Oleh: Moh Yajid Fauzi S.H
Ramadhan telah berlalu, umat muslim dengan suka cita menyambut hari raya idul fitri pasca pandemi. Berkumpul dengan keluarga, sanak-saudara setalah kurang lebih dua tahun pemerintah membatasi kegiatan keagaman idul fitri. Meskipun terdapat perbedaan perayaan akan tetapi tidak menghilangkan esensi daripada idul fitri itu sendiri untuk saling memaafkan diri sendiri terutama dan sesama manusia sebangsa setanah air. Puasa di bulan ramadan harusnya mampu dijadikan refleksi untuk menjalani puasa 11 bulan diluar bulan ramadan. Akan tetapi setelah merayakan hari raya ketupat yang jatuh pada hari ketujuh di hari raya idul fitri, Indonesia justru dihebohkan dengan kasus teror yang terjadi di Jakarta Pusat.
Pada tanggal 02 Mei 2023 terjadi aksi penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Menteng, Jakarta Pusat. Kejadian ini bermula ketika pelaku memaksa bertemu dengan pimpinan MUI, akan tetapi karena tidak diperbolehkan pelaku melepaskan tembakan dengan air soft gun. Pelaku yang mencoba kabur kemudian berhasil ditangkap oleh petugas dan pingsan sehingga dibawa ke rumah sakit terdekat, namun sesampainya disana dokter menyatakan pelaku meninggal dunia. Bulan syawal belum habis yang seharusnya umat muslim masih halal bi halal dengan rekan kerja justru diciderai dengan kasus penembakan.
Disisi lain 02 Mei yang diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional menjadi tercoreng dikarenakan aksi nekad pelaku yang melakukan penembakan. Meskipun tidak memakan korban jiwa yang meninggal dunia akan tetapi masyarakat dibingungkan dengan aksi tersebut mengingat kejadian bertempat di kantor yang berbasis keagamaan. Kejadian ini kemudian mendapat respon dari berbagai pihak, bahkan menimbulkan beberapa teori dan hoaks. Beberapa narasi muncul seperti halnya aksi tersebut merupakan rekayasa dari pemerintah, cipta kondisi menjelang pemilu, dan narasi memberengus MUI. Acapkali kejadian seperti ini ditunggangi oleh kelompok intoleran dan radikal dengan nada ancaman karena sudah mengusik islam.
Peristiwa yang terjadi di moment krusial bulan syawal dan menjelang perhelatan pemilu raya telah menguji pola pikir dan pola sikap masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, narasi konspirasi dan hoaks sangat amat berbahaya karena kerap menggiring opini masyarakat untuk menciptakan public distrust terhadap pemerintah, mengadu domba, dan memecah belah persatuan. Apalagi jika dibumbui dengan politik identitas seperti halnya mengatasnamakan agama. Disisi lain MUI yang merupakan lokasi penembakan disinyalir adanya ketidakpuasan dari pelaku terhadap lembaga tersebut. Sehingga muncul pertanyaan apakah mungkin aksi tersebut merupakan aksi teror dari kelompok jihadis atau bukan?
Dilansir dari bbc.com ‘’ Pelaku disebut sudah beberapa kali bolak-balik ke kantor MUI dan meminta untuk bertemu Ketua MUI dengan dua kali mengirim surat ancaman. Dalam suratnya, si pelaku meminta Ketua MUI untuk menerima klaimnya sebagai “orang yang diutus ” dan mempersatukan umat Islam’’. Perlu digaris bawahai bahwasannya ‘’orang yang diutus’’ merujuk pada Nabi dan Rasul. Hal ini tentu menandakan adanya kecelakan berfikir dari pelaku yang mana sudah jelas Nabi dan Rasul terakhir adalah Muhammad Saw. Tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelahnya yang diutus untuk mempersatukan umat Islam.
Dari peristiwa tersebut dengan 1001 respon dan tanggapan dari berbagai pihak mampu membuat masyarakat Indonesia berspekulatif yang jatuhnya konspirasi tidak jelas. Ditambah lagi jika ada informasi yang tidak jelas adanya dengan tujuan memecah belah bangsa. Maka sangat penting untuk memperkuat ketahanan nasional dari konspriasi dan informasi hoaks dengan cara bertabayyun dan verifikasi masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang sangat mudah di bagikan di media sosial. Bertabayyun dengan menunggu pers rilis dari lembaga yang berwenang menangani kasus dan atau lembaga yang menjadi tempat peristiwa terjadi. Kemudian verifikasi masyarakat dengan membaca berita dari media yang memiliki kepercayaan publik tinggi. Lebih utama adalah memfilter informasi yang diterima. Saring sebelum Sharing adalah kunci untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari tsunami hoaks dan konspirasi. Wallauhalam