Kedamaian dan ketenangan menjadi jalan setiap hidup manusia, menikmati segala yang ada di dunia dengan bersuka cita. Walau mengetahui konflik akan terus terjadi, entah dari diri sendiri ataupun orang lain. Banyak dijumpai terjadi konflik yang didasari latar belakang fisik, harta, jabatan, dan kepercayaan. Sehingga, nafsu menyebabkan manusia tidak pernah puas atas apa yang dicapai. Selalu membandingkan pencapaian dengan orang lain, tanpa mensyukuri sedikitpun.
Orang lain sukses dengan pencapaiannya dan menimbulkan kecemburuan sosial dengan menghalalkan segala cara. Tidak berhenti disitu, melakukan hal kotor seperti, menjatuhkan atau menyelakai secara fisik bisa saja dilakukan. Kita bisa melihat pada lingkungan masyarakat masing-masing, budaya membandingan orang dengan standar harta masih sangat kental.
Akhir-akhir ini, film “Tilik” yang tayang di tahun 2018 sedang marak diperbincangkan, akibat mencerminkan perilaku sehari-hari yang sangat dekat dan kita alami. Apa yang kita lakukan akan selalu salah dimata orang yang tidak suka, akibat tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kenyataanya masih banyak orang yang melakukan, ujaran kebencian dan jalan damai masih jauh.
Sejatinya kepercayaan terhadap Tuhan yang diyakini adalah hak pribadi dan mencampurkan antara urusan pribadi dengan publik tidak seharusnya dilakukan. Namun, dari rentetan kejadian seperti, bom gereja, kekerasan terhadap kelompok syiah, mengkafirkan, dan ujaran kebencian yang membuat orang menjadi gusar untuk berinteraksi kepada orang yang berbeda kepercayaan merupakan permasalahan yang mengandung unsur pribadi dan publik.
Belajar dari surah Ali-Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu kerena nikmat Allah, orang-orang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari keadanya ….”
Mengurus perbedaan tidak ada ujungnya, karena berbeda dari sebuah keniscayaan. Namun, mempersatukan yang berbeda itu menjadi anugrah patut disyukuri. Saling mengisi kekurangan satu sama lain dan membangun peradaban atas dasar cinta yang jelas termaktub di hati.
Menjalankan apapun ketika dengan cinta, membuat semua orang akan berbuat baik bahkan bisa mengorbankan dirinya demi menyebarkan cinta tersebut. Seperti, Nabi Muhammad menjalankan perilaku dengan penuh cinta, sehingga membuat perjanjian yang melindungi umat selain Islam. Kisah perjuangan Mahatma Gandhi selalu percaya manusia memiliki hak yang sama, dan hidup bersama secara damai di dalam negeri.
Di Indonesia, sosok Gus Dur menjadi kiblat toleransi. Pemikiran memanusiakan manusia menjadi amalan yang perlu ditegakkan, sampai sekarang pemikiran itu terus menjadi jembatan bagi masyarakat untuk berinteraksi.
Mencari kedamaian dalam hati menjadi poin penting untuk proses meyakini dan menghargai selama proses kehidupan. Langkah pertama untuk memulai pencarian, yakni menerima diri sendiri. Mulai dari fisik dan kemampuan setiap orang yang memiliki keistimewaan masing-masing, ada yang mampu menjadi pebisnis, olahragawan, guru, seniman, dan selainnya.
Setiap orang memiliki jalan yang berbeda, selalu percaya bahwa Tuhan memberikan anugerah bakat kepada setiap hamba tanpa terkecuali.
Selanjutnya, tidak membandingan apapun yang kita miliki dengan kepunyaan orang lain, karena berpotensi meniimbulkan rasa iri yang sangat besar. Nafsu manusia menjadi tolak ukur atas sikap tersebut, keinginan untuk selalu melebihi apa yang dimiliki menjadi hal mutlak.
Memafkan kesalahan yang membuat kita semakin menghargai pencapaian, bukan berarti mentolerir kesalahan yang dibuat, tetapi bagaimana kita belajar untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Lebih baik belajar untuk memperbaiki kesalahan yang sudah diperbuat.
Tidak lupa memafkan apa yang sudah diperbuat orang lain, dengan begitu kita akan lebih menerima diri sendiri, lingkungan, dan orang disekitar. Tentu saja tidak akan mudah melakukan kalau hanya sebatas niat, perlu diterapakan dengan sepenuh hati. Meyakini Tuhan akan selalu menyertai orang yang berubah kearah kebaikan.
Perasaan cemburu pasti akan terjadi tatkala seorang mengalami jatuh cinta, baik mencintai agama, pasangan, dan benda yang dimiliki. Melibatkan antara aku, kamu, dan dia dalam dinamika kehidupan untuk saling melengkapi. Memberikan asupan ruh dengan cinta, hingga mengalir keseluruh tubuh dan memberikan kedamaian dalam hati.
Bukti bahwa kita mencapai kedamaian dalam hati, ialah menanamkan cinta dan mengimplementasikan perilaku sehari-hari dengan kasih sayang. Mengutip perkataan penyair India bernama Rabindranath Tagore (1861-1941) tentang manusia dan cinta, berbunyi, “Hari-harimu telah berakhir, maka aku akan berkata, ‘Aku telah hidup dalam cinta bukannya hidup di dalam masa’.”
Di lubuk hati semua orang menginginkan kedamaian dari hati, menjalankan setiap aktivitas dengan tenang. Hidup berdampingan saling tolong menolong, menebar kasih ke sesama manusia tanpa terkecuali. Berperilaku seperti manusia memang harus dikerjakan sebagai pemilik akal dan perasaaan. Semua orang berhak berekspresi dan memilik keyakinan sesuai pilihan hati. Karena semua jawaban adalah cinta.
Penulis : Akbar Trio Mashuri (Duta Damai Jawa Timur)