Kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari sebuah momentum. Lumrahnya ada momentum yang bisa direka-reka datangnya kapan maupun yang tidak. Sekali dalam setahun, pertambahan usia seseorang biasanya di rayakan dengan euforia dan segala jenis pernak-perniknya. Dewasa ini, perayaan hari lahir merupakan bagian dari tradisi tahunan dan tanpa menyebar kuesioner, bisa dipastikan setiap orang akan bahagia dengan momentum tersebut. Inilah momentum berkesinambungan yang bisa di kira-kira dan pasti akan seseorang jumpai. Jika anda tidak sengaja ataupun sengaja mengikuti event, perlombaan dan sejenisnya yang besar serta bergengsi, wal hasil anda meraih juara satu dengan hadiah yang menggiurkan, itulah momentum yang spesial dan istimewa sehingga anda sukar melupakan entah sampai kapan. Beginilah momentum yang tidak bisa di kira-kira kapan datangnya.
Umat muslim hari ini, sedang menjalani momentum tahunan yang sakral dan mulia . Momentum tersebut adalah bulan Ramadan, satu dari beberapa bulan mulia yang di idam-idamkan dan dielu-elukan oleh seluruh umat muslim di dunia. Beberapa peristiwa besar terjadi pada bulan suci ini. Diantaranya adalah : Bulan diturunkannya Al-qur’an, terjadinya perang badar yang sama-sama terjadi pada tanggal 17 ramadan. Pembebasan kota mekah (fathu makkah) terjadi pada tanggal 20 ramadan. Kejadian-kejadian bersejarah dan monumental di bulan penuh ampunan ini patut menjadi bahan refleksi dan instropeksi diri.
Dalam rangka mengisi serta memeriahkan bulan suci ramadan sebagai sarana jihad melawan egois dan kebencian, rasanya tidak cukup hanya melaksanakan ibadah-ibadah wajib yang sifatnya berhubungan dengan Allah SWT (Hablumminallah) semata. Juga perlu lebih digiatkan lagi ibadah-ibadah yang bersifat sosial dan berhubungan erat dengan manusia (Hablumminannas).
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim, bahwasanya Rosulullah SAW pernah bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, amalnya terputus kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang berdoa kepadanya”. Dari paparan hadis diatas, mari senantiasa kita mengimplementasikan dengan berlomba-lomba menghias bulan suci ramadan kali ini.
Bulan ramadan merupakan momentum dimana setiap amal baik pahalanya akan dilipat gandakan. Begitupun sebaliknya, setiap amal buruk juga akan dilipat gandakan dosanya. Oleh karena itu, kita semua patut merasa senang juga senantiasa mawas diri. Kegiatan-kegiatan positif untuk menyemarakkan bulan ramadan sangat banyak sekali,akan tetapi dalam hal melawan sifat keegoisan dan kebencian. Langkah alternatifnya dapat melakukan action seperti dibawah ini:
1.Memperbanyak Sedekah
Seseorang yang dermawan dan gemar bersedekah berarti menyadari bahwasanya selain dirinya, masih ada orang lain yang lebih membutuhkan. Dia rela mengeluarkan harta yang sah menjadi miliknya untuk sesama manusia. Islam melarang keras umat muslim agar tidak menumpuk harta secara “berlebih-lebihan”, hal tersebut juga di abadikan menjadi salah satu surat dalam alqur an yaitu “At takatsur” yang berarti bermegah-megahan. Selain ayat alqur an diatas masih banyak lagi hadis-hadis nabi yang menganjurkan pengikutnya agar gemar bersedekah. Selain ikut meringankan beban saudara-saudara kita yang kuraang mampu, bersedekah juga bisa memperkuat rasa persahabatan dan persaudaraan serta memupuk rasa solidaritas dan empati antar sesame manusia.
2. Membiasakan Silaturahmi
Membiasakan silaturahmi berarti memperkuat tali persaudaraan dengan sesama manusia umumnya dan sesama muslim khususnya. Sehingga dengan sering melakukan silaturahmi bisa meminimalisir saling bertikai dan membenci. Seperti kata adagium dalam bahasa jawa “ witing tresno jalaran soko kulino” yang artinya “menjadi senang dan cinta karena kebiasaan”. Setelah membaca peribahasa diatas, seyogyanya saling bertikai dan membenci sulit terjadi apabila kegemaran bersilaturahmi menjadi kebiasaan dan tradisi. Pasalnya seseorang yang berangkat silaturahmi berarti mempererat tali persaudaraan antar sesame manusia. Semisal ada masalah, toh tidak lantas menyalahkan serta menganggap diri sendiri paling benar. Dia melepas sejenak segala rasa curiganya, ketidak-senanganya,amarahnya. Semuanya akan di sampaikan kepada yang bersangkutan dengan santai,tenang dan secara baik-baik. Sehingga kemudian muncul klarifikasi dan solusi. Wujud persaudaraan seperti itu memunculkan perdamaian dan persatuan dalam bingkai harmoni.
3. Membudayakan Semangat Tolong-menolong dan Gotong-royong
Salah satu penggalan ayat dalam Al-quran yang artinya kurang lebih demikian “ Dan tolong menolonglah kalian semua dalam hal kebajikan dan jangan tolong menolong dalam hal kemaksiatan”. Ayat di atas menjadi landasan bagaimana kemudian urgensinya tolong-menolong dan gotong-royong dalam kehidupan manusia yang merupakan mahluk sosial. Orang yang gemar tolong-menolong dan bergotong-royong berarti mengkontemplasikan statement dari filsuf besar yunani bernama Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”. Manusia adalah mahluk sosial yang mustahil bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Mari berfikir sejenak bahwa setiap kebutuhan dan tindakan kita sehari-hari ternyata semua bersinggungan dengan orang lain. Diakui atau tidak, kita sering menyepelekan bahkan melupakan hal itu.
Penulis: Ahmad Qomaruddin