Indonesia bukan negara agama, namun negara yang beragama. Itulah mengapa keberadaan agama di Indonesia juga masuk dalam tataran pemerintahan dengan adanya Kementrian Agama. Disamping itu, agama juga menjadi alternatif mempersatukan umat manusia, yang sebelumnya dikotakkan dengan fanatisme suku, keturunan, dan status sosial. Hadirnya agama dengan wajah yang memiliki prinsip kemulian seseorang ditentukan oleh tingkat keimanan dan ketakwaannya, menekan timbulnya fanatis yang berebih antar suku dan golongan tertentu.
Fanatisme antar suku tadi timbul akibat dari beragamnya suku di Indonesia. Namun, hadirnya agama yang semula dianggap dapat meredam fanatisme kesukuan ini, ternyata justru berdampak pada timbulnya fanatisme beragama yang berlebih. Karena tidak dapat kita pungkiri bahwa agama di Indonesia pun beragam. Dan tiap-tiap agama itu kemudian mengklaim sebagai agama yang terbaik dan paling benar.
Ketika suatu agama menganggap bahwa agamanya adalah yang paling benar, secara tidak langsung kondisi ini memicu timbulnya fanatisme yang lebih besar dibandingkan dengan fanatisme ke-sukuan. Hal ini karena agama merupakan hal sensitif yang dengan mudah dapat menimbulkan gesekan di masyarakat. Sehingga, perlu adanya penekanan terkait esensi beragama yang sesungguhnya.
Terkait esensi beragama ini, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Kafirun ayat 6 yang artinya Untukmu agamamu dan untukku agamaku. Ayat ini mengandung nilai toleransi beragama yang sangat tinggi. Dimana setiap manusia dapat beragama dengan bebas, sesuai keinginan mereka, tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak lain. Hal ini juga menjelaskan bahwa dalam beragama setiap pribadi merdeka untuk memilih agama apa yang akan mereka anut.
Jika dirujuk kembali Asbabun Nuzul surat Al Kafirun ini, khususnya ayat ke-enam adalah karena munculnya ajakan kaum kafir quraisy untuk bertukar keyakinan dengan Nabi Muhammad SAW. Dengan tujuan untuk menunjukkan kepada Baginda Nabi bahwa agama merekalah yang paling benar.Sehingga Allah SWT menurunkan surah Al Kafirun ini. Sebagai penekanan bahwa manusia tidak boleh mempermainkan agama dengan saling menukar kepercayaan. Yang dalam surat ini ditekankan pada ayat ke enam.
Dewasa ini pelaku agama kerap kali melakukan kekerasan, diskriminasi, dan permusuhan pada kelompok lain. Kondisi ini menjadikan agama kehilangan sisi fungsional sebagai kekuatan keadian dan perdamaian. Ketika seperti ini secara tidak langsung agama telah bereinkarnasi menjadi komunitas yang membahayakan pada perdamaian. Karena masyarakat akan cenderung membela golongannya sendiri.
Toleransi Beragama dalam Keberagaman
Untuk menghindari fanatisme berlebih dalam beragama, perlu adanya penanaman nilai-nilai toleransi pada setiap umat beragama tanpa terkecuali. Beberapa nilai nilai toleransi tersebut sebagai berikut:
Pertama, menerima perbedaan untuk hidup damai. Perbedaan bukanlah hal yang perlu dihindari, akan tetapi perlu diterima untuk kemudian dijadikan jalan menuju hidup yang lebih damai. Dengan menerima perbedaan yang ada karena bangsa yang multikultural baik dari segi suku maupun agama kehidupan yang damai akan tercapai. Sehingga masyarakat dapat hidup dengan harmonis.
Kedua, menjadikan keseragaman menuju perbedaan. Maksudnya disini adalah membiarkan kelompok-kelompok masyarakat yang multikultural dalam ranah perbedaan tidak perlu diseragamkan. Karena dari perbedaan disinilah akan timbul rasa untuk saling melengkapi dan memberika rasa toleransi yang sangat tinggi dalam masyarakat.
Ketiga, membangun modal stoisisme. Menekankan dalam diri bahwasanya setiap pribadi memiliki hak yang sama. Sehingga dalam praktiknya setiap individu tidak memiliki egosentris yang tinggi. Dengan demikian antar individu akan timbul rasa saling menghormati yang tinggi, ketika mereka menyadari bahwa setiap individu memiliki hak yang sama.
Keempat, mengekspresikan keterbukaan. Keterbukaan pemikiran dan juga terhadap orang lain akan menuntut untuk timblunya rasa ingin tahu dan tidak sungkan untuk berinteraksi serta belajar kepada orang lain. Dengan demikian akan terbentuk pribadi yang toleran, mau mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain tanpa memandang background mereka.
Empat aspek tadi dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengimplementasikan nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam Q. S Al Kafirun ayat 6. Dengan adanya penekanan bahwa agama telah menganjurkan untuk saling bertoleransi, setidaknya akan berdampak terhadap menurunnya jumlah perselisihan paham akibat perbedaan yang ada di masyarakat saat ini. Sehingga akan menciptakan masyarakat yang aman, damai, dan harmonis.
Wallahu ‘Allam
Penulis: Nuril Qomariyah