Oleh : Al Muiz Liddinillah
Hijrah biasanya dimaknai dengan perpindahan atau perjalanan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Selain itu, hijrah juga dimaknai sebatas mode berpakaian atau lifestyle belaka. Apakah sesempit itu permaknaan hijrah?
Fenomena hijrah selalu menjadi topik menarik di setiap awal pergantian tahun hijriyah. Tahun di mana perhitungan bintang didasarkan pada pergerakan bulan. Kalender hijriyah inilah biasanya diyakini dan diikuti oleh umat islam.
Pergantian tahun hijriyah ini menjadi refleksi sejarah atas hijrah nabi dari kota ke kota, khususnya dari Mekkah ke Madinah. Dalam mendakwakan islam yang rahmatan lil alamin, Nabi Muhammad senantiasa berpindah dari negara ke negara, dari kota ke kota.
Maksud hijrah nabi yang penulis ketahui adalah dalam misi menebar perdamaian kepada seluruh makhluk. Selain misi perdamaian, Nabi juga memiliki misi untuk membangun moralitas yang santun bersahaja. Sebagaimana Nabi sebagai sosok yang uswatun hasanah, teladan yang baik.
Nabi adalah sosok pusat perhatian dalam mengajarkan moral dan akhlak kepada umat manusia di tengah perkembangannya. Nabi memiliki misi menyirami tanaman di ladang yang gersang. Mengapa demikian? Karena sejatinya tanaman itu sudah ada pada sanubari setiap manusia, Nabi hanya menyiramnya dengan mata air keteladanan.
Sebelum pandemi, fenomena hijrah dari kalangan muda tersebar di sekitar kita, bahkan di media sosial. Kelompok anak muda yang mengusung hijrah menjadikan grand design atau model pergaulan anak muda yang islami. Desain itu lah yang menguatkan tren pemuda hijrah menuju Mall untuk mencari busana muslim yang islami, yang syari.
Bahkan, sebelum pandemi juga bermunculan produk-produk hijrah atau produk yang dilabeli dengan produk Syariah. Produk yang tersertifikasi halal, seperti sepatu dengan hak tinggi. Dan masih banyak lagi produk-produk yang disyariatisasi atau disertifikasi dengan standar Syariah oleh kelompok hijrah.
Setelah pandemi datang, kita tidak tahu kemana komunitas hijrah itu berkumpul. Kemana mereka meneruskan gagasannya tentang produk-produk halal atau produk bersyariat islam. Tentu, geliat itu perlu diamati dengan seksama, kemana komunitas hijrah dalam masa pandemi seperti ini?
Saat pandemi datang, perdebatan tantang COVID-19 membuming. Bahasan terkait vaksin juga muncul. Seperti apa vaksin yang halal dan sebagainya. Hiruk pikuk perdebatan COVID-19 nyata atau tidak menjadi percakapan banyak orang.
Di momen pergantian tahun hijriah pada nuansa yang sama dengan sebelumnya, yakni pandemi ini menghantar kita untuk kembali berfikir, bagaimana kita harus berhijrah? Hijrah di tengah pandemi adalah hijrahnya orang yang lalai menuju orang yang waspada, hijrahnya orang yang tak percaya menuju percaya.
Lalai adalah sifat yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal itu telah termaktub dalam surat Al Ma’un. Sedangkan orang yang tak percaya pada kebenaran atau pada fakta adalah orang yang merugi pula. Lalai dan tak percaya pada sesuatu yang ada pada sesuatu yang bahaya adalah awal dari musibah.
Pada wabah yang merebah, kita semua dituntut untuk memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Hal itu adalah bagian dari perubahan perilaku yang baik dari perilaku yang normal- di mana yang normal menjadi tidak baik karena adanya pandemi. Perubahan sederhana itulah adalah hal kecil yang mampu berkontribusi untuk kebaikan yang besar.
Berdiam diri, juga merupakan hijrah mode pandemi. Dengan berdiam diri di era teknologi ini kita juga masih bisa melakukan banyak hal, seperti: berefleksi, membaca, menulis, atau menggunakan teknologi untuk berkarya dan memengaruhi banyak orang. Seni berdiam diri sangat penting diaplikasikan di tengah pandemi ini.
Mengapa penting mendalami seni berdiam diri? Karena seni ini adalah keterampilan menghadapi pandemi agar tidak semakin menyebar dan membahayakan banyak orang. Dengan berdiam diri kita sudah ikut menyumbangkan keselamatan dan perdamaian untuk banyak orang.
Hijrah di tahun ini adalah hijrah dari perpindahan jasmani menuju pertapaan jasmani. Hijrah dari ketakpedulian menuju kepedulian. Hijrah dari kebisingan menuju keheningan.