Era 4.0 adalah era dimana manusia modern tidak bisa lepas dari teknologi. Salah satu teknologi modern yang tidak bisa ditinggalkan dari tangan manusia adalah gawai. Sebagai sarana komunikasi, gawai di era 4.0 dilengkapi dengan vitur ram dan rom yang cukup besar untuk bisa menampung berbagai macam aplikasi. Selain vitur ram dan rom, kamera juga salah satu pertimbangan generasi milenial dalam memilih gawai. Kamera bagus adalah kebutuhan untuk bisnis di media sosial atau sering disebut online shop.
Memasuki abad ke-21 bahkan China sudah mengembangkan teknologi 6G dengan kecepatan download 10 MB yang hanya membutuhkan waktu satu detik. Kemajuan teknologi dalam bentuk gawai menimbulkan dampak positif dan negatif. Dalam hal positif gawai dapat mempermudah komunikasi, bisnis dan pekerjaan melalui media sosial. Dampak negatif dari gawai yaitu adanya oknum bahkan kelompok yang memanfaatkan media sosial untuk sarana memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Media sosial seperti kita ketahui telah menerobos batas-batas pergaulan yang awalnya masih tersekat oleh norma dan etika. Pengguna media sosial juga tidak ada batasan mulai dari anak-anak hingga orang tua, semua bebas berinterakasi. Praktik demokratisasi, kebebasan dan kesetaraan sangat mudah dilakukan di dunia maya. Sayangnya hal tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Kebebasan bereskpresi yang berlebihan di media sosial malah menimbulkan kekerasan dan perpecahan virtual(virtual violence).
Kekerasan dan perpecahan virtual terjadi melalui televisi, film, game dan internet. Kekerasan virtual memang tidak berdampak fisik kepada korban, tetapi berdampak pada psikologis sosial yang lama terhadap individu. Penetrasi abstraksi kekerasan baik berupa foto atauapun video yang tersebar di dunia maya berpotensi menimbulkan perpecahan. Tidak dapat dibantah lagi jika media sosial secara tidak langsung juga sebagai sarana doktrinasi. Pola pikir dan sikap dapat mendorong kekerasan dan perpecahan melalui teks, narasi, dan kata-kata yang setiap hari dikonsumsi di media sosial. Bagaimana netizen yang cerdas dengan perangkat kecerdasannya mampu menutup ruang-ruang kekerasan dan perpercahan di media sosial?
Media sosial adalah belantara informasi yang liar dan tidak bisa serta merta kita percayai kebenarannya secara mutlak. Orang tua sebagai madrasah pertama harus lebih masif dalam mendampingi anaknya dalam penggunaan gawai. Jangan sampai memberi kebebasan dalam mengakses game dan internet yang dapat mempengaruhi pola pikir anak. Edukasi dalam bermedia sosial perlu dikampanyekan melalui poster ataupun video sebagai langkah preventif untuk mencegah kekerasan dan perpecahan di dunia maya. Saring sebelum sharing, mengecek sumber berita dan informasi kepada yang lebih ahli untuk mencegah beredarnya informasi hoaks.
Netizen yang budiman harus bijak memanfaatkan gawai untuk bermedia sosial. Setiap upaya pembodohan terhadap umat dengan semata membangkitkan emosi massa di media sosial harus kita tangkal. Tetap berpegang teguh pada norma dan etika kehidupan dalam bermedia sosial. Netizen cerdas adalah netizen yang mampu menahan nafsu dan amarahnya dari berbagai teks, komentar, narasi, foto dan video dari media sosial yang bersifat memecah persatuan dan kesatuan sehingga dapat menciptakan kehidupan yang aman, tentram, dan damai di dunia nyata maupun di dunia maya.
Penulis: Moh Yajid Fauzi.