ISIS (islamic State in Iraq and Syiria) merupakan sebuah kelompok dengan misi kekhalifahan dan berideologi kekerasan. Kelompok ini dipimpin oleh seorang yang bernama Abu Bakar Al-Baghdadi, diyakin dia lahir di Samarra bagian utara Baghdad sekitar tahun 1971. Beberapa media massa salah satunya BBC News Indonesia menyebutkan ISIS dibentuk pada April 2013. Bahkan jauh sebelum dideklarasikannya ISIS tahun 2013, kisah ISIS dimulai tahun 2003 ketika Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak. Akibat invasi AS tersebut akhirnya menyebabkan Irak mengalami perang saudara meskipun sesama muslim. Antara muslim Sunni dan Syiah inilah yang kemudian berkonflik dan memberikan ruang kelompok berideologi kekerasan macam ISIS muncul diantara mereka. Bahkan ISIS dituduh sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas banyaknya pembantaian warga sipil, bom bunuh diri, penyanderaan wanita dan anak-anak, serta eksekusi-eksekusi yang sama sekali tidak manusiawi. Kekejaman kelompok ISIS terhadap kemanusiaan inilah salah satu bukti bahwa kelompok ini bukanlah kelompok yang layak untuk dianut siapapun.
Setelah sekian lama, kurang lebih lima tahun yang lalu kelompok ISIS mendeklrasikan diri, kini mereka telah dinyatakan runtuh oleh SDF (pasukan demokrasi suriah). Tepat di tahun 2019 ini tanggal 23 Maret di desa Baghouz melalui juru bicaranya Mustafa Bali, SDF menyatakan ISIS telah kalah atau runtuh. Berita tersebut menjadi sebuah berita yang membahagiakan untuk kemanusiaan, karena salah satu kelompok yang mencederai rasa kemanusiaan telah dinyatakan runtuh. Berita runtuhnya ISIS pun mewarnai pemberitaan di Indonesia. pemberitaan-pemberitaan tersebut diantaranya meliputi masa depan WNI (warga negara Indonesia) yang telah bergabung di ISIS, kita semua tahu bahwa banyak dari deportan ISIS pun berasal dari negara-negara lain. Pemberitaan tersebut sekaligus mengingatkan kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk selalu berkomitmen merawat kemajemukan bangsa ini melalui Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.
Meskipun salah satu ancaman dunia telah dinyatakan runtuh ditahun ini. Rasa waspada terhadap ideologi yang berhaluan kekerasan tidak boleh kendor sedikit pun, demi kepentingan kemanusiaan. Bahkan runtunya ISIS pun bisa diambil kesimpulan bahwasannya kekuatan paling besar adalah persatuan dan kesatuan suatu umat. Siapapun yang berkehendak untuk tidak berdamai dengan sesamanya maka ia akan kalah dalam perjalanannya sendiri. Sebab kodrat manusia telah tercipta saling berdampingan dan membutuhkan satu sama lain. Salah satu bukti bahwa perbedaan memang tercipta sebagai rahmat adalah bangsa Indonesia mampu dan memiliki falsafah bangsa untuk mempersatukan perbedaan itu semua. Mulai perbedaan bahasa, budaya bahkan agama, sebab persatuan dan kesatuan yang telah tumbuh subur dalam bangsa ini adalah sebuah amanah untuk selalu dirawat agar bangsa ini mampu untuk selalu berkomitmen menghormati segala perbedaan dan bersatu untuk memajukan bangsa ini.
Selain runtuhnya ISIS melalui pernyataan resmi dari SDF merupakan bukti bahwa ISIS merupakan kelompok yang mengancam masa depan kemanusiaan. Bukti lebih otentik muncul dari kesaksian para mantan deportan ISIS yang berasal dari Indonesia yang menuai penyesalan yang nyata setelah ikut bergabung dengan ISIS. Agustus 2017, pemerintah Indonesia melalui BNPT (Bada Nasional Penanggulangan Terorisme) memulangkan 18 WNI yang pernah bergabung ISIS. Kepulangan tersebut sekali lagi menjadi bukti bahwa janji ataupun tipu daya kebahagiaan ataupun propaganda yang diluncurkan oleh ISIS adalah salah adanya. Kekecewaan tersebut salah satunya disampaikan oleh Difansa yang juga menjadi bagian dari 18 WNI yang beruntung yang berhasil pulang kembali ke Indonesia, dia bercerita bahwa ISIS penuh keburukan da kekejaman, disana harga nyawa sangat murah. Siapapun yang berada di luar bagian dari ISIS adalah kafir dan bisa dibunuh begitu saja. Nyawa yang begitu murah yang tergambar dari cerita Difansa adalah sekelumit kekejaman ISIS. Cerita lain pun muncul dari dengan sangat miris, para perempuan pun hanya dianggap sebagai pabrik anak. Sehingga gambaran ISIS akan menghadirka sebuah perdamaian yang menjadi latar belakang mereka berangkat ke Irak ternyata salah sama sekali. Dan akhirnya mereka menuai kekecewaan yang mendalam.
ISIS yang muncul dari akibat invasi AS terhadap Irak yang juga munculkan akibat perang saudara di Irak merupakan contoh bahwa tidak ada yang patut dibanggakan selain persatuan. Hal tersebut pun dapat dijadikan sebuah momentum perenungan yang mendalam, bahwa para founding father bangsa Indonesia dengan begitu gigihnya merawat keberagaman bangsa ini untuk selalu bersatu. Melalui falsafah Pancasila dan juga Bhineka Tunggal Ika, semangat persatuan bangsa ini dibangun. Sehingga dengan falsafah pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, bentuk keberagaman yang begitu besar dalam bangsa ini benar-benar nampak menjadi rahmat. Kita mampu hidup berdampingan, kita mampu berjuang dan bersatu melalui sumpah pemuda misalnya untuk mengusir penjajah. Sehingga kita semua harus tetap fokus untuk merawat kebhinekaan bangsa Indonesia. jika para founding father bangsa ini telah memulai dengan begitu indahnya mempersatukan keberagaman yang ada, maka kita sebagai generasi muda bangsa juga harus selalu fokus melanjutkan merawat keindahan persatuan dan kesatuan bangsa.
Jangan sampai ideologi-ideologi kekerasan merusak persatuan bangsa Indonesia. Irak dengan adanya perang saudara mengakibatkan munculnya ISIS yang justru menciderai kemanusiaan dan dikecam dunia. Maka kita sebagai bangsa dengan penuh keberagaman ini, harus menghindari peperangan saudara dalam bentuk apapun. Kita semua harus mengingat dan memandang dengan hati nurani, bahwa bangsa ini ada karena keberagaman tersebut. Dengan persatuan dan kesatuan kita mampu berdaulat, dan kita harus mempertahankan itu semua.
*Penulis: Abdul Muhaimin