Tak terasa sudah separuh lebih umat muslim menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan. Bulan mulia yang penuh dengan hikmah dan keistimewaan. Bulan dimana umat islam menjalankan ibadah berpuasa, kewajiban sebagai muslim yang taat dan patuh terhadap perintah. Namun suasana bulan suci ramadan kali ini terasa sedikit berbeda bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya setelah dilaksanakanya pesta demokrasi besar-besaran yaitu Pemilihan Umum (PEMILU) pada tanggal 17 April 2019 lalu, tentunnya menjadi pekerjaan rumah tersendiri dalam upaya mencegah bangsa agar tidak terurai dan terpecah-belah serta merawat dan menjaga semangat ”ke–bhinneka-an” masyarakat indonesia.
Sebuah kompetisi atau pertandingan apapun pasti akan memunculkan pihak yang menang dan yang kalah. Namun esensi dan substansi dari sebuah pertadingan adalah kerendahan hati si pemenang dan kebesaran hati pihak yang kalah. jika konteks nya adalah PEMILU 17 April 2019 kemarin, maka esensinya adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Mengapa demikian? Karena salah satu tujuan dari pada pemilihan umum adalah memilih pemimpin untuk rakyat. Sehingga seluruh rakyatlah para pemenangnya. Pemimpin terpilih adalah pengemban mandat dan amanah rakyat yang mempunyai tugas untuk melayani dan mensejahterakannya. Untuk itu, mari bersama-sama menghapus sekat perbedaan dan tidak menyerukan kemenangan hanya milik seseorang,ras,suku,etnis,partai politik, golongan manapun melainkan kemenangan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Penyematan beberapa nama pada bulan suci ramadan harus dijadikan sebagai jargon, direfleksikan bersama serta di implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjadi sebuah dorongan tersendiri bagaimana kemudian bulan suci ramadan kali ini menjadi semangat rekonsiliasi, semangat perdamaian, semangat kebersamaan dalam bingkai heterogenitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ramadan sebagai “syahrul jihad” melawan nafsu,amarah dan kebencian
Dalam literatur bahasa arab, Jihad diartikan sebagai “berjuang”. Kontekstualisasinya adalah dengan menahan dan melawan hawa nafsu,amarah dan kebencian. Selesai PEMILU 17 April 2019 kemarin, aroma kebencian dan anti terhadap lawan politik sering di narasikan baik di dunia nyata maupun maya. Untuk meredamnya, seyogyanya kita semua harus berjihad melawan diri sendiri untuk mengalahkan hawa nafsu, mematrinya lalu membuang jauh-jauh.
Ramadan sebagai “syahrul qur’an” dalam upaya melaksanakan perintah dan mengambil hikmah di balik kisah-kisah
Bulan suci ramadan merupakan bulan diturunkanya Alqu’an sebagai pegangan hidup umat muslim. Dimana terdapat banyak kisah-kisah yang patut dijadikan contoh dan pelajaran. Cerita-cerita nabi, rosul serta orang-orang sholeh tempo dulu. Contohnya seperti kisah Nabi Ibrahim AS yang patuh pada perintah ALLAH SWT untuk menyembelih putranya yaitu nabi Ismail AS. Karena tunduk dan patuhnya Nabi Ibrahim, sesaat sebelum penyembelihan putranya. Digantilah nabi ismail dengan seekor kambing. Sehingga peristiwa tersebut diabadikan. Sekali dalam setahun umat islam memperingatinya dengan hari raya Idul Adha (hari raya Qur’ban). Kisah diatas memberi pelajaran bahwasanya taat dan patuhnya nabi Ibrahim dan Ismail terhadap tuhannya akan diganti dengan hikmah yang luar biasa dan tanpa diduga-duga.
Ramadan sebagai “syahrur rohmah” terhadap sesama tanpa adanya sekat pembeda
Memaknai bulan ramadan sebagai bulan kasih sayang pasca PEMILU 17 April 2019 tidaklah mudah. Sebagai seorang muslim, kita harus menabur benih-benih kasih sayang tanpa sekat pembeda agama, ideologi,keyakinan,latar belakang ras maupun etnis, partai politik hingga seseorang yang beda pilihan. Semua sekat pembeda tersebut harus kita lepas. Sehingga bulan ramadan sebagai syahrur rohmah tidak hanya sebatas jargon, melainkan melebur dalam tindakan dan perbuatan.
Ramadan sebagai “syahrun thoyyibun” dan membiasakanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Dalam konteks ini. Kita tidak diperkenankan “tebang-pilih”. Artinya menabur kebajikan tanpa memandang siapa dia, dari mana asalnya dan apa agamanya. Lebih dari itu kita dituntut menebar benih-benih kebajikan kepada seluruh elemen bangsa . Semua atribut yang menjadi penghalang harus dilepas. Sehingga kita memposisikan diri sebagai sesama anak bangsa yang hidup dalam bingkai keberagaman dan kemajemukan.
Ramadan sebagai “syahrut ta’awun” dalam hal kebajikan
Salah satu ayat Al qur’an yang artinya “ Dan tolong menolonglah kalian semua dalam hal kebajikan, dan jangan tolong-menolong dalam hal kemaksiatan”. Memberi rambu-rambu peringatan kepada kita semua agar menolak segala bentuk pebuatan yang batil. Meskipun kita mendukung calon tertentu, namun bila di beri instruksi untuk memusuhi pendukung calon yang lain. maka perintah itu harus kita tolak dengan tegas. Jikalau demikan sikap kita. Maka kita termasuk golongan orang yang mengamalkan ayat al-qu’an diatas. Keberagaman,kegotong-royongan dan saling tolong-menolong antar sesama adalah ruh bangsa Indonesia. Jika hanya karena PEMILU 17 April 2019 kemarin kita mudah saling bermusuhan serta tercerai-berai, bukan tidak mungkin lama-kelamaan ruh bangsa Indonesia akan melayang entah kemana. Di situlah kehancuran bangsa Indonesia akan semakin dekat dan nyata. tinggal menunggu saatnya.
Penulis: Ahmad Qomaruddin