Dunia maya semakin semarak dengan berbagai isu sosial, politik hingga ekonomi. Persoalan demi persoalan mulai tumbuh dan berkembang dengan cepat. Berita demi berita mulai dibingkai sedemikian rupa, dan menambahkan kepusingan para peselancar.
Politik, salah satunya yang semakin memperkeruh duni maya kita saat ini. Hampir berbagai media memberitakan perihal politik bangsa ini, wabilkhusus pilpres atau pemilu. Pemberitaan seperti itu, perlu juga diimbangi dengan pemberitaan yang benar-benar menjadi kebutuhan rakyat.
Pembingkaian pemberitaan telah tertuju pada perpecahan dengan membawa-bawa agama. Saling serang antar intelektual, ulama ataupun negarawan. Semakin membingungkan. Padahal, saat ini harusnya kita memperingati dan merayakan kemerdekaan dengan penuh suka cita.
Banyak tugas kita bersama untuk menetralisir dunia maya. Bagaimana caranya? Banyak cara yang bisa kita lakukan. Salah satunya dengan mewarnai dunia maya dengan konten kemerdekaan berbalut nasionalisme.
Indonesia dikenal dengan keberagaman agamanya. Banyak yang tidak tahu keberagaman agama- agama yang ada di Indonesia. Paling-paling hanya enam agama yang diketahui, yang telah disahkan oleh negara, di antaranya; Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu. Padahal, banyak sekali agama yang ada di Indonesia, di antaranya adalah agama-agama lokal; penghayat, kapitayan, atau sunda wiwitan.
Mengenalkan identitas bangsa dengan keragaman agama adalah wujud memerahputihkan dunia maya. Karena sejatinya Indonesia adalah negara yang kaya dengan agama-agama. Di mana agama yang ada di Indonesia adalah pemersatu bangsa, yang memiliki nilai luhur dan menghormati budaya bangsa.
Selain itu, perlu kiranya kita merahputihkan dunia maya dengan konten keanekaragaman budaya. Keberagaman budaya di Indonesia sangat kaya, dari karya seni, satra, atau kebudayaan lainnya. Dalam hal seni, kita bisa mengenalkan seni rupa, tari atau musik. Sedangkan dalam sastra, ada sastra lisan dan sastra tulis. Selain itu, masih banyak lagi, salah satunya adalah permainan tradisional, atau dolanan.
Permainan tradisional akhir ini semakin jarang dimainkan oleh anak-anak di pedesaan atau di perkotaan. Dolanan kini telah terkikis oleh perkembangan teknologi, yang telah menyusup di dunia maya. Dengan mudahnya dolanan sirna ditelan permainan atau game digital dilayar kaca gawai kita.
Zaini Alif, dalam seminarnya di Ted Talks Jakarta, Agustus 2011, menyatakan bahwa Indonesia kaya akan keberagaman permainan tradisonal. Ia telah meneliti permainan tradisional. Terhitung ada 250 jenis permainan tradisional di Sunda, 212 di Jawa, 50 di Lampung dan 300 antar provinsi. Belum lagi di daerah lainnya.
Kekayaan permainan tradisional Indonesia sangat banyak. Kekayaan itu perlu kiranya untuk diperkenalkan di dunia maya, beserta filosofinya. Sehingga permainan itu diketahui oleh banyak orang. Sehingga, negeri ini tidak garing dan menjemukan.
Permainan tradisional memiliki filosofi yang tinggi dalam membangun bangsa yang beradab. Di sana banyak nilai luhur bangsa ini, di antaranya adalah gotong royong, kekompakan, persaudaraan, kerja keras dan lain sebagainya. Permainan tradisional perlu kita hadirkan kembali.
Sangatlah berbeda, jika permainan tradisional dikemas dalam versi digital. Permainan tradisional akan terasa sangan substantif, ketika dapat dimainkan secara langsung, antar teman. Selain itu, juga untuk melestarikan kebudayaan Indonesia melalui permainan tradisional.
Selain agama dan kebudayaan, kita bisa memerahputihkan dunia maya dengan menginternalisasikan nilai Pancasila ke dalam konten yang kita buat. Mengenalkan tokoh bangsa atau para pahlawan kita, serta sejarah bangsa ini.
Terakhir, kita juga bisa merayakan kemerdekaan Indonesia dengan mengenalkan lagu lagu kebangsaan. Lagu wajib bangsa ini bisa kita perkenalkan dan publikasikan di setiap media sosial kita. Merdeka, merdeka, hiduplah Indonesia Raya di dunia maya.
Penulis: Miftahul Fahmi (Pasca UIN Surabaya)