Menjelang hari peringatan Kemerdekaan Bangsa Indoensia 17 Agustus lalu, tragedi menyangkut isu SARA kembali mengguncang bangsa Indonesia. Tepatnya di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat, 16 Agustus 2019 didatangi oleh anggota TNI, Satpol PP, Polisi, dan sejumlah Ormas yang menduga adanya pengrusakan tiang bendera dan pembuangan bendera merah-putih ke selokan. Mirisnya mereka yang mendatangi dan mengepung asrama ini tanpa ragu melontarkan kata-kata yang mengandung rasisme. Peristiwa ini dengan mudah menyulut mahasiswa dan warga Papua di berbagai daerah turun melakukan aksi, sebagai bentuk rasa tidak terima terhadap perlakuan ini.
Kejadian ini bukan kali pertama peristiwa rasisme terjadi pada bangsa Indoensia. Rasisme adalah bentuk destruktif yang melemahkan orang atau komunitas tertentu, yang menyebabkan perpecahan dalam masyarakat. Pasalnya isu SARA memang akan susah terhindar dari negara multikultural seperti Indonesia. Kemajemukan bangsa sudah menjadi sunnatullah yang harus diterima dan menjadi identitas bangsa yang mempersatukan keberagaman.
Penyebaran isu SARA ini semakin marak dan menjamur di dunia maya. Hampir setiap hari berita-berita hoaks yang memicu timbulnya rasisme dalam masyarakat bertebaran disemua media sosial. Karena tidak dapat dipungkiri perkembangan media sosial telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian penyebaran berita dan isu-isu negatif meningkat drastis. Hal ini menyebabkan dunia maya justru dipenuhi dengan konten-konten yang berdampak pada hancurnya persatuan bangsa, hanya sebab hal sepel seperti hujatan komentar di dunia maya yang direalisasikan di dunia nyata.
Kondisi ini bukanlah hal baru yang menyerang dan ingin merusak persatuan bangsa. Ditambah kasus rasisme yang masih hangat, yang seakan-akan sengaja di desain tepat menjelang peringatan hari kemerdekaan. Menjadi sorotan berbagai media bahkan dalam skala internasional. Sudah seharusnya bangsa yang telah merdeka diusia yang tidak lagi muda, 74 tahun tidak menjadikan konflik yang mengandung unsur SARA seperti ini, menjadi hal yang dapat merusak persatuan bangsa.
Permasalahan ini sudah sejak lama mengusik keutuhan bangsa. Padahal sebenarnya tinggal bagaimana kita sebagai warga mampu mengenal identitas masing-masing kita. Solusi untuk mengatasi timbulnya isu SARA yang paling mendasar adalah dengan tidak menganggap bahwa golongan kita adalah yang paling baik. Karena pada dasarnya semua manusia sama, hanya berbeda pada tingkat ketaatan pada Tuhannya. Setelah menyadari bahwa tidak ada golongan yang paling baik, penguatan identitas kebangsaan terkait bangsa yang multikultural perlu ditanamkan agar nantinya tidak menimbulkan konflik.
Langkah selanjutnya, adalah upaya menangkal penyebaran isu dan berita hoaks di dunia maya. Konten-konten negatif, baik itu rasisme, radikalisme, dan virus isme-isme yang lain mendominasi media sosial. Generasi milenial yang bersinggungan dengan media sosial setiap harinya senantiasa terapar oleh konten-konten negatif ini. Untuk itu penyadaran sejak dini terkait dampak yang akan ditimbulkan jika kemudian tidak selektif dalam menerima informasi di dunia maya perlu ditekankan kepada setiap pengguna media sosial.
Literasi Damai
Literasi damai adalah satu dari sekian banyak alternatif yang dapat dilakukan sebagai upaya menangkal berkembangnya isu SARA di dunia maya. iterasi damai di sini tidak hanya berfokus pada pembuatan tulisan-tulisan web panjang yang membuat bosan para pembaca. Yang menjad sebab justru pesan yang ingin disampaikan tidak sepenuhnya diterima dengan baik oleh pembaca, bahkan cenderung bisa multitafsir ketika yang ditulis sangat panjang dan dibaca setengah-setengah oleh embacanya.
Pembuatan konten-konten penangkal yang positif merupakan bagian dari literasi damai. Dewasa ini masyarakat cenderung lebih menikmati postingan berupa video dan gambar-gambar menarik yang untuk memahaminya tak perlu lama-lama membaca. Sehingga, dari sini konten berupa video pendek yang memuat pesan moral anti-rasisme menjadi sesuatu yang urgent untuk diviralkan di media sosial. Video-video yang berisi tentang kerukunan antar umat beragama dan keberahgaman suku bangsa di Indonesia juga dapat menjadi konten apik jika disajikan dalam bentuk yang menarik. Selain itu, infografik dan gambar-gambar yang berisikan pesan perdamaian dapat dijadikan pilihan konten penangkal yang dapat mengisi media sosial.
Konflik dan penyebaran isu SARA adalah alat yang dengan mudahnya merusak persatuan suatu bangsa. Sebagai bangsa yang multikultural sudah seharusnya bangsa Indonesia menyadari identitasnya yang kaya akan keberagaman. Dimana keberagaman ini yang harus dirawat sebagai daya tawar dan kelebihan bangsa kepada dunia. Bukan justru menjadi sumber pemecah persatuan bangsa. Melalui literasi damai di dunia maya diharapkan dapat menekan timbulnya konflik SARA di berbagai daerah di Indoensia. Sehingga bangsa kita dapat hidup damai, aman, dan tentram tanpa adanya pertumpahan darah akibat rasisme yang terjadi di masyarakat.
Wallahu’Allam
Penulis: Nuril Qomariyah. Aktif di komunitas Gubuk Tulis dan Kampus Desa Indonesia.