Islam di Indonesia harus bisa dan mampu membangun kesolidaritasan antarsemua lini kehidupan umat agama. Kehidupan yang menjadi sebuah kemajemukan di negeri ini harus terus terpelihara dengan indah. Islam sebagai agama mayoritas sepatutnya bisa mengayomi agama-agama lain dengan bersikap toleransi. Mengakui keberadaan mereka ialah cara yang arif dan bijak dalam membangun keharmonisan antarumat agama di Indonesia.
Kefinal-an ini seharusnya menjadi narasi yang utuh dan mampu mengakomodir seluruh pemeluk agama di aras nasional hingga lokal. Keberjibakuan yang sering dibawa ke arus teologis sering menimbulkan perpecahan yang tidak ada ujungnya. Persinggungan yang harusnya tersudahi malah terakumulasi menjadi rekonsiliasi konflik nuansa hati. Hadirnya agama-agama di muka bumi ini ialah bentuk keberagaman yang Tuhan berikan, harusnya bisa tentram dan damai, namun mengapa kita mengelak dan membiarkan keterserakahan ini menjadi hak milik satu agama?
Jangan jadikan perbedaan antarpemeluk agama menjadi terpecah belah karena ulah yang tidak sepatutnya dilontarkan. Tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem sekuler, karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas umat Islam dan ada penghayat agama lokal maupun agama lain, sehingga ini bukan aras bagaimana sistem sekuler bermain di kubangan ibu pertiwi.
Jika menoleh ke sistem islami, apakah bisa diterapkan dengan melihat kemajemukan Indonesia yang memang tidak bisa dipisahkan dari keragaman penghuni negeri ini. Jangan kemudian mengakomodir bahwa hak-hak yang tak sepatutnya dilontarkan menjadi sebuah perpecahan dan bukan lagi menjadi sebuah negara yang berpedoman pada kebebasan agama, melainkan penekanan agama. Mana sikap kepedulian, mana sikap penghargaan dan apa itu yang diajarkan oleh Nabiyuna Muhammad Saw dan Al-Quran.
Sehingga keharmonisan yang seharusnya menjadi senjata utama ialah dengan memberi ruang gerak aktif pada semua elemen. Melalui ruang gerak tersebut, membuktikan bahwa kehadiran mereka merupakan hal yang nyata dan toleran. Jangan memberikan statement bahwa surga milik golongan kami dan neraka itu milikmu.
Jangan mengambil hak-hak Allah mengenai surga dan neraka, kita semua bukan pengkavling surga atau neraka, Allah sang maha penentu. Dalam artian bahwa kehidupan yang hendak dicapai di negeri ini, merupakan kehadiran yang memang benar-benar hadir menjadi sebuah salah satu kehidupan yang wasath dan moderat dalam menyikapi keberbedaan dengan kedinginan dan keharmonisan.
Nomenklatur konflik, ekstrimisme, eksklusivisme dan radikalisme buang jauh-jauh dan tanamkan inklusivisme, humanisme. Tidak ada waktu untuk mengembalikan diri dengan menoleh atau mundur kebelakang ketika masa-masa lampau. Sudah saatnya era-peradaban baru lahir, era-peradaban yang moderat berkemajuan terbangun, itulah yang akan menjadi kubangan bergelombang yang menghantarkan 100 tahun Indonesia merdeka. Menyongsong era peradaban baru dalam moderasi-kemajuan beragama di Indonesia, tidak menjadikan sisi perbedaan menjadi sisi sebuah problem. Saatnya saling bergandengan, membangun dan berdamai bersama dengan membangun umat agama yang berperadaban. Melihat realitas yang sudah terbangun lama dan memang Tuhan sudah mencipta Indonesia dengan penuh keragaman, maka yang perlu kita lakukan adalah pengopenan yang indah. Fanatisme bermadzhab, radikalisme, ekstrimisme, jangan menjadikan kemandekan dan keterselisihan dalam hidup antarumat beragama di Indonesia.
Penulis : Ahmad Zainuri (Duta Damai Dunia Maya Jawa Timur)
Kebhinekaan bukan hanya soal agama…. Seharusnya jika memang mau membahas kemajemukan bangsa dalam beragama mungkin judulnya harus lebih dispesifikkan lagi