Gerakan menulis lintas iman merupakan sebuah event yang sangat krusial, apalagi Indonesia merupakan negara yang pluralis. Salah satu pelatihan kepenulisan lintas iman diinisiasi oleh Komunitas Gubuk Tulis bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya. Dengan narasumber yang berkompeten, yakni: M. Yusli Effendi, S.IP, M.A (Dosen FISIP UB), dan Abdi Purnomo (Penulis TEMPO/MPO AJI Indonesia). Memanfaatkan fasilitas ruang publik di East Java Super Corridor (EJSC) Bakorwil Malang pada Senin (21/6). Kegiatan tersebut sukses diselenggarakan dengan dukungan para fasilitator, antara lain: Al Muiz Liddinillah (Redaktur Opini Beritabaru), Moh. Yazid Fauzi (Kamituo Gubuk Tulis), dan Dewi Ariyanti Soffi (Duta Damai Jawa Timur).
Dengan visi mencetak penulis kontra narasi sebagai pemuda yang nantinya menjadi penggerak literasi di media cetak maupun online. “Kita masih harus belajar tentang toleransi. Kita harus bisa memberikan suara positif agar kita bisa ikut sumbangsih menawarkan sesuatu yang positif agar ada kontra narasi” terang Yusli saat sambutan.
Pada rangkaian acara pertama, Yusli membawakan materi bertema “Beragama Dalam Bingkai Berbangsa dan Bernegara” dengan menjelaskan beragam studi kasus intoleran yang ada di Indonesia. Melalui pelatihan seperti ini diharapkan dapat menanamkan sikap penulis yang jujur dan tidak ada tindakan diskriminasi.
Ekstrimisme sering dikorelasikan dengan agama islam, padahal jika kita lihat secara general dan mendalam hal ini juga terjadi pada golongan atau agama lain, “Seolah-olah sikap yang menginginkan perubahan drastis itu hanya dari islam. Padahal kalau kita ngomong lebih berimbang, ekstrimisme itu bisa muncul dari sayap kanan bisa dari sayap kiri” ujar Yusli.
Dosen FISIP UB itu juga memberi penjelasan bahwa fenomena gerakan yang melawan kedaulatan berasal dari dogma agama dan kesukuan yang berlebihan “Kelompok etno-nasionalis yang menginginkan kemerdekaan bisa disebut teroris yang juga mengarah pada radikalis. Jadi ekstrimisme bisa lahir dari agama yang berakar dari kesukuan yang meluap-luap” ujar beliau. “Kita harus menghargai keberagaman dengan merawat keberagaman lalu memunculkan narasi-narasi positif untuk meng-counter narasi narasi negatif” tegasnya.
Selanjutnya materi kedua disampaikan Abdi Purnomo dengan sapaan akrab Abel. Beliau menjelaskan mengenai cara “Menulis Esai dengan Santai” melalui gayanya yang nyentrik. Bagi Abel tidak ada hal yang perlu ditakuti dalam menulis “suarakan saja apa yang benar dan nyatanya memang seperti itu meski terdengar kejam di telinga orang lain” ujarnya.
Jurnalis Tempo ini juga melanjutkan sesi materi dengan komunikasi dua arah bersama peserta. Beliau juga membuka sesi diskusi dengan pembawaan yang santai namun serius. Hasilnya materi beliau dinilai efektif dan mudah diterima oleh peserta pelatihan siang hari itu.
Sesuai dengan nama kegiatan ini, peserta pelatihan berasal dari berbagai golongan dan lintas iman. Mulai dari perwakilan Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, Islam (Muhammadiyyah, Nahdlatul Ulama, Syiah, Ahlulbait) dan Penghayat Kepercayaan Kota Malang.
Pelatihan ini dikabarkan akan mencetak produk berupa karya tulis hasil dari para peserta hari itu. Peserta dibagai secara acak menjadi lima kelompok untuk membuat produk berupa tulisan opini hingga esai populer bertemakan lintas iman. Setelah diskusi seru dan menulis, para peserta mempresentasikan karyanya. Tulisan mereka mendapatkan kritik dan apresisasi dari kedua pemateri.
Tidak berhenti sampai disitu, fasilitator berencana untuk menyambung kegiatan ini bulan depan dan membukukan hasil karya dari masing-masing peserta. Hal ini mendapat respon positif dari pemateri untuk turut andil dalam mendukung kegiatan ini. Harapannya kegiatan ini dapat dilaksanakan lagi dan menghasilkan buku yang akan dinikmati kalangan lintas iman.
Penulis : Satria Ramadhan Dimastory (Duta Damai Jawa Timur)