Oleh Nuril Qomariyah
Pandemi belum usai, penambahan jumlah pasien positif Covid-19 terus ada setiap harinya. Terlebih di Jawa Timur. Sampai hari Rabu (17/06/2020) tercatat sekitar 8.529 pasien positif di Jawa Timur yang tersebar di beberapa kabupaten, dengan Kota Surabaya menempati angka tertinggi sejauh ini.
Pemberlakuan PSBB juga telah dilakukan diberbagai daerah yang berpotensi besar penyebaran virus, berbagai upaya pemerintah telah dioptimalkan agar Rapid Test dapat dilakukan dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak di berbagai kota dan kabupaten. Namun, kondisi menuntut kita untuk melakukan adaptasi secara akselerasi ditengah pandemi ini, yang kemudian kondisi ini belakangan kerap disebut dengan era new normal.
Era ini menuntut perubahan yang cukup signifikan, pada pola kehidupan manusia. Banyak hal-hal “kenormal yang baru” harus menjadi pembiasaan dalam keseharian kita semua. Terlebih dalam mendisiplikan diri hidup bersih dan sehat.
Kenormalan baru yang lain adalah kita dituntut untuk benar-benar mengoptimalkan teknologi digital dan media yang ada saat ini. Karena tidak dapat kita pungkiri semua pola komunikasi dan kegiatan berubah total memasuki ruang-ruang virtual, sejak diberlakukannya pembatasan untuk berkerumun dan melakukan perkumpulan. Kondisi ini memaksakan kita, mau tidak mau harus bersentuhan langsung dengan teknologi digital dan juga media sosial.
Disatu sisi kondisi ini berdampak positif karena, kita dapat dengan mudah terhubung dengan banyak orang dari berbagai daerah bahkan lintas negara. Namun, ada sisi lain yang tak boleh luput dari perhatian kita. Jika kita sudah mulai mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk kegiatan-kegiatan positif dan berbagai webinar, hal ini juga tentu berlaku bagi kalangan radikal, dimana menurut beberapa data hampir 80% dari mereka telah menguasai penggunaan medsos.
Kondisi pandemi saat ini, menjadi peluang besar bagi kelompok radikal melancarkan aksi mereka. Terus berjuang Menuntaskan visi mereka sampai sistem khilafah islamiyah berhasil diberlakukan di Indonesia. Terlebih, menurut data dari hasil pantauan Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) menyebutkan, provinsi Jatim merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerawanan potensi aksi radikalisme dan terorisme tertinggi di Indonesia.
Sebagaimana telah penulis jelaskan, kondisi pandemi menuntut kita aktif di media sosial, sudah tentu ini menjadi ruang strategis bagi kaum radikal yang memang sejak awal telah menguasai media sosial. Memanfaatkan media sebagai sarana gerakan memang senjata awal bagi golongan mereka, untuk mencapai tujuan besar tadi. Banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kemudian dipelintir sedemikian rupa, agar sekana-akan wajah pemerintahan selalu salah. Dan yang menjadi jawaban pembenarannya adalah khilafah. Ironi memang, namun inilah kenyataanya. Ditengah pandemi kita bukan hanya berperang melawan makhluk nano; virus, namun juga berjuang dengan keras memerangi narasi-narasi kebencian yang menginfeksi melalui media.
Kondisi ini, patut menjadi keresahan kita bersama, terlebih generasi muda yang melek media. Bagaimana kemudian kita berperan aktif menyuarakan narasi-narasi kontra radikal, untuk mengimbangi narasi yang mereka suarakan.
Selain itu, menjadi bagian golongan yang mengusung moderasi sebagai identitas diri. Perlu kiranya kita menyuarakan, betapa pentingnya moderasi ditengah maraknya radikalisasi saat pandemi saat ini. Ditambah, sebagai masyarakat kita perlu menguatkan pemerintah yang terus berjuang bagaimana kemudian agar angka penyebaran virus tidak meningkat, namun kondisi perekonomian tetap berjalan normal, di tengah new normal.
Moderasi dianggap penting untuk kemudian menjadi vaksin alami menangkal gerakan radikal yang menginfeksi tanpa henti dari segala sisi. Mengenalkan bahwa menjadi golongan tengah yang tidak terlalu condong kanan dan kiri (moderat) adalah identitas kita sebagai bangsa yang menganut Pancasila sebagai ideologinya.
Sehingga, dari sini peranan kita masih sangat diperhitungkan sebagai generasi muda untuk terus menyuarakan pesan-pesan perdamaian bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali.
Wallahu’allam