Agama Islam merupakan agama yang banyak dianut hampir sebagian rakyat Indonesia. Perbentangan dari Sabang sampai Merauke menjadi bukti bahwa Islam tumbuh di negeri ini dengan subur. Pasalnya Islam menjadi agama yang bukan penduduk tetap dan resmi di Indonesia.
Animisme-Dinamisme menjadi penghias ritus keagamaan tanpa Tuhan kala itu. Kemudian terebarlah agama Hindu-Budha yang di pelopori oleh beberapa kerajaan-kerajaan besar yang berdiri kokoh seperti kerajaan Majapahit, Singosari, Blambangan, Sriwijaya dan masih banyak lagi. Namun, dari adanya kerajaan-kerajaan tersebut kemudian melahirkan tokoh-tokoh Islam yang kemudian mensyiarkan Islam dari pelosok negeri hingga mancanegara.
Kedatangan Islam kala itu diawali dengan datangnya Syekh Subakir ke tanah Jawa dengan tujuan untuk menyebarkan ajaan Islam. Keberanian Syekh Subakir untuk masuk ke tanah Jawa ini merupakan tanda bahwa Islam akan sampai kepada umat di Nusantara. Namun, Syekh Subakir dihadang oleh Sabdo Palon atau digambarkan Semar sebagai penjaga tanah Jawa. Sabdo Palon memberikan pertanyaan kepada Syekh Subakir mengenai sebuah tujuan seorang syekh yang datang dari tanah Arab ke tanah Nusantara. Sehingga Syekh Subakir menjawab bertujuan untuk menyiarkan Islam di tanah Jawa.
Perlu diketahui bahwa tanah Jawa kala itu yang sulit sekali untuk dimasuki oleh orang asing, sehingga Syekh Subakir bisa menaklukan Jawa untuk menyebarkan Islam. Namun, dengan beberapa ketentuan yakni dengan tidak mengubah filosofi yang ada di tanah Jawa terutama kebudayaan dan tradisi. Sehingga Islam mulai masuk perlahan-lahan tapi pasti Syekh Subakir mulai memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat Nusantara.
Perkembangan Islam kemudian berlanjut masuk ke periodesasi masa para walisongo di tanah Jawa. Kelompok penyebar agama Islam yang paling masif kala itu dan pengaruhnya begitu besar di tanah Jawa dan sekitaran Nusantara. Yang kemudian dalam pelebaran sayap untuk menyiarkan Islam banyak murid-murid para wali tersebut membuka surau, pesantren di luar Jawa. Pengaruh yang begitu besar diberikan kepada seluruh pemeluk Islam kala itu yang hendak menimba ilmu ke Jawa dengan para walisongo. Sebelum membahas ke peran walisongo, pengaruh yang paling mendaerah ialah dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia kala itu. Hadirnya kerajaan-kerajaan tersebut menjadi sebuah bukti bahwa dulu ada sebuah kasta dan tahta dalam sistem kepemimpinan masyarakat Indonesia, termasuk Jawa.
Kerajaan menjadi sebuah bentuk sistem pemerintahan yang memberikan kekondusifan dalam kehidupan masyarakat Indonesia kala itu. Dengan bukti bahwa dengan berdirinya kerajaan Majapahit mampu menguasai hampir separuh di tanah Nusantara ini dan semua kerajaan di bawah pengaruhnya atau disebut kerajaan vassal. Mulai dari sistem politik, perdagangan, perkawinan, pendidikan dan sosial-budaya kerajaan Majapahit memberikan nuansa yang arif ketika bertengger di tanah Nusantara ini. Kemudian dari rahim-rahim kerajaan-kerajaan Nusantara itulah lahir sosok-sosok pembaharu dalam memberikan udara segara dalam kehidupan beragama, yakni tokoh-tokoh Islam Nusantara.
Dari sebuah jalinan hubungan internasional perdagangan Kerajaan Majapahit menerima kerjasama perdagangan dengan Tiongkok. Sehingga banyak teori yang menafsirkan dalam masuknya Islam di Indonesia itu melalui beberapa jalur-jalur, seperti Mekkah, Persia, Gujarat dan termasuk Tiongkok.
Islam yang kala itu sudah menyebar perlahan-lahan yang dibawa oleh para walisongo maupun pengikutnya mampu menaklukkan masyarakat Nusantara. Putra kerajaan Majapahit yakni Raden Fattah menjadi salah satu putra raja yang masuk Islam dan menginisiasi dengan dibantu para walisongo untuk mendirikan masjid dan kerajaan Islam pertama kali di tanah Jawa yakni Kerajaan Demak. Dari situ kemudian lahirlah Islam perlahan-lahan dari mulai orang yang masuk Islam yakni para pembesar kerajan-kerajaan hingga kemudian rakyatnya.
Jadi pergumulan dalam prosesi menyebarkan Islam di tanah Jawa ini kemudian berdampak besar bagi perkembangan Islam di luar tanah Jawa. Seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi menjadi sebuah wilayah yang menjadi landasan berkembangnya Islam dan untuk memperkenalkan luas pada masyarakat Nusantara. Dalam menggali ilmu tentang keislaman semakin hari semakin meningkat. Sehingga gaya studi dalam menyebarkan Islam bukan lagi dengan hanya dakwah, tapi para wali songo ini dibekali dengan beberapa kelebihan dalam diri.
Toleransi antarumat beragama secara relatif terus dipraktikkan di dalam sejarah Islam di masa-masa sesudahnya oleh orang-orang muslim di kawasan lain, termasuk Nusantara. Melalui para pedagan Gujarat dan Arab, para raja di Nusantara Indonesia masuk Islam dan ini menjadi cikal bakan tumbuhnya Islam di sini. Selanjutnya dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara di lakukan melalui perdagangan dan interaksi kawin. Islam tidak dilakukan melalui kolonialisme atau penjajahan sehingga sikap penerimaan masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan dengan suka rela memeluk agama Islam.
Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya juga tidak dimusuhi. Di sini perlu dicatat bahwa model akulturasi dan enkulturasi budaya juga dilakukan demi toleransi dengan buday-budaya setempat, sehingga tidak menimbulkan konflik. Apa yang dicontohkan para wali songo di Jawa, merupakan contoh sahih betapa penyebaran Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi melalui ajaran Islam sesungguhnya.
Secara perlahan dan pasti Islamisasi di seluruh Nusantara hampir mendekati sempurna yang dilakukan tanpa konflik sedikitpun. Hingga hari ini kegairahan beragama Islam dengan segala gagap-gempita menandai keberhasilan toleransi Islam. Ini membuktikan bahwa jika tidak ada toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka perkembangan Islam Nusantara tidak akan sefantastik sekarang.
Jadi memang sudah termaktub sejak masa wali songo dalam islamisasi tanah Jawa ataupun para ulama lain yang menyebarkan Islam di wilayah Nusantara bahwa proses Islamisasi ialah menggunakan perdamaian. Dalam artian bahwa nuansa yang di sampaikan dalam proses Islamisasi ialah tidak ada kekerasan atau paksaan, baik agama Islam atau agama yang sudah ada di Nusantara. Mereka menjalankan agamanya dengan indah tanpa adanya diskriminasi.
Penulis : Ahmad Zainuri (Duta Damai Jawa Timur)