Catatan merah di dunia pendidikan agama Islam. Miris! Kematian santri Ponorogo, Jawa Timur, disebabkan kekerasan oleh santri lainnya, dilansir oleh kompas.com. Perilaku kekerasan tidak pernah dibenarkan dalam dunia pendidikan, meskipun dengan dalih membentuk karakter disiplin.
Kejadian kekerasan di pesantren tidak sesuai dengan tujuan berdirinya. Dalam buku Ariffin berjudul “kapita selekta pendidikan (Islam dan umum)” menjelaskan tujuan umum pesantren ialah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmunya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
Pengabdian masyarakat dengan cerminan akhlak menjadi pedoman untuk mengajarkan ulang nilai-nilai Islam yang diajarkan di pesantren saat menjadi santri.
Setiap pesantren memiliki karakteristik sistem dan budaya ajar untuk meningkatkan kuliatas santri. Di dalam sistem pesantren harus mengakomodir keamanan dan kenyamanan santri dalam proses belajar.
Selayaknya, pondok pesantren menjadi ruang aman untuk proses belajar agama dan membentuk akhlak mulia, mencerminkan wajah Islam yang rahmatan lil alamin, dan Islam mengajarkan kasih sayang.
Contoh sederhana dalam lingkungan asrama pesantren yang bisa diterapkan, penanggung jawab asrama wajib satu minggu sekali memberikan himbauan agar saling menghormati santri lainnya, dari santri baru atau lama. Diberikan gambaran dampak jika melakukan tindakan kekerasan (senioritas) yang tidak sesuai dengan diajarkan di Pesantren.
Pesantren dimana pun tidak seharusnya menekan santri kuat mental sekaligus menjustifikasi gender laki-laki tahan banting. Kembali lagi dengan tujuan pesantren untuk mendidik santri, bukan militer. Penting memahami porsi tujuan dan maksud kegiatan diiringi dengan perkembangan santri.
Penguatan mental tidak harus dengan menjatuhkan harga diri santri. Penerapan penguatan mental bisa diterapkan dengan cara memperlihatkan sudut pandang yang berbeda, bertanggung jawab setiap perilaku yang dilakukan, dan berpikir bahwa diri sendiri bisa melewati segala masalah yang dialami.
Menciptakan sistem baik perlu adanya pembiasaan secara terus menerus, tidak hanya sekedar perkataan satu dua kali tetapi penerapan sekaligus pemantauan perilaku santri secara berkala.
Mengaca pada kejadian kekerasan sesama santri, pencegahan pesantren bisa memberikan layanan untuk santri yang sedang atau pernah mengalami kekerasan secara sikis dan fisik. Jaminan diberikan kepada pelapor dengan cara keamaan dan kerahasiaan personal disusul adanya pendampingan pihak pesantren kepada pelapor.
Perkara kekerasan tak selesai begitu saja dengan kata maaf. Diperlukan pendampingan kepada korban, kemungkinan masalah lain timbul adanya traumatik dalam diri korban.
Kepercayaan orang tua tidak sepatutnya dikhianati dengan pembiaran atau tindakan yang tidak ada hubungan dengan pendidikan Islam.
Alternatif pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, diberlakukan ‘Sekolah Ramah Anak’ agar menjadi keamanaan dan kenyamanan dalam proses pembelajaran.
Kekerasan sudah seharusnya tidak terjadi di pesantren. Sebab salah satu pengajaran di pesantren berbunyi, fakkir qobla an ta’zima (berpikir sebelum bertindak). Sehingga dampak perilaku yang dikerjakan mengetahui terlabih dahulu, membawa dampak buruk bagi orang lain atau tidak.
Seluruh nilai-nilai keagamaan di pesantren memiliki kebaikan. Tatkala diaplikasikan dalam keseharian, tindakan kekerasan tak akan lagi terdengar dan terjadi. Pengajaran tak hanya sekedar kata, tetapi perlu aksi nyata untuk menunjukkan diri kita menerima pengajaran yang telah disampaikan.
penulis : Akbar Trio Mashuri
sumber gambar : Holopis.com