Oleh: Abu Aman
/1/
Di warung kopi, tepat matahari di ufuk barat. Bapak-bapak berkumis berbincang lantang tentang pemilu, ditimpali sama bapak-bapak berkacamata hitam. Mereka sama-sama merokok sembari memainkan asap yang keluar dari mulut dan hidung. Terdengar samar-samar nomor satu, dua dan tiga.
Lebih tepatnya, warung kopi dengan foto presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Ditengah-tengah foto terpangpang burung garuda. Tepat di belakang bapak berkumis ada tulisan “Keberagaman menjadikan menenang diantara keberpihakan”.
/2/
Sampai kidung terdengar dari surau-surau dan angin sore memudar melambai dengan pelan. Perbincangan demi perbincangan masih asyik terdengar. Lagi-lagi bapak-bapak dengan baju partai menimpali beberapa kali. Terlihat percakapan semakin keras, meski matahari sudah sekian kali berpamitan dari teras.
Tiba-tiba pengamen datang bernyanyi. “Mafia hukum, hukum saja, Karena hukum tak mengenal siapa,” begitulah penggalan lirik lagu berjudul “Mafia Hukum” milik grup band beraliran grunge asal Bali, Navicula.
/3/
Masih tentang berita akhir pekan. Ketiga bapak-bapak masih antusias membicarakan pemilu kedepan, sedikit terdengar beberapa bait kalimat “pemilu damai”, “pemilu kekuasaan”, “pemilu partai”, dan banyak lagi diucapkan. Sepertinya pemilu menjadi topik yang sangat menarik bagi ketiga bapak-bapak tersebut. Sampai pengamen digubris.
Sampai panggilan azan terdengar dari beberapa surau, baru ketiga bapak-bapak tersebut kembali ke rumahnya masing-masing. Sebab pemilik warung bertutur “buat apa mikirin penguasa ujung-ujungnya kita tetap seperti ini,”. Seisi alam terdiam, sayup-sayup suara azan menghilang bersamaan dengan sepotong senja dan kisah pemilu.
Surabaya, 30 Oktober 2023