Dunia baru saja meninggalkan tahun 2020, tahun yang penuh duka ketimbang sukanya. Bagaimana tidak, virus Covid-19 yang ditemukan melumpuhkan semua sektor di Indonesia. Sekarang saat memasuki tahun baru 2021, revolusi apa yang akan kita lakukan ditengah keadaan pandemi? Sebelumnya, apa yang ada dalam benak ketika mendengar kata revolusi? apakah kita teringat peristiwa 1998?
Tentu kata revolusi menjadi sangat menakutkan ketika diteriakkan para demonstran yang tidak menuntut adanya perubahan secara cepat. Seolah-olah negara gagal dalam menjalankan tugasnya. Saat ini kembali ramai di jagat media sosial kata revolusi, namun bukan revolusi menuntut adanya perubahan sistem namun revolusi akhlak. Pastinya konsep revolusi akhlak merdu didengar di telinga. Pertanyaanya, revolusi akhlak seperti apa yang diperlukan bangsa ini?
Mari kita definisikan arti kata revolusi. Menurut wikipedia.org “Revolusi” adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan, dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Indonesia dianugerahi sumber Ideologi Pancasila dimana sila pertama menyebutkan ‘’Ketuhanan Yang Maha Esa’. Terlepas dari sikap orang percaya atau tidak dengan agama (agnostik), sebagai manusia tentu membutuhkan makanan dan nutrisi rohani. Untuk mendapatkan hal tersebut mula-mula manusia harus beragama. Adakah agama yang mengajarkan kejahatan? Tradisi pondok pesantren, disatu sisi sebagai penguatan Tauhid, disisi lain adalah mengedepankan pendidikan akhlak. Tak perlu jauh-jauh ke pondok pesantren, dalam lingkup keluarga misalnya orang tua pastilah mengajarkan anaknya untuk berbuat arif, sopan, dan santun kepada sesama manusia.
Artinya akhlak yang berhubungan dengan sikap manusia dengan manusia lain adalah kunci seseorang. Kalau kita berakhlak buruk, apakah itu salah Tuhan yang menjadikan seperti itu?. Menurut kita akhlak yang diajarkan sejak dini apakah perlu di revolusi? Tentu saja kita perlu namanya revolusi akhlak. Bagaimana caranya? Sebagai orang yang beragama, kembalilah ke ajaran agama. Agama yang mengajarkan kasih dan sayang antar umat manusia. Agama yang mengajarkan nilai-nilai moderat, toleran, keseimbangan, dan berkeadilan. Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya.
Masih ingatkah kita dengan Mahatma Gandhi? Ya, jauh sebelum ada wacana Revolusi Akhlak Mahatma Gandhi salah satu tokoh yang dikagumi Soekarno dan Gus Dur pernah mengonsep dan menawarkan “Revolusi Mental”. Revolusi mental ini membawa semangat kemanusiaan dan menanamkan kepercayaan kepada kekuatan bangsa sendiri, menghargai kebebasan berpendapat. Dengan membawa konsep toleransi tentu revolusi mental yang dibawa Mahatma Gandhi tidak kalah dengan Revolusi Akhlak. Revolusi akhlak bukan berarti merasa paling benar, akan tetapi revolusi yang membawa perdamaian.
Ada satu hal yang menarik lagi untuk dibahas, revolusi cinta. Cinta adalah satu kata yang tidak bisa didefinisikan secara mutlak. Setiap manusia memiliki penafsiran sendiri tentang cinta. Namun demikian, ketika mendengar kata cinta pastilah yang pertama kali terbesit adalah sesuatu yang baik. Nah, apakah ada cinta yang buruk? Baik buruknya cinta tergantung bagaimana kita mengekspresikan dan mengapresiasi cinta. Cinta adalah penerimaan pengakuan hubungan yang mencinta dan dicinta, tanpa syarat.
Cinta tidak mengenal untuk rugi, balasan, bahkan hukuman. Cinta adalah kepasrahan tanpa syarat kosakata jawa melukiskannya sebagai “pasrah bongkok-an”. Dalam pasrah bongkok-an demikian itu, berarti sang subjek akan mau diperlakukan apapun saja, tanpa mengubah posisi cinta. Sebab,cinta tidak mengenal batasan baik buruk, untung rugi, menang kalah. Semua diterima dengan penuh kepasrahan.
Ketika ada sesuatu yang buruk hadir dalam diri kita, boleh jadi kita kehilangan rasa cinta, sehingga lebih mengedepankan amarah daripada kasih sayang. Tentu tak semua hal bisa dimaafkan, akan tetapi bukankah meminta dan memberikan maaf adalah akhlak tertinggi manusia? Perlu kiranya saat ini kita merevolusi cinta pada diri kita. Cinta yang datang dari hati, diterima oleh akal dan diaplikasikan oleh diri menjadi cerminan bahwa kita manusia, makhluk yang diciptakan secara sempurna oleh Tuhan. Pada hakikatnya cinta adalah sesuatu yang baik, yang menjadi buruk adalah ketika kita berlebihan dalam menyinta. Sehingga ketika apa yang kita cintai tidak sesuai dengan ekspektasi kita ataupun hal yang kita cintai disakiti, akan muncul amarah dalam diri kita. Sederhananya revolusi cinta mengajak kita untuk sewajarnya dalam mencintai.
Penulis : Moh Yajid Fauzi S.H. (Duta Damai Jawa Timur)