Apa yang ada dibenak kita ketika mendengar bulan Desember? Tentu banyak momen spesial dalam bulan yang terdapat di akhir tersebut, contohnya: hari HIV-AIDS sedunia. Pada hari tersebut, kita diingatkan dengan bahaya virus AIDS dan bagaimana kita bisa menghormati serta bisa menerima kehadiran Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di lingkungan mereka.
Kemudian pada tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Merefleksikan peran ibu dalam rumah tangga, mengingat Ibu sebagai madrasatul ula. Lalu, puncaknya libur nasional pada tanggal 25 Desember yang diperingati sebagai hari Natal. Ya, kelahiran Isa Al Masih atau Nabi Isa. As ini diperingati seluruh umat Kristen di seluruh Dunia. Di satu sisi, Hari Raya yang penuh suka cita ini sangat sakral, namun disisi lain juga menjadi polemik bagi umat non Kristen. Taruhlah disini adalah umat islam, hukum fiqh yang juga bersifat furu menjadi perdebatan panjang hanya perkara pengucapan ‘Selamat Natal’.
Aneh memang jika dikatakan akan melunturkan akidah hanya karna pengucapan “Selamat Natal”, penulis yakin akidah serta tauhid umat islam tidak semudah itu digoyahkan. Seperti yang tertuang dalam firman Allah swt dalam Surat Maryam ayat 19 yang berbunyi:
وَٱلسَّلَٰمُ عَلَيَّ يَوۡمَ وُلِدتُّ وَيَوۡمَ أَمُوتُ وَيَوۡمَ أُبۡعَثُ حَيّٗا
Artinya:
‘’Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”.
Akan tetapi, ketika ada “Diskon Natal” secara besar-besaran di mall, maupun online shop tidak ada perdebatan panjang dan dirayakan penuh gembira ria. Apakah ada kesalahan dalam sisi kemanusiaan kita? Belajar dari sosok Abdurahman Wahid atau yang akrab disapa dengan Gus Dur, sejak tahun 1996 sebagai warga Nahdliyin beliau mengintruksikan kepada Banser untuk menjaga gereja ketika misa di Hari Natal. Pertanyaanya, apakah Gus Dur menggadaikan akidah warga NU terutama Banser untuk masuk Kristen? Terlepas dari peristiwa politik, satu-satunya hal yang diinginkan Gus Dur adalah menjaga Indonesia. Bagaimanapun mereka yang bukan saudara seiman, tetaplah menjadi saudara kemanusiaan.
Tak diduga dan disangka, ternyata ada salah satu peristiwa pengeboman gereja di Mojokerto pada tahun 2000 dimalam Hari Raya Natal. Riyanto salah satu Banser dengan keberaniannya memeluk bingkisan yang ternyata bom dan meledak bersama dirinya. Dari sosok Riyanto pun kita akan selalu belajar dan terus belajar tentang arti kemanusiaan. Betapa menariknya bulan Desember, bahkan sembilan tahun berselang tepatnya 30 Desember 2009 kita kehilangan sosok panutan, tokoh yang mengintruksikan Banser menjaga gereja dan Presiden Republik Indonesia Abdurahman Wahid. Siapa sangka ternyata Bapak Pluralisme itu berpulang pada bulan Desember. Ada apa dengan Desember ?
Sepertinya Tuhan memberikan pesan bahwasannya di bulan Desember hendaklah kita sesama manusia hidup damai berdampingan dengan sesama manusia yang lainnya. Peristiwa yang dialami Riyanto, Hari Raya Natal dan meninggalnya Gus Dur seolah menjadi jawaban atas polemik tauhid yang selama ini terjadi. Pelaksanaan Misa Natal yang dijaga oleh Banser dan Haul Gus Dur yang diperingati setiap tahun oleh seluruh umat beragama dan warga Indonesia menggambarkan betapa Indahnya hidup berbhinneka. Hujan di bulan Desember memberikan pesan bahwa kita harus bersabar melihat indahnya pelangi di bulan Januari.
Penulis: Moh Yajid Fauzi (Duta Damai Jawa Timur)