Informasi apakah hari ini yang kiranya terlambat kuketahui?
Mungkin perasaan seperti itu sering muncul dalam benak kita. Sering merasa ingin dianggap paling tahu, dan paling update dengan berbagai hal. Tanpa disadari, sejak bangun tidur pun, beranda media sosial menjadi sesuatu yang seolah wajib untuk dilihat pertama kali. Bukan lagi cuci muka, atau minum segelas air putih yang kita lakukan. Kebiasaan itu seolah kita tergerak untuk merasa ada kabar maha penting yang wajib diketahui sejak mata bangkit dari lelap. Seperti ada kekhawatiran atau kegelisahan terhadap suatu hal terjadi kedepannya. Entah itu sebagai tindak lanjut dari aktivitas bermedia sosial sebelumnya, atau bahkan sesuatu yang kita tebak-tebak sendiri.
Rasa ingin menjadi yang paling cepat tersebut berjalan lurus dengan rasa ingin menanggapi banyak hal, bahkan pada hal tertentu yang belum tentu bersinggungan dengan kepentingannya. Parahnya, hal tersebut ditambah dengan adanya rasa ingin berbagi pada banyak orang. Sehingga banyak hal yang semestinya dipelajari lebih dalam terlebih dahulu, dan diklarifikasi kebenarannya, justru luput dan buru-buru dibagikan pada orang lain.
Dampaknya, jika itu hoaks maka rantai persebaran hoaks itu pun akan sangat massif pergerakannya. Sebab semakin banyaknya jempol-jempol yang belum sadar sepenuhnya untuk berbagi, tapi terlanjur membagikannya dalam kondisi kurang sadar. Fenomena yang demikian, sudah semestinya menjadikan kita rela atau meluangkan waktu untuk introspeksi diri. Merelakan waktu untuk benar-benar belajar bijak dalam bermedia sosial. Agar kita tidak ikut andil dalam menciptakan sebuah kebisingan dalam bersosial media.
Disebut sebagai kebisingan, sebab suara-suara yang muncul tersebut tidak lain hanya lalu-lalang suara yang ujungnya hanyalah sekadar gaduh. Munculnya beragam hoaks, munculnya beragam ujaran kebencian dan parahnya adalah terciptanya sebuah miskonsepsi atas sebuah kebenaran. Sehingga kebenaran justru menjadi sebuah hal yang sangat abu-abu atau sulit dikenal.
Fenomena-fenomena itu tentu saja muncul dengan adanya berbagai kepentingan dalam berbagai situasi. Salah satu yang dapat dilakukan sebelum kita mampu bersuara di jagad maya, penting terlebih dahulu kita mampu untuk menahan diri agar tidak ikut serta membuat sebuah situasi bernama kebisingan itu. Salah satunya adalah menciptakan kesadaran penuh untuk menahan diri membagikan sebuah informasi di media sosial secara serampangan. Sebab perlu kesadaran penuh untuk menjadi pribadi yang lebih mengutamakan keakuratan sebuah informasi bukan hanya mengutamakan kecepatannya saja.
Kira-kira apakah kita sering berpikir lebih baik mana menjadi yang paling cepat menyebar informasi atau menjadi yang paling akurat menangkap informasi?
Tentu saja antara menjadi yang paling cepat menangkap dan paling akurat menangkap informasi adalah kemampuan yang sangat diperlukan di era digital ini. Namun, kondisi yang sering disebut sebagai tsunami informasi ini menjadi masalah yang tidak bisa diabaikan sama sekali. Adanya tsunami informasi yang penyebabnya tidak lain adalah dengan adanya tangan-tangan yang tergerak atas keinginan menjadi yang paling cepat membagikan sebuah informasi, tanpa dilandasi kemampuan akurasi informasi yang kuat.
Keakuratan informasi menjadi penting, sebelum kita sibuk menjadi yang tercepat atau sibuk ingin dianggap paling update oleh dunia. Penting kiranya kita mencoba untuk menjadikan diri kita sebagai pribadi yang paling akurat dalam menangkap informasi. Hal ini menjadi penting, agar kebisingan itu bisa sedikit dikurangi karena munculnya kesadaran untuk tidak sembarang berbagi informasi.
Beberapa hal penting dilakukan untuk memastikan informasi yang didapat di media sosial itu akurat atau belum. Sebab di era internet ini tidak jarang muncul banyak informasi yang dibikin bombastis judulnya, atau informasi yang sepotong-potong saja. Maka dari itu penting untuk pertama dilakukan adalah membaca informasi tersebut secara utuh. Sebab tak jarang kebiasaan kita adalah hanya tertarik pada judul yang bombastis itu tanpa membaca isi informasi secara keseluruhan.
Setelah memastikan sudah membaca informasi secara utuh, tentu saja ada dua kemungkinan yang akan terjadi, pertama adalah percaya pada informasi tersebut dan kedua adalah tidak sepenuhnya percaya atau bahkan tidak percaya pada informasi tersebut. Percaya atau tidak percaya tetap saja perlu adanya informasi pembanding untuk memastikan informasi tersebut benar-benar akurat. Informasi pembanding itu bisa didapat dari media lain yang dianggap lebih tinggi tingkat kredibilitasnya, baik itu dari lembaga yang berwenang maupun pakar yang sesuai dengan permasalahan itu. Atau informasi pembanding itu bisa didapat dari sejawat. Penting kiranya kita membiasakan diri untuk berdiskusi tentang sesuatu dengan sejawat agar kita terbiasa untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya setelah mendapat sebuah informasi.
Terakhir, setelah memastikan informasi itu sudah akurat kebenaran dan ketidak benarannya. Kita tidak perlu buru-buru merasa menjadi pribadi paling penting di muka bumi ini, sehingga merasa seolah semua orang sedang menunggu informasi yang berasal dari kita. Sehingga yang terakhir yang bisa dilakukan adalah mengambil nilai positif dari informasi tersebut. Yang sekiranya penting untuk menjadikan kita meningkatkan kualitas diri.
Tidak perlu merasa menjadi individu maha penting sehingga sangat perlu mengklarifikasi informasi yang salah. Padahal hal tersebut belum tentu berkaitan dengan hal atau bidang yang sedang atau dekat dengan kehidupan kita. Dan jika itu memang suatu hal yang menjadi fokus dan berkaitan dengan kita, penting kiranya kita memberanikan diri untuk bersuara dengan keakuratan informasi yang sudah kita dapatkan.
Semoga kita semua mampu untuk berbuat baik untuk diri kita dan lingkungan kita. Berani membaca utuh sebuah informasi, lalu mengecek ulang informasi dan berani mengambil tindakan yang tepat untuk sebuah informasi yang akurat.
Penulis: A. Muhaimin DS
Editor : Akbar Trio Mashuri