Salah satu serial anime Jepang garapan Takeshi Obata yang berjudul Death Note menjadi anime yang menarik dalam kaitannya mengenai deskripsi Id dan Ego pada manusia. Manusia memiliki dorongan-dorongan primitif. Ini yang disebut dengan Id; dorongan primitif yang ada pada manusia ini menghendaki untuk segera dipenuhi atau dilaksanakan keinginan dan kebutuhannya. Ketika dorongan tersebut dipenuhi dengan segera, maka menimbulkan perasaan senang, puas, serta gembira. Menurut Sigmund Freud, cara kerja Id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan kenyamanan.
Tokoh utama dalam serial Death Note ini digambarkan sebagai seorang remaja yang tidak puas dengan keadaan dunia, sebab menurutnya dunia telah rusak dikarenakan oleh banyaknya kejahatan. Kemudian tokoh utama bernama Light, yang memutuskan untuk menciptakan dunia baru yang baik dan bersih dari kejahatan. Dalam mencapai tujuannya, Light justru melakukan banyak pembunuhan terhadap para pelaku kriminal dengan menggunakan buku death note yang ditemukannya. Baginya, dunia yang ideal adalah dunia yang di dalamnya tidak terdapat seorang pun yang jahat.
Dengan alasan tersebut, dia menggunakan death note sebagai senjata untuk menghapus (baca: membunuh) setiap orang yang dianggapnya jahat dan tidak berguna tanpa pandang bulu. Tindakannya mendapat perhatian dari masyarakat hingga masyarakat memberinya julukan “Kira” (Killer/pembunuh). Tokoh utama yang bernama Light tersebut akhirnya mengalami pergolakan batin yang akhirnya justru mendorongnya untuk terus menerus melakukan pembunuhan.
“Aku akan menuliskan nama-nama para penjahat, seperti membersihkan dunia. Jadi, pada saat itu takkan ada kejahatan. Orang berhak mati atas kejahatannya. Orang-orang tidak bermoral atau mengusik orang lain akan kuhapuskan secara perlahan. Maka dunia akan benar-benar pindah kearah yang benar, dan aku akan mencipatkan dunia yang terdiri dari orang baik. Dan aku akan menjadi Tuhan di dunia baru itu!” Ungkap Light dengan keoptimisan yang dimilikinya untuk mengubah dunia. Light mengatakan bahwa, hal yang dilakukannya itu adalah untuk keadilan. Namun, meski memahami apa motivasi dan sebab Light melakukannya, langkah yang dipilih Light tersebut merupakan sebuah kejahatan.
Dari katakter tokoh Light kita memahami salah satu sifat manusia; Seseorang yang berkembang belajar bahwa ia tidak berperilaku sesukanya dan harus mengikuti aturan yang ditetapkan, lalu timbul keinginan untuk memenuhi tuntutan dan keinginan yang kuat dari suatu realitas yang membentuk struktur kepribadian yang baru yaitu Ego. Kaitannya dengan Id—sesungguhnya sebuah aspek biologis kepribadian. Merupakan suatu sistem yang paling asli di dalam diri seseorang karena dibawa sejak lahir dan tidak memperoleh campur tangan dari dunia luar (dunia objektif). Dan juga merupakan energi psikis yang menggerakkan ego.
Kemudian ego mengintegrasikan tuntutan Id untuk memajukan tujuan-tujuan. Ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Kita dapat melihat konflik ego yang dimiliki oleh Light, antara kemauan dan rasa kemanusiaannya.
Bagaimana relevansinya dengan saat ini? Dengan tingkah manusia saat ini? Barangkali banyak yang memegang prinsip keadilan yang kuat. Sehingga ketika menemukan suatu keganjalan yang tidak sesuai dengan prinsip awalnya, Ia merasa perlu untuk bertanggung jawab dengan meniadakan keganjalan tersebut, bahkan meski harus mengorbankan jiwa kemanusiaannya. Padahal, menegakkan suatu keadilan tanpa kemanusiaan juga merupakan suatu kejahatan. Mengorbankan hati nurani dan hidup seseorang adalah sesuatu yang seharusnya tidak dibenarkan.
Tokoh Light mempunyai tujuan membuat dunia lebih baik dengan menghapuskan orang-orang jahat dan tidak bermoral. Sehingga hanya tersisa orang-orang baik, namun cara Light tidak sejalan dengan kemanusiaan dan kebenaran. Ia bertindak sebagai sosok yang berhak menghakimi. Ia menganggap dirinya adalah “Tuhan”. Light menjadi karakter protagonis yang anti-hero dengan memiliki tujuan yang baik namun dengan cara yang salah.
Kepribadan manusia seharusnya memiliki nilai dan aturan yang evaluatif. Memiliki keinginan dan juga batasan melaui proses internalisasi. Seseorang memiliki Id secara lahiriah untuk mencapai kesempurnaan kesenangan, namun tetap memperhatikan aspek moral kepribadian. Mampu menentukan mana yang benar dan salah, pantas dan tidak pantas, susila dan asusila, dan bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Manusia seharusnya juga bisa mengendalikan dorongan atau impuls yang dapat diterima oleh masyarakat. Mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai untuk diterapkan dalam ruang lingkup bermasyarakat. Mengorbankan ego yang lebih mengarah pada kenyataan dan keinginan daripada kebaikan. Serta mengedepankan kesempurnaan moral daripada kesenangan.
Penulis: Musyarrafah S (Duta Damai Jawa Timur)