Menurut Gammal al-Banna, Al-Quran melarang masing-masing kelompok agama mengklaim sebagai umat yang paling utama seraya merendahkan kelompok agama lain. Kelompok-kelompok agama tidak boleh mengklaim dirinya adalah ahli surga dan sementara kelompok lain adalah ahli neraka. Klaim-klaim seperti ini sama saja dengan merampas hak Allah. Sudah saatnya para da’i Islam mengetahui bahwa mereka tidak dituntut mengislamkan non-Muslim.
Mereka tidak berhak mengklaim bahwa selain orang Islam akan masuk neraka, karena kunci-kunci surga dan neraka tidak berada di tangan mereka. Sikap seperti ini merupakan pelanggaran keras terhadap wewenang Allah. Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 105. “Wahai orang-orang yang beriman, diri kalian adalah tanggungjawab kalian. Orang yang tersesat tidak akan membahayakan kalian ketika kalian mendapat petunjuk” (QS. Al-Maidah 5:105)—Adalah sekadar menjadi saksi atas manusia. Para da’i hanya bertugas memperkenalkan Islam kepada mereka kemudian membiarkan mereka menentukan keyakinan mereka sendiri. (Masduqi, 2011, p. 71).
Kemajemukan agama merupakan realitas yang tidak bisa terpisahkan dalam hidup di negeri ini, terutama di Indonesia. Lebih kecil lagi bahwa pada setiap daerah pasti ada keberagaman agama yang lair dengan berbagai etnis, ada umat Kristen dengan etnis Cina, Kristen dengan etns Jawa, Kristen dengan etnis Madura, umat Islam dengan etnis Jawa, Islam dengan etnis Madura, Islam dengan etnis Tionghoa, Islam dengan etnis Arab, Hindu dengan etnis Bali, Hundu dengan etnis Jawa dan macam lainnya. Semua itu merupakan kemajemukan yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan di Indonesia.
KH. Hasyim Muzadi dalam tulisan Tasirun Sulaiman melaporkan, entitas Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin mengakui eksistensi pluralitas keberagamaan, karena Islam memandang pluralitas keberagamaan itu sebagai sunatullah, yaitu fungsi pengujian Allah kepada manusia, fakta sosial, rekayasa dan kemajuan umat manusia. Menurut KH. Achmad Siddiq melaporkan, mengajukan tiga mcam persaudaraan (ukhuwah). Pertama, ukhuwah Islamiyah, kedua, ukhuwah wathaniyah dan ketiga, ukhuwah insaniyah. Ketiga uhkuwah ini harus diwujudkan secara berimbang menurut porsinya masing-masing. KH. Achmad Siddiq menjelaskan, bahwa persaudaraan ‘indal Islam (versi Islam) bukan persaudaraan eksklusif atau terbatas dengan umat Islam saja, tapi persaudaraan yang melampaui batas agama dan keyakinan. (Sulaiman, 2017, p. 93).
Dalam sudut pandangan dari masing-masing agama pastinya mempunyai sebuah sudut pandang berbeda-beda mengenai kemajemukan dalam bersikap dengan adanya agama-agama di negeri ini. Alwi Sihab dalam buku Aksin Wijaya melaporkan, pluralisme agama adalah keyakinan bahwa tiap-tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui dan membolehkan keberadaan dan hak agama lain, tetapi juga terlibat aktif dan bersikap positif dalam usaha membangun perbedaan dan persamaannya untuk mencapai kerukunan dalam kebhinnekaan. (Wijaya, 2019, p. 92).
Penulis: Ahmad Zainuri (Duta Damai Jawa Timur)