Baru saja kita memperingati hari raya Idul Fitri 1443 H, bahkan belum habis bulan Syawal yang sakral ini Malang raya di hebohkan dengan penangkapan mahasiswa di salah satu Universitas Negeri yang diduga tersangka teroris. Mahasiswa berinisial IA (22 tahun) yang kuliah mengambil jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini ditangkap pada Senin, 23 Mei 2022 di kostnya Perumahan Dinoyo Permai diduga terlibat melakukan pengumpulan dana untuk membantu jaringan Teroris ISIS yang ada di Indonesia. Selain itu IA juga mengelola media sosial dalam rangka mengkampanyekan materi- materi ISIS. Disisi lain IA juga berkomunikasi dengan tersangka teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) berinisial MR.
Kota Malang yang merupakan barometer kota pendidikan dan perdamaian dengan kehidupan yang sangat beragam ternyata masih sering kecolongan dengan gerakan-gerakan ekstrimisme. Padahal dengan adanya Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang jumlahnya hampir 70 seharusnya Malang mampu menjadi pelopor dan lokomotif perubahan bangsa Indonesia. Nyatanya, dengan fakta tertangkapnya IA menandakan bahwa Perguruan Tinggi masih rawan tersusupi dengan gerakan dan ideologi ekstrimis. Pancasila sebagai ideologi bangsa sudah menjadi mata kuliah wajib di awal-awal semester. Namun hal ini belum bisa dijadikan jaminan bahwasannya mahasiswa terbebas dari ideologi ekstrim.
Pertanyaan mendasar yang perlu direnungkan, apakah ada kesalahan dalam metode ajar yang dilakukan oleh para dosen sehingga masih ada mahasiswa yang memiliki ideologi ekstim kanan? Ataukah justru saat ini Pancasila perannya sudah kalah dengan ideologi agama yang menjanjikan surga?
Penguatan ideologi Pancasila yang diajarkan oleh dosen sudah sangat tepat untuk membentengi mahasiswa dari ideologi ekstrim, namun demikian perlu adanya implementasi dan praktek di lapangan. Bagaimana kemudian mahasiswa diajak
untuk live in (tinggal bersama) bertemu dengan golongan dan kelompok berbeda seperti perbedaan ras,suku, agama, misalnya berkunjung di kampung Pancasila. Dengan begitu tentu mahasiswa akan lebih terbuka wawasannya. Menjadi poin penting ketika mahasiswa sudah tidak anti dengan golongan yang berbeda sehingga virus-virus intoleransi tidak lagi menjadi penyakit yang akut.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam sila-silanya tidak lepas dari kandungan agama. Nilai-nilai keagaaman yang ada di dalam Pancasila jika diamalkan dengan baik maka akan bernilai pahala yang akan menjadi poin penting untuk bekal di akhirat. Artinya, sangat tidak tepat ketika Pancasila dipandang tidak berdasarkan nilai-nilai agama. Bahkan jika Pancasila harus dibenturkan dengan Agama dan salah satu dimenangkan maka akan merusak tatanan sosial masyarakat yang bhinneka.
Tertangkapnya IA menjadi peringatan bagi kita semua khususnya kalangan mahasiswa bahwasannya Ideologi ekstrimisme tidak pernah mati meskipun organisasi yang berafiliasi dengan tindakan terorisme seperti Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) telah dibubarkan. Virus-virus intoleransi akan selalu ada jika kita sebagai manusia merasa nyaman bak hidup dalam tempurung.
Perguruan Tinggi memiliki andil dan tanggung jawab yang besar untuk memberantas ideologis ekstrimis sebagai langkah serta bentuk kongkrit bahwasannya pendidikan tetap berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Terlebih hal yang terpenting adalah kita sebagai warga negara Indonesia yang hidup, makan, bersujud di tanah ibu pertiwi harus memiliki kesadaran bahwasannya Pancasila selain sebagai Dasar Negara juga sebagai sumber daya Ideologi. Sehingga ketika ada ideologi ekstrimisme yang mulai masuk kita mampu menolaknya dengan Ideologi Pancasila.
Penulis : Moh Yajid Fauzi
Sumber Gambar : Tibunnews.com