Oleh: Ahmad Zainuri
Keberadaan umat agama dalam sebuah negara yang mejemuk ini, tidak pernah dilepaskan dari sisi bagaimana untuk saling menghargai satu sama lain. Terlebih ketika kita dihadapkan dengan sebuah momentum besar, seperti perayaan hari raya pada masing-masing agama. Ini jelas, pemandangan tersebut tersirat pada sebuah negara yang memiliki 272.229.372 juta penduduk, dengan populasi Muslim sekitar 231,06 juta jiwa yakni Indonesia.
Nilai-nilai toleransi pada setiap agama senantiasa menjadi benteng dalam membangun keharmonisan di antara kemajemukan umat agama. Kehidupan saling sapa, menghargai dan kasih sayang ialah bukti bahwa kehidupan dalam tetangga yang berbeda ialah tidak ada masalah untuk merajutnya. Malahan bahwa dengan adanya warna warni tersebut, menjadikan hati dan sosial kita terketuk untuk selalu bagaimana terus menyapa dalam hidup yang memang berbeda, akan tetapi ingin bersatu dalam sisi manusia.
Terlebih hari ini, Muslim dunia, khususnya Indonesia, akan menjalani prosesi ritus religius yang wajib di laksanakan bagi mereka yang telah mencapai usianya, yakni ibadah puasa ramadhan. Ramadhan sebagai bulan yang diberkahi oleh Tuhan sebagai bulan yang membawa kenikmatan. Bukan sebagai Muslim saja, dampak sosialnya juga dirasakan oleh kalangan umat agama lain. Sisi dampak positif inilah yang seharusnya bisa dipetik dan diperas sarinya dalam menjalani proses keagamaan dalam kehidupan.
Tidak hanya itu, dengan mengadakan acara kampung ramadhan, bagi takjil ialah menjadi salah satu cara bagaimana umat Islam menyatukan dengan Muslim lainnya. Disatukan bukan karena darah, tapi disatukan karena Islam. Teringat dalam perjalanan sejarah Islam ketika hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah dengan membawa sebagian kelompok dari Mekah yang disebut sebagai kaum Muhajirin, dan dipertemukan dengan kelompok Islam di Yastrib (Madinah) yang disebut kaum Anshar. Keduanya oleh nabi setibanya di Madinah mereka dipersaudarakan layaknya saudara kandung. Itulah ikatan saudara karena agama, bukan karena suku, etnis, darah saja, melainkan Islam akan mempersatukan semua.
Pun itu ketika kita memaknai ramadhan sebagai bulan yang menjadi pencegahan hawa nafsu. Hawa nafsu bukan hanya menahan lapar, akan tetapi hawa nafsu yang berdampak buruk kepada pihak lain. Misalnya, kita harus menahan hawa nafsu jari jemari dan mulut untuk tidak membuli orang. Yang paling sering pembulian itu muncul dalam media sosial. Ini yang seharusnya kita bisa tahan untuk tidak menyebarkan keburukan orang lain, membicarakan orang lain. Atau kita sering menulis terkait kekesalan terhadap orang lain yang beda dengan kita, kita tuliskan dan luapkan di media sosial, bukan menambah pahala malahan menambah dosa. Setidaknya jadikan media sosial sebagai salah satu jalan dan cara untuk menyebarkan kebaikan.
Di bulan ramadhan ini salah satu cara bagaimana kehidupan bisa saling memberikan manfaat bagi sesama. Ramadhan sebagai bulan persatuan, keindahan, sebar dan tebar kebaikan sebanyak mungkin. Saatnya kita berbagi kepada khalayak umum, tanpa pandang agama apa, etnisnya apa, latar sosialnya, tapi lihatlah sisi keberkahannya. Baik Kristen, Budha, Hindu dan bahkan kelompok Islam lain, di bulan ramadhan ini kesempatan bagi kita semua untuk berbagi bersama dalam kebaikan.
Membangun bangsa yang besar, di mulai dari hal yang kecil, tak lain ialah membangun sikap gotong royong dan saling menghargai. Memanusiakan manusia ialah poin pertama dalam kehidupan.
Seperti ungkapan Zuhairi Misrawi, bangunlah kerukunan dan persaudaraan di antara kalian dalam tujuan kebersamaan dan keharmonisan. Ia mengungkapkan empat metode pendekatan dalam membangun persaudaraan yakni ukhuwah al-Qabiliyah, ukhuwah al-Islamiyah, ukhuwah al-Imaniyah, dan ukhuwah al-Inasaniyah.
Sayyed Hossein Nasr mempunyai pandangan yang patut untuk direnungkan “tanpa tindakan-tindakan kasih dan dermawan yang dilakukan karena dorongan agama, tatanan sosial Islam akan hancur, sebab di banyak tempat di dunia Islam, pemerintah tidak cukup kuat atau cukup kaya untuk memenuhi kebutuhan minimum seluruh warga mereka”.
Tentu saja ini menjadi bahan renungan bersama, bahwa dalam berislam perlu penghayatan dan pemahaman yang bersifat substantif. Ibarat lautan, Islam menyimpan mutiara yang sangat kaya, tetapi kekayaan tersebut belum dikeruk semaksimal mungkin. Pemaknaan Islam sebagai agama kasih sayang dilakukan dengan penyebutan salah satu surat al-Quran yang menjelaskan “ Tuhan Yang Maha Pengasih yang mengajarkan Al-Quran, menciptakan manusia dan mengajarkan tentang bagaimana memahami dan menjelaskan (sesuatu).”(Ar-Rahman, 55:1-4). Misalnya lagi, kaitannya dengan ajaran kasih sayang, Kristen adalah agama yang menjadikan kasih sayang sebagai inti ajarannya. Salah satu doktrin yang populer adalah apabila pipi kananmu dipukul, berikanlah pipi kirimu. Begitulah ajaran menderma untuk kemanusiaan merupakan salah satu inti ajarannya. Ajaran saling memaafkan dan membalas kejahatan dengan kebaikan begitu menonjol dalam tradisi Kristen. Begitu juga dalam Islam, kita bisa petik pada kata al-Ghafur al-Rahiim,Maha Pemaaf dan Maha Penyayang. Kita bisa ambil dalam setiap pelajaran tersebut sebagai ibrah dalam membangun kemajemukan umat, salah satunya di bulan ramadhan ini jadikanlah sebagai bulan yang benar-benar mubarak bagi seluruh insan di muka bumi agar senantiasa bisa merasakan begitu teduhnya Islam dalam membangun kasih sayang.
Foto: Sindonews.com
Syukron Atas Infonya Maszeh