Pendidikan karakter merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh dalam dunia pendidikan untuk perkuat kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia. Sudah selayaknya orientasi pendidikan kita mengarah pada kemajuan kualitas dan penguatan jati diri (identitas) sebagai bangsa.
Identitas sebagai bangsa tentunya menjadi kunci pokok agar tak serta merta muncul anggapan bahwa yang maju adalah yang berstandart internasional. Akan tetapi justru jati diri kearifan lokal yang sudah terbangun sejak nenek moyang menguatkan kita untuk tetap percaya diri bahwa kita adalah bangsa yang besar. Begitulah kiranya Soekarno memberikan pesan untuk BERDIKARI atau bahasa sederhananya adalah mampu mandiri. Sehingga tidak selalu mangaca bahwa kemajuan sebagai bangsa harus sama persis dengan bangsa lain.
Program full day school yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) adalah salah satu bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter. Yang kemudian mendapat respon yang begitu besar dari banyak khalayak. Tentu kebijakan tersebut menuai pro dan kontra dengan berbagai alasan yang rasional bila dinalar dengan akal sehat. Pada intinya perlu penyelarasan dari berbagai pihak untuk mampu menggapai kemajuan pendidikan karakter bagi generasi bangsa ini.
Kebijakan full day school pun mendapat respon dari presiden yang akhirnya memunculkan peraturan presiden terkait Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang salah satunya pemberian kebebasan pihak sekolah untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar selama enam atau lima hari.
Beberapa kebijakan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa perhatian terhadap pendidikan karakter sangatlah besar. Jika melalui peraturan menteri dan presiden ditujukan pada ranah pendidikan ditingkat formal. Lain halnya yang dilakukan oleh para penggerak pendidikan di ranah pendidikan alternatif. Yang biasanya lebih masif dalam menerapkan pendidikan karakter bagi generasi mudanya. Kemunculan pendidikan alternatif tersebut salah satunya adalah kemunculan banyaknya gubuk baca di daerah-daerah. Tidak hanya gubuk baca, bahkan rumah-rumah kreatif dengan berbagai background pun juga masif bermunculan. Itulah semangat yang semestinya selalu disinergikan untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan karakter bagi generasi muda.
Melihat fenomena akhir-akhir ini yang merisaukan adalah terjadinya beberapa kasus yang melibatkan konflik antara guru dan murid. Seolah dua komponen dalam pembelajaran ini tidaklah bersinergi. Namun jika ditelisik sebetulnya banyak komponen lain yang memengaruhi yang semestinya tak luput dari perhatian. Komponen tersebut dimulai dari lingkungan paling awal yaitu keluarga, oleh karenanya penting untuk saling melibatkan untuk bersinergi bagi semua komponen tersebut. Meskipun konsep dari komponen tertinggi pemerintah misalnya, jika itu tidak ada sinergitas dengan semua komponen akan sangat sulit mewujudkan keberhasilan pendidikan karakter bagi generasi muda. Begitu juga dengan gerakan pendidikan alternatif yang juga harus bersinergi dengan pendidikan formal untuk mewujudkan bersama cita-cita tersebut secara bersama-sama. Sebab pendidikan alternatif yang lebih bertujuan membentuk kepribadian generasi muda dengan memahami jati dirinya, sehingga kemampuan nalar kritisnya akan terbentuk. Tidak serta merta berjalan dan berjuang demi nilai dalam wujud angka saja misalnya. Melainkan mereka akan bergerak dengan kesadaran penuh bahwa sesuatu tersebut layak untuk dilakukan. Dan harapannya mampu menjadi manusia yang memanusiakan.
*Penulis: Abdul Muhaimin