpinannya. Baik masyarakat sipil atau politik. Semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Pada konteks ini, kesadaran kita sebagai masyarakat dipertanyakan. Sejauh mana kita mempertahankan etika kita menjadi sebuah masyarakat atau ummah. Masyarakat yang utama menurut al-Farabi dan masyarakat yang amar ma’ruf nahi munkar.
Masyarakat utama jika didefinisikan hari ini adalah masyarakat yang menjaga jiwa agar selamat dari Covid-19. Menjaga jiwa adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Menjaga diri adalah syariat islam, menjadi bagian dari kaidah fiqih islam.
Masyarakat utama yang mampu mengatur dirinya sendiri dalam memerangi Covid-19, dengan menghormati peraturan pemerintah dan pesan ulama’ dalam menangani pandemi ini. Bukan malah ngeyel dan melanggar aturan. Dengan tertib memakai masker, memakai hand sanitezer, mencuci tangan, dan tidak keluar rumah, itu merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar di tengah pandemi. Masyarakat utama ialah masyarakat yang mampu bergotong royong memerangi Covid-19 untuk keselamatan bangsa dan negara.
Penulis: Al Muiz Liddinillah (Duta Damai Jawa Timur)